Ilustrasi UN |
Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung(ITB) sekaligus Atase Pendidikan dan Kebudayaan untuk India, Prof. Iwan Pranoto, mengatakan UN sudah mempersempit proses belajar karena siswa hanya belajar untuk ujian, bukan berdasarkan minat, gairah, dan keingintahuan.
“Saya sepakat dengan Pak Menteri, harus dibereskan dulu tujuan semula untuk pemetaan sudah terwujud atau belum, baru digunakan sebagai bobot kelulusan karena fungsi utamanya pemetaan,” kata Iwan di Jakarta, Jumat (21/11).
Iwan mengapresiasi pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang menyebutkan UN sangat mungkin dihapuskan. Dia mengatakan keputusan terkait UN harus sejalan dengan keputusan tentang Kurikulum 2013 (K-13). Menurutnya, kurikulum adalah satu kesatuan mulai dari proses belajar sampai penilaian
“Saya tidak setuju diperbaiki (K-13), tapi memang harus dihentikan. Jangan membuang uang lagi untuk kurikulum yang sudah rusak,” ujar Iwan yang ikut dalam gerakan masyarakat menolak UN.
Iwan mengatakan pemerintah sudah melaksanakan UN setiap tahun sejak tahun 2005. Maka seharusnya sudah ada data lengkap tentang mutu pendidikan. Dia membandingkan dengan ujian skala internasional seperti Programme for Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang digelar tiga tahun sekali namun mampu memetakan secara akurat kualitas pendidikan negara-negara di dunia.
“Data saya kira sudah lengkap. Tapi tindakan apa untuk memperbaiki?” katanya.
Dia mengungkapkan pemerintah lebih baik mengembalikan kelulusan kepada guru. Daripada sibuk mengurus UN, pemerintah bisa berbenah diri untuk memperbaiki institusi penyiapan guru yaitu kampus-kampus eks-Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Iwan menambahkan UN di tingkat SMA lebih tidak masuk akal. Sebab, UN dipakai untuk tiga parameter sekaligus, yaitu pemetaan, penentu kelulusan dari jenjang SMA, dan seleksi masuk ke perguruan tinggi. Menurutnya, ujian masuk ke PT seharusnya berbeda dengan ujian untuk kelulusan. Seleksi ke jenjang PT harus bisa menyaring siswa terbaik karena tempatnya terbatas.
“Itu tiga hal yang tidak masuk akal, seperti ingin menangkap tiga kelinci, jadi tidak dapat satu pun,” katanya.
Sementara itu, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria mengatakan penghapusan UN tidak bisa dilakukan begitu saja, melainkan harus mengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) khususnya pasal 67.
Dalam pasal 67 pasal 1 PP 32/2013 disebutkan "Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti Peserta Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur nonformal kesetaraan".
Proporsi 50:50 Menurut Ramli, perbincangan dengan Mendikbud Anies hari (Kamis/11) menyimpulkan UN tahun ini tetap dilanjutkan namun harus dilakukan perbaikan. Diantaranya, hasil UN harus kredibel dan UN jangan sampai menimbulkan ketegangan berlebihan di kalangan siswa.
"Kita sekarang sedang menyiapkan POS (prosedur operasional standar), ditargetkan akhir November bisa selesai jadi bisa langsung sosialisasi," kata Ramli.
Menurut Ramli, proporsi nilai kelulusan UN untuk tahun 2015 diubah yaitu 50% nilai UN murni ditambah 50% nilai sekolah.
"Nilai sekolah yang terdiri dari nilai rapor dan nilai ujian sekolah untuk tahun depan ditingkatkan," katanya.
Ramli mengatakan BSNP yang terdiri dari 11 orang, pada prinsipnya adalah pembantu menteri. Oleh karena itu, dia siap untuk mengikuti kebijakan menteri jika ternyata ada perubahan mendadak seperti penghapusan UN.(sp/mk-05)
0 komentar:
Post a Comment