Hosting Unlimited Indonesia

Muhiddin Dan Aad Kemungkinan Bebas

Written By Unknown on Wednesday, July 2, 2014 | Wednesday, July 02, 2014

Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Perkara gratifikasi kasus korupsi yang menimpa Adriansyah (Aad) sebagai Bupati Tanah Laut waktu lalu dan H. Muhidin sebagai pengusaha,  mereka terjerat keranah hukum bermula dari perpanjangan ijin kuasa pertambangan (KP) milik H. Muhidin (MH), dimana pada saat itu sebelumnya Ijin KP diterbitkan di Tanah Bumbu (Tanbu) oleh Bupati HM. Zairulah Azhar.

Setelah pemekaran wilayah dimana titik lokasi tambang berada didekat aliran Sungai Cuka Tanbu, Bupati Tanbu beserta DPRD menyerahkan wilayah tambang tersebut ke Tanah Laut. Tetapi dikarenakan titik tambang tersebut berada pada 2 wilayah perbatasan sedang bersengketa maka yang berwenang meneruskan itu harus melalui Gubernur Kalimantan Selatan.

Diketahui saat ini Gubernur Kalsel tidak melimpahkan sengketa tapal batas kedua wilayah itu pada Mendagri dikarenakan masih adanya surat pelimpahan dari Gubernur Dulu Alm Syahril Darham bahwa sungai cuka masuk wilayah tanah bumbu,belum dicabut serta adanya surat edaran baru dari Gubernur Rudy Ariffin yang mengatakan bahwa sungai cuka merupakan wilayah daerah Kabupaten Tanah Laut, dan sampai sekarang penetapan daerah sungai cuka masuk kabupaten mana tidak pernah ada keputusan, jadi sampai hari ini revisi tata ruang Provinsi maupun Kabupaten sampai saat ini belum disahkan oleh pusat kata Alumnus Fakultas Hukum yang tak mau disebutkan namanya ini.

Jadi ia  mengatakan ketika Muhiddin memilki kuasa tambang yang diterbitkan oleh Tanbu dan ingin diperpanjang melalu wilayah kabuapten Tanah Laut (Tala) maka terjadilah permintaan selaku pribadi Muhiddin  agar Aad selaku bupati tanah laut saat itu untuk memperpanjang ijinya.

Dalam peroses waktu perijinan rupanya ada komunikasi yang tersumbat sehingga Muhiddin melalui rekanan dari Partai PDI Pusat minta bantu untuk bisa memuluskan perijinan tersebut yang tadinya awalnya lokasi ijin di Tanbu sekarang beralih lokasinya di Tala. Demi kelancaran peroses penyelesaian perijinan Muhiddin memberikan uang tunai sejumlah Rp 5 miliar yang didistribusikan pada Aad dan dalam perjalanannya ternyata itu tak bisa diperpanjang ijinya.

Muhiddin kecewa sehingga membuat surat somasi pada Aad agar mengembalikan uang pengurusan ijin tersebut , tetapi posisinya tidak sebagai Pengusaha tetapi sebagai Walikota Banjarmasin saat ini. Dengan  menggunakan kewenangan itulah maka terjadi dugaan Gratifikasi, padahal itu kejadian kasus tersebut bukan dilakukan antara Pejabat antar Pejabat tetapi sebenarnya anta Kuasa Pertambangan dengan Pemerintah.

Atas pengakuan Aad Dana yang diterimanya untuk urus ijin KP itu Rp 3 miliar sementara kenyataannya Muhiddin telah menyerahkan uang sebanyak Rp 5 miliar melalui Parpol yang sama. Jadi dana Rp 2 miliar tidak diakui oleh Aad. Untuk itu muncullah ada indikasi gratifikasi secara hukum akibat dari pengurusan ijin untuk perpanjangan diasumsikan mengasih pejabat.

Atas dasar itulah Pihak peyidik Polda Kalsel dengan Mabes POLRI menetapkan tersangka Muhiddin selaku pemberi Aad selaku penerima sebagai tersangka dan sudah memasuki pada P21 yang sudah dilimpahakan ke Kejati Kasel, kapan hasilnya , kita tunggu prosesnya sampai ke pengadilan ujar alumni Fakultas Hukum Unlam ini memberikan pendapatnya.

Tetapi kalau analisa yuridis kita, karena perubahan wilayah dari Tanbu jadi ke Tala untuk wilayah ijin tambang itu, saat ini jika ditinjau secara causa prima tidak halal karena tidak defininitif sebab Mendagri belum mengesahkannnya sampai hari ini sebagai wilayah Tanah laut.

Berangkat dari situ maka kedua tersangka Aad Muhidin bisa lepas hukumnya karena tadinya wilayah tambang tersebut memang berada di Tanbu. Untuk ke Tala pelimpahan wilayah itu belum difinalisasi oleh Mendagri sampai hari ini.

Ditempat terpisah Kasi Penkum Kejati Kalsel Erwan S. melihat permasalah kasus Aad Muhidin tersebut saat dikonfirmasi usai orasi Demo Aktivis dikantornya bebrapa waktu lalu
mengatakan belum bisa memberikan penjelasan karena masih dalam tahapan proses. Adanya kemungkinan terdakwa bebas “mungkin saja”. (MP/MK)

0 komentar: