Mantan Badan Pengawas (Bawas) PDAM Kota
Makassar, Bastian Lubis, mengungkapkan, kebijakan kerja sama PDAM
Makassar dengan PT Traya Tirta Makassar sebetulnya sudah dibuatkan
rekomendasi karena adanya kerugian di pihak PDAM. Saat itu, Bastian
termasuk bagian Bawas. Atas kerja sama itu, tarif PDAM menjadi naik.
Pada 2007, Bawas PDAM mengeluarkan
rekomendasi agar menghentikan kerja sama dengan PT Traya. Pada 2008,
saat Ilham akan mengikuti pemilihan wali kota, Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit. Ilham sendiri yang meminta BPKP
melakukan audit. Hasilnya keluar pada 30 Desember 2008.
"BPKP merekomendasikan kepada wali kota
untuk memutus kontrak PT Traya dengan PDAM," ujar Bastian Lubis kepada wartawan.
Alasannya, jika kerja sama itu
dilanjutkan, maka akan menambah kerugian PDAM. Masyarakat yang akan
terbenani kenaikan tarif selama 25 tahun. Hanya saja, rekomendasi
tersebut tak digubris alias didiamkan.
Setelah itu, pada 2010 Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan keuangan Pemkot
Makassar.
Rekomendasi sama atas PDAM juga
dikeluarkan. Karena alasan tak menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan
(LHP), BPK lalu melakukan audit investigasi pada 2011. Dari hasil
investigasi itulah ditemukan dugaan kerugian negara Rp38,1 miliar.
Pada saat bersamaan, pada 2010, intalasi
penjernihan air (IPA) selain IPA Panaikang, juga sudah mulai
dikerjasamakan. Sebut saja ada IPA Sombaopu dan IPA Mallengkeri. IPA
yang menjerat Ilham adalah IPA II Panaikang yang saat ini bergulir di
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Karena tidak ditindaklanjuti oleh direksi, dicueki, maka BPK melaporlah ke KPK," imbuh Bastian Lubis.
Sebetulnya, pada 2009 KMAK juga telah
melaporkan kasus ini, namun belum dilanjutkan oleh KPK. Saat itu,
direksi PDAM juga kurang merespons laporan tersebut. Belakangan, setelah
pergantian dirut dari Tajuddin Noor, ke Hamzah Ahmad, kerja sama dengan
PT Traya tersebut belum juga diputuskan.
Hal ini yang disebutkan terjadi
pembiaran dan tak mengindahkan rekomendasi BPK. Terkait orang-orang yang
bisa saja dijerat terlibat, salah satunya adalah panitia lelang kerja
sama dengan PT Traya tersebut.
Apalagi, ada dua orang yang saat itu
memberikan nilai 100 kepada PT Traya. Lelang itu dituding sebagai
akal-akalan semata.
Alasannya, kata Bastian, PDAM bekerja
sama dengan PT Traya, namun seakan-akan ikut tender. Skor 100 inilah
yang mencurigakan karena terkesan ingin memenangkan PT Traya. Wali Kota
Makassar saat itu, disebut terlibat karena ikut bertandatangan.
"Wali kota saat itu bertandatangan. Ya,
penyalahgunaan wewenang. Wewenang itu ada pada dia, tetapi ndak dipakai.
Padahal sudah diberi tahu oleh BPK supaya kontrak itu diputuskan,"
papar Bastian.
Alasan lain sehingga kerja sama itu
merugikan yakni kenaikan tarif setelah kerja sama. Padahal sebelumnya,
harga pokok untuk produksi air bersih hanya di kisaran Rp300-Rp400 untuk
satuan tertentu. Setelah dipihakketigakan, justru naik menjadi Rp1.300.
Alasan PT Traya saat itu,
menginvestasikan Rp73 miliar ditambah Rp5 miliar untuk praoperasi.
Ternyata dari situ, karena ada kemahalan, sehingga Rp38,1 miliar itu
sebetulnya tidak ada. Itulah yang dianggap kerugian berdasarkan temuan
BPK. Namun nilai kerugian bisa saja meningkat karena KPK saat ini baru
menghitung kerugian berdasarkan nilai investasi.
"Kewenangan Pak Ilham untuk memberhentikan kerja sama, itu tidak dilakukan," imbuhnya.
Koordinator Komite Pemantau Legislatif
(Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah yang juga tergabung dalam KMAK
yang turut melaporkan PDAM ke KPK, mengatakan, banyak kejanggalan dari
kerja sama PDAM dan PT Traya tersebut. IPA Panaikang yang dikerjasamakan
tidak membawa keuntungan.
"Hanya merawat lalu dijual kembali ke
PDAM," ujar Syamsuddin. Ia juga menegaskan, sebelum ditangani BPK dan
KPK, bawas PDAM sudah mengkaji dan itu dianggap tidak menguntungkan.
Rekomendasi bawas menilai mekanismenya bermasalah. (zuk)
0 komentar:
Post a Comment