Jakarta (Metro Kalimantan) - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Laksamana Sukardi mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Rabu (10/12). Kehadiran Laksamana cukup mengejutkan, lantaran
namanya tak tercantum dalam agenda pemeriksaan KPK.
Tiba sekitar pukul 10.15 WIB, Menteri BUMN era Presiden Megawati itu
hanya melempar senyum dan langsung masuk ke lobi ruang tunggu KPK.
Laksamana datang ke Gedung KPK untuk dimintai keterangan dalam proses
penyelidikan kasus dugaan pemberian suratketerangan lunas (SKL) kepada
sejumlah obligor (penghutang) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Iya, yang bersangkutan dimintai keterangan dalam proses
penyelidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK,
Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Rabu (10/12).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyatakan, pihaknya masih
terus mencari bukti terkait dengan kasus penerbitan SKL BLBI. Saat ini,
Zulkarnain menyatakan, kasus SKL BLBI masih berada dalam tahap
penyelidikan. KPK juga sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah Lusiana Yanti
Hanafiah yang berasal dari pihak swasta sejak 4 Desember 2014 hingga
jangka waktu enam bulan.
"Ya kalau ada informasi, kita masukan saja. Barangkali kita bisa memperkuat buktinya," kata Zulkarnain, Selasa (9/12).
Kedatangan Laksamana ke KPK bukan yang pertama. Pada 11 Juni 2013
lalu, Laksamana diperiksa KPK dalam kasus yang sama. Keterangan
Laksamana dibutuhkan penyelidik lantaran merupakan salah satu orang yang
memberikan masukan kepada mantan Presiden Megawati Soekarno Putri untuk
penerbitan SKL.
Dalam mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002, selain
mendapat masukan dari Laksamana selaku Menteri BUMN, Megawati juga
mendapatkan masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono dan mantan
Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti. Dalam menyelidiki kasus
ini, KPK sudah pernah memeriksa mantan Menteri Perekonomian era Presiden
Adurahman Wahid, Rizal Ramli, mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie
dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti.
SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan
10. Dalam kasus BLBI, surat keterangan lunas tersebut menjadi dasar bagi
Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan/ SP3) terhadap sejumlah pengutang. Salah satunya
adalah pengusaha Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional
Indonesia, yang dihentikan penyidikannya pada Juli 2004. Tercatat
beberapa nama konglomerat papan atas lainnya, seperti The Nin King, dan
Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus "release and
discharge" dari pemerintah.
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI
sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional,
sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam
audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank
penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun.
Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK
sendiri melakukan penelusuran dalam kasus BLBI ini sejak masih di bawah
pimpinan Antasari Azhar. Rupanya KPK terus melakukan penelusuran hingga
saat ini dengan melakukan pemeriksaan terhadap Kwik Kian Gie dan
menduga adanya tindak pidana korupsi dalam pengeluaran SKL BLBI
tersebut.(sp/mk-03)
Laksamana Sukardi Kembali Diperiksa KPK
Written By Unknown on Wednesday, December 10, 2014 | Wednesday, December 10, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment