Ferdy Hasiman/sp |
SBY juga diminta
memastikan para kader Partai Demokrat di DPR RI untuk tidak abstain dalam rapat
paripurna pengesahan RUU Pilkada pada tanggal 25 September 2014.
Hal ini disampaikan peneliti Indonesian Today,
Ferdy Hasiman dalam keterangan persnya di Jakarta pada Selasa (23/9).
“Hal ini penting agar menghindari manuver pada saat voting berlangsung, jangan
sampai Partai Demokrat abstain atau banyak kader Partai Demokrat yang tak hadir
dalam rapat paripurna. Kehadiran dan konsistensi kader Demokrat di parlemen
akan menutup kemenangan Koalisi Merah Putih (KMP) menang dalam voting,” kata
Ferdy.
Secara matematis, pendukung pilkada dilaksanakan secara langsung oleh rakyat
mencapai 287 kursi, yakni terdiri dari F-PDI Perjuangan (94), F-PKB (28),
F-Hanura (17), dan F-PD (148).
Sementara pendukung
pilkada lewat DPRD hanya mencapai 273 kursi, yakni dari F-Gerindra (26), F-PKS
(57), F-PPP (38), F-Golkar (106) dan F-PAN (46).
Jika DPR konsistensi
dengan suara partai dan hadir saat rapat paripurna, maka otomatis pendukung
pilkada secara langsung akan menang.
Ferdy juga mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu
meninggalkan legacy (warisan) baik bagi demokrasi Indonesia, sebelum mengakhiri
masa jabatannya sebagai Presiden RI.
Menurutnya, legacy baik itu dengan cara mempertahankan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat, bukan refrain ke belakang seperti zaman Orde Baru
di mana pada zaman Orde Baru kepala daerah dipilih oleh DPRD.
“Menutup akhir masa jabatannya, Presiden SBY harus meninggalkan legacy baik
bagi proses demokrasi. Biarkan pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh
rakyat, sebagai langkah maju dalam proses demokrasi tetap berjalan. Kedaulatan
rakyat jangan dipangkas lagi, hanya karena manuver politik dan kepentingan
partai koalisi Merah-Putih,” jelas Ferdy.
Ferdy , jika kepala daerah dipilih DPRD, rakyat hanya tinggal menerima pemimpin
yang dipilih DPRD, tanpa peduli pemimpin itu korup atau tidak. Partisipasi dan
keterlibatan rakyat dalam menentukan siapa pemimpin daerah kemudian tak ada
lagi.
“Tak ada jaminan apapun jika kepala daerah
dipilih DPRD, akan mengurangi
korupsi. Justru selama ini DPR dan DPRD menjadi biang korupsi. Bahkan di
beberapa daerah, seperti di beberapa kabupaten di Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT), kebanyakan DPRD periode lama menjadi
kontraktor
proyek,” katanya.(sp/mk)
0 komentar:
Post a Comment