Hosting Unlimited Indonesia

Pilkada Melalui DPRD Sulit Melahirkan Pemimpin yang Baik

Written By Unknown on Wednesday, September 10, 2014 | Wednesday, September 10, 2014

Pemilihan Umum
Jakarta ( Metro Kalimantan) - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) masih mempersoalkan apakah pilkada dilakukan secara langsung atau dipilih oleh DPRD. Polemik ini masih berlangsung di Senayan.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengungkapkan kelemahan mendasar dari Pilkada yang dilaksanakan oleh DPRD. Philips menilai, pemilihan melalui DPRD akan sulit melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik dan akan terjadi kartel politik serta transaksi semakin menggurita di DPRD.

“Kalau Pilkada lewat DPR maka yang muncul adalah adanya kartel politik dan transaksinya semakin menggurita di DPRD sehingga susah melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik. Selama ini, kepemimpinan kita apa? orang-orang tiba-tiba menjadi kepala daearah atau menteri, kita tidak tahu darimana asalnya,”ujar Philips di Jakarta pada Selasa (9/9) setelah mengikuti diskusi yang diselenggarakan IndoStrategi dengan tema “Desain Kabinet Trisakti 2014-2019”.

Dia membandingkan dengan Pilkada langsung yang telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik. Philips mencontohkan presiden terpilih periode 2014-2019 Joko Widodo merupakan anak kandung Pilkada langsung dan desentralisasi.

“Jokowi lahir dari rejim Pilkada langsung. Di Solo dia dipilih langsung oleh rakyat dan tertanggung jawab untuk rakyat. Ada juga Risma di Surabaya atau Djarot di Blitar dan masih banyak contoh yang lain,”ungkapnya .

Philips bahkan menuturkan bahwa Pilkada langsung menjadi sumber pemimpin bangsa Indonesia sehingga stok pimimpin bertambah. Setelah itu, mereka bisa naik tangga dari walikota menjadi gubernur bahkan menjadi presiden.

“Pilkada langsung menjadi aset kepemimpinan karena pemimpin kita bertambah dan orang-orang yang mengerti pembangunan karena mereka mulai dari bawah,” paparnya.

Dia juga menjelaskan bahwa Indonesia sudah melakukan otonomi daerah dan desentralisasi sejak 2001. Menurutnya, basis dari desentralisasi adalah kabupaten dan kota. Oleh karenanya kewenangan bupati atau walikota sangat besar, maka perlu dipilih langsung oleh rakyat sehingga mudah dikontrol. Selain itu, menurut Philips, bupati dan walikota ini langsung berhubungan dengan rakyat di daerah yang bersangkutan.

“Jadi transfer uang dari pusat melalui DAU dan DAK untuk pembangunan daerah dikelola oleh bupati dan walikota. Karena mereka mengelolah uang yang begitu besar makanya masyarakat harus punya kontrol langsung termasuk dalam bentuk dia bisa menentukan siapa yang jadi kepala daerahnya,” jelasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo yang menilai pemilihan melalui DPRD mengamputasi hak rakyat untuk memilih pemimpinnya.

“Pemilihan melalui DPRD akan menutup kemungkinan munculnya pemimpin-pemimpin yang kompeten dari tingkat lokal. Padahal, di daerah banyak pemimpin yang memiliki kompetensi,”tandas Andar. (sp/mk)

0 komentar: