Pasar induk Nunukan |
Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : 01/Q.4/Fd.1/03/2014. Bersamanya, penyidik juga menetapkan mantan
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nunukan Khotaman dan Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan I Putu Budiarta sebagai tersangka proyek senilai Rp 13,7
miliar, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nunukan 2006-2009.
Kepada wartwan Haji Bato menjelaskan, ia sama
sekali tidak mengetahui pelaksanaan proyek tersebut. Yang ia tahu,
pekerjaan dimaksud mulai awal hingga selesai dilaksanakan Haji Jayadi Rusman. Begitu pula dengan proses administrasi hingga pencairan pembayaran pekerjaan.
Saat
proyek tersebut diadakan, perusahaan miliknya CV Saturiah tidak bisa
mengikuti tender, karena dinilai tidak memenuhi persyaratan. Proyek
tersebut akhirnya dimenangkan CV Amalia. Belakangan, Haji
Jayadi yang menjabat sebagai Direktur Teknik CV Saturiah melobi pemilik
CV Amalia untuk mengalihkan pekerjaan tersebut.
Pekerjaan
itupun dialihkan kepada Haji Bato. “Itu secara pribadi bukan ke
Saturiah. Saya betul-betul tidak tahu. Masalah administrasi saya mana
tahu. Sedangkan di Saturiah saya atas nama saja sebagai direktur. Saya
cuma kelas 3 SD, kerja begini saya mana tahu,” ujarnya.
Kuasa usaha akhirnya dikeluarkan notaris Yuses. Kuasa Usaha Nomor 26 diterbitkan pada Selasa, 28-11-2006. Direktur CV Amalia Hajjah Nurhidayah dan Komisaris Herman Hamid sebagai pemberi kuasa, memberikan kuasa kepada Haji Batto.
Haji
Bato diberikan kuasa mewakili dan bertindak untuk dan atas nama
perseroan, komanditer CV Amalia, tersebut khusus untuk melaksanakan
pekerjaan proyek Pembangunan Pasar Induk Kabupaten Nunukan
tahun anggaran 2006 yang terletak di Nunukan, berdasarkan surat
perjanjian pemborongan pekerjaan (SPPP) tertanggal Sembilan Oktober
tahun Dua Ribu Enam (09-10-2006) Nomor 640/1189/SPPP-PPI/KDPU/X/2006.
Baru berjalan sekitar dua bulan, melalui Kuasa Usaha Nomor 21 yang diterbitkan, Selasa, 16-2-2007, Hajjah
Nurhidayah dan Herman Hamid menarik atau membatalkan kuasa yang telah
diberikan kepada Haji Bato dan memberi atau mengalihkan kuasa usaha
tersebut kepada Haji Jayadi Rusman.
Dengan pengalihan tersebut, rekening perusahaan di Bank Kaltim Nomor 0091512645 menjadi atas nama Haji Jayadi Rusman.
Sebenarnya,
penerbitan kuasa usaha ini sama sekali tidak diketahui Haji Bato. Ia
mengaku baru mengetahui adanya kuasa usaha dimakud setelah kasus ini
mencuat dan diselidiki Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Soal
tandatangannya sebagai penerima kuasa usaha, Haji Bato dengan tegas
membantahnya. "Demi Tuhan bukan tandatangan saya. Bukan tanda tangan
saya ini,” ujarnya sambil menunjukkan tandatangan atas nama Haji Bato
yang tercantum pada kuasa usaha dimaksud.
Untuk
membuktikan jika tandatangan itu bukan ia yang membubuhkannya, Haji
Bato menunjukkan tiga kartu tanda penduduk (KTP). Masing-masing KTP
Makassar tahun 2008, KTP Kabupaten Bekasi dan KTP Kabupaten Nunukan
2012 atas namanya. Dari pengamatan tandatangan pada
ketiga KTP dimaksud, seluruhnya sama. Tandatangan diketiga KTP ini
berbeda dengan yang ada pada kuasa usaha.
“Saya memang tidak tahu. Kuasa usaha ini saya tidak tahu dan saya tahunya ada ini setelah kasusnya muncul,” ujarnya.
Ia juga mengaku tidak tahu jika belakangan ada penarikan kuasa usaha darinya dan dialihkan ke Haji Jayadi.
Dikatakan,
selama proses pekerjaan dimaksud berjalan, semuanya dilaksanakan Haji
Jayadi. “Waktu itu diantaranya dia tidak punya modal, minta tolong
secara pribadi kepada saya. Saya pinjamkan, nanti termin dikembalikan,”
ujarnya
Tak hanya soal pekerjaan, proses administrasi hingga pencairan dana juga tak melibatkan Haji Bato.
“Proses administrasi, pencairan uang, cek ada semua. Itu Haji Jayadi.
Saya tahunya duit yang dipinjam kemudian dikembalikan,” ujarnya.(Niko Ruru/MK)
0 komentar:
Post a Comment