|
Philipina Menentang Dana Aspirasi Dewan |
Jakarta (Metro Kalimantan) - Wacana dana aspirasi atau nama kerennya Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan (P2DP) makin ramai di perbincangkan.
Publik sudah antipati dan marah. Sebagian anggota DPR sudah sadar dan
wanti-wanti tidak mau dijebloskan ke bui dengan program yang tidak
jelas ini. Tetapi masih sangat banyak anggota DPR terhormat yang
merindukan uang aspirasi itu.
Untuk mereka yang ngotot dan ingin mendapatkan dana aspirasi itu,
mungkin cerita di bawah ini bisa jadi pertimbangan atau setidak-tidaknya
menjadi awasan dalam memutuskan sesuatu.
Di Filipina, sudah lama menerapkan program dana aspirasi ini. Dan
buntut dari program itu kita semua pasti pernah mendengar skandal dana
aspirasi tersebut yang di luar negeri disebut
pork barrel.
Berdasarkan penelusuran, Jumat (12/6),
pork barrel di Filipina disebut
The Priority Development Assistance Fund (PDAF) atau Dana Bantuan Pembangunan Prioritas. Konsepnya sama persis dengan penuturan Anggota DPR RI soal konsep P2DP.
Di Filipina, media massa lokal berhasil membongkar penipuan PDAF
melibatkan seorang pebisnis perempuan bernama Janet Lim-Napoles.
Diperkirakan Pemerintah Filipina dirugikan hingga 10 miliar Peso atau
setara Rp2,94 triliun dengan kurs 1 peso sama dengan Rp294, hanya dari
kejahatan Janet Napoles sendiri. Ditemukan juga kejahatan itu melibatkan
sejumlah anggota Kongres Filipina dan Pejabat Pemerintahan.
Bagaimana modusnya?
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, disebutkan bahwa sejak
2008, setiap anggota DPR Filipina mendapat jatah sekitar 70 juta peso at
au sekitar Rp 20,5 miliar.
Anggota Senat (DPD RI di Indonesia) mendapat alokasi hingga 200 juta
peso atau sekitar Rp58,8 miliar per tahun. Angka itu meningkat setiap
tahun.
Janet beroperasi melalui perusahaannya, Grup JLN, untuk melaksanakan
proyek fiktif yang didanai PDAF lewat kerja sama dengan oknum anggota
Parlemen.
Janet membentuk puluhan LSM dan lembaga yang berfungsi menjadi
seakan-akan penyalur aspirasi rakyat kepada anggota Kongres Filipina.
Dengan dasar itu, para anggota Kongres yang mau diajak bekerja sama
oleh Janet lalu mengusulkan pengerjaan proyek terkait aspirasi itu ke
Pemerintah.
Janet Napoles secara khusus menangani produk pertanian. Kaki tangannya
akan mengirimkan proposal ke anggota kongres meminta pendanaan proyek
tertentu terkait pembelian produk pertanian untuk masyarakat.
Legislator yang sudah bermain mata akan memberi tahu Departemen of
Management and Budget (DBM), atau semacam Kementerian Keuangan di
Indonesia, tentang agensi yang menjadi penerima alokasi dana PDAF
miliknya.
Oleh DBM, surat keputusan tentang persetujuan pencairan dana
dikeluarkan, dan pagu anggaran yang dialokasikan untuk anggota Kongres
dikurangi. Setelah itu, dikeluarkan Notice of Cash Allocation (NCA)
kepada agensi penerima, yang kemudian didepositkan di rekening agensi
dimaksud.
Dari agensi itu, dana lalu dicairkan ke salah satu Grup Usaha JLN milik
Janet, dan dibagi-bagi oleh Janet dengan sang anggota Kongres, pejabat
pemerintahan yang memfasilitasi transfer dana itu, dan aparat terkait
bupati/walikota serta gubernur setempat. Sementara proyeknya sendiri tak
dikerjakan.
Grup JLN biasanya menawarkan komisi 10-15 persen dari jumlah dana yang
dikeluarkan kepada pemerintah lokal yang diajak bekerja sama. Sementara
anggota Kongres mendapatkan komisi sekitar 40-50 persen.
Proposal usulan proyek dari pihak Janet kepada Kongres juga menyertakan
surat persetujuan aspirasi dari Pemerintah Daerah. Banyak diantara
dokumen itu dipalsukan oleh anak buah Janet.
Ada juga beberapa kepala
daerah di Filipina yang mengaku menandatangani, namun tak sadar kalau
proposal proyek itu ternyata fiktif.
Di laporan media
Philippine Daily Inquirer, sebanyak 5 Senator dan 23 Anggota DPR Filipina diduga terlibat dalam penipuan oleh Janes Napoles tersebut.
Belakangan, hasil Badan Audit Filipina, sama seperti BPK RI,
mengeluarkan laporan yang mengkonfirmasi hasil investigasi media massa
itu.
Bukan itu saja, BPK Filipina pun menunjukkan indikasi bahwa sejak 2007
sampai 2009, sebanyak 6,156 miliar Peso (Rp1,89 triliun) dana PDAF dari
12 anggota senat dan 180 anggota DPR Filipina telah digunakan mendanai
772 proyek yang dinilai tak layak dan tak sesuai prosedur.
Ditemukan juga bahwa dari 82 LSM yang terlibat melaksanakan proyek itu, 10 diantaranya terkait dengan Janet dan grup usahanya.
Ditemukan juga bahwa 1,054 miliar peso (Rp309 miliar) dana PDAF
dicairkan ke sejumlah NGO yang tak terdaftar atau menggunakan NPWP
ganda, atau mengeluarkan kwitansi diduga palsu.
Itulah model dana aspirasi di Filipina. Dan karena itu pula, politisi
PDIP, Henry Yosodiningrat cemas banyak anggota DPR yang akan masuk bui.
Apakah DPR akan mempertahankan dana aspirasi di tengah antipati publik yang sangat tinggi? Selamat mencoba.(sp/mk03)