Hosting Unlimited Indonesia

Kepala Daerah Bisa Dipecat Dan Dipidanakan

Written By Unknown on Thursday, September 18, 2014 | Thursday, September 18, 2014

Dialog Kenegaraan
Jakarta (Metro Kalimantan) - Menjadi kepala daerah saat ini tidak lagi enak seperti sebelumnya, dimana para bupati dan walikota seakan menjadi raja-raja kecil.

Melalui perubahan Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 1999 menjadi UU No 32 Tahun 2004, pemerintah ingin menata ulang sistem pemerintahan daerah untuk memperbaiki relasi antara pemerintah pusat, gubernur, dan bupati/walikota.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda), Prof Djohermansyah Djohan di Jakarta, Rabu (17/9), mengatakan, ada 22 isu strategis dalam RUU Pemerintahan Daerah (Pemda), yang intinya  memperbaiki relasi antara gubernur, bupati, walikota, dan tentu dengan presiden.

“Selama ini,  putus mata rantainya. Bupati dan walikota bebas menjadi raja-raja kecil di daerah. Mereka menikmati kekuasaan sangat besar. Mereka bebas melakukan apa saja, bebas kemana saja dan tak perlu melapor ke gubernur,” katanya.

Ke depan, kata dia,  bupati/walikota berada  di bawah pembinaan ketat gubernur. “Kita bangun hierarki dengan memberikan tugas pemerintahan umum,” katanya.
Djohermansyah kemudian menyebut ada tiga urusan pemerintahan.

Pertama, urusan pemerintahan absolut yakni urusan pemerintahan yang mutlak menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti pertahanan, keamanan, agama, yustisi, politik luar negeri, moneter dan fiskal.

Kedua, urusan pemerintahan konkuren yakni urusan pemerintahan yang dibagi atas pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

Ketiga, urusan pemerintahan umum yakni urusan pemerintahan pusat yang dilimpahkan pelaksanaan kepada gubernur dan bupati/walikota di wilayahnya masing-masing, misalnya urusan menjaga empat pilar negara.
“Kejelasan pembagian urusan pemerintahan juga untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan antar susunan atau tingkat pemerintahan dan menghindari saling lempar tanggung jawab,” katanya.

Sanksi Keras

Djohermansyah juga menegaskan, dalam RUU Pemda ini, kepala daerah akan diberi sanksi tegas jika melanggar aturan.

Sanksi bisa dalam bentuk teguran, diberhentikan sementara dan sampai dipecat atau dimakzulkan jika sudah merugikan kepentingan umum.

Para kepala daerah juga akan diberi sanksi pidana minimal satu tahun penjara jika seenaknya mengangkat dan memindahkan staf atau PNS sembarangan.

Yang terjadi selama ini, kata dia, setelah bupati terpilih, dan ada PNS yang bukan pendukungnya dipindahkan ke tempat lain atau tidak diberi posisi yang semestinya. Ini jelas perbuatan melanggar UU dan harus dihentikan.

“RUU Pemda mengatur hal ini dan tindak tanduk kepala daerah akan diatur lebih tegas lagi dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Administrasi Pemerintahan Sipil, sehingga tidak bisa lagi main ganti-ganti pejabat seenaknya,” katanya.

 Mengenai pergantian kepala daerah karena alasan mundur, Djohermansyah mengatakan,  kepala daerah yang mengundurkan diri tak perlu melalui mekanisme sidang paripurna.

“Dia cukup mengatakan saya berhenti. Enggak perlu di bawah ke DPRD, nanti tak lantik-lantik dia,” katanya.(ant/sp/mk)

0 komentar: