Jakarta - Rendahnya pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi pada remaja,
mengakibatkan banyak terjadi perkawinan di bawah usia 20 tahun.
Peneliti
Puslitbang Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Mugia Bayu Raharja mengatakan, pembangunan penduduk
usia remaja merupakan sasaran Rencana Pembangunna Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan merupakan target MDGs.
Menurut Mugia, hal
tersebut perlu dilakukan, untuk menurunkan angka kelahiran pada umur
remaja. Dari data yang dimiliki, diperkirakan 14 juta remaja wanita
15-19 tahun di dunia mengalami kehamilan, 70 ribu di antaranya meninggal
ketika melahirkan.
Sedangkan jumlah wanita Indonesia umur 15-19 tahun pada 2010 mencapai 9,5 juta jiwa. Bahkan diperkirakan 2014 mencapai 10 juta.
Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, presentase remaja
wanita 15-19 tahun yang sudah melahirkan dan hamil anak pertama
mencapai 9,5 persen sedangkan Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur
(ASFR) menunjukan 48.
"Satu dari sembilan remaja wanita umur
15-19 tahun sudah pernah melahirkan atau sedang hamil. Karena 95,2
persen dari remaja yang sudah melahirkan memiliki satu anak lahir hidup
dan 48 persen memiliki dua atau tiga anak lahir hidup," kata Mugia saat
di temui di Kantor BKKBN, Jakarta, Senin (24/3/2014).
Menurut
dia, 11,1 persen dari remaja wanita umur 15-19 tahun sudah pernah kawin,
sedangkan pertama kali mereka kawin pada umur rata-rata 10-14 tahun.
Sedangkan
remaja yang pernah melahirkan 59 persen berumur 15-19 tahun dan
rata-rata usia melahirkan di bawah 18 tahun. Dalam hal ini, secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara jeadian fertilitas
remaja dengan daerah tempat tinggal, pendidikan, status bekerja, serta
tingkat kesejahteraan keluarga.
Banyak remaja yang memakai
kontrasepsi umumnya adalah remaja yang pernah melahirkan anak hidup.
Dan satu dari empat remaja wanita 15-19 tahun masih ingin mempunyai anak
lebih dari dua.
"Kebanyakan remaja yang tinggal di pedesaan,
berpendidikan rendah, tidak bekerja dan berstatus ekonomi rendah
kecendrungan mengalami fertilitas di usia remaja," ujarnya.
Untuk
itu kedepannya, perlu dilakukan peninjauan ulang terkait kesehatan
reproduksi remaja. Undang-undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
memberikan celah bagi pernikahan pada usia remaja, maka diperlukan
peninjauan ulang.
Selain itu peningakatan pengatahuan remaja
mengenai kesehatan reproduksi melalui kurikulum pendidikan di sekolah.
Serta meningkatkan pendidikan formal yang lebih tinggi bagi remaja
wanita intensifikasi program wajib belajar 12 tahun.
"Kita bisa
meningkatkan upaya fasilitas pelatihan dan pengembangan usaha ekonomi
kreatif bagi remaja wanita yang putus sekolah di pedesaan," tegasnya.(maf/mk)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment