Yenny Sucipto (google) |
Sekjen Forum Indonesia Untuk
Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny
Sucipto di Jakarta, Rabu (25/3), mengatakan, setelah
masa reses, saat ini sidang kembali dibuka oleh DPR.
Sayangnya,
alih-alih memperjuangan aspirasi masyarakat dari dapil, DPR justru
memperjuangkan nasibnya sendiri atas nama kepentingan rakyat, dengan
kembali mengusung dana aspirasi. Dana ini berubah nama dari periode
sebelumnya yaitu dana pembangunan dapil.
"Arsul
Sani anggota DPR malah menyebut ini layaknya Dana Bansos DPR (rawan
korupsi). Naifnya, aspirasi masyarakat justru ditafsirkan secara
melenceng seolah-olah dapil hanya membutuhkan anggaran dari APBN,"
kata Yenny.
Padahal,
kata dia, tindak
lanjut aspirasi tidak melulu masalah uang, tapi soal
akses informasi, akses
kebijakan publik, pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat, dan
itu jauh lebih
penting.
Rencananya,
kata dia, dalam masa sidang kedua ini, DPR akan memperjuangkan dana
aspirasi senilai Rp 3-10 miliar per orang setiap tahun.
Artinya,
jika diasumsikan nilai tertinggi Rp 10 M x 560 orang, maka akan
menyedot anggaran APBN senilai Rp 5,6 triliun per tahun. Dan total Rp
28 triliun dalam satu periode 2014-2019.
"Sungguh
angka yang tinggi dibandingkan dengan alokasi cadangan krisis pangan
di APBN P 2015 hanya kurang dari Rp 1 triliun. Untuk memuluskan hal
tersebut, DPR saat ini telah belajar dari tahun 2010 dimana dana
aspirasi banyak ditolak oleh masyarakat," katanya.
Rakyat Kecolongan
Yenny
mengatakan, untuk periode ini, rakyat kecolongan dengan tiga langkah
DPR.
Pertama,
DPR secara diam diam telah memasukkan dasar hukum hak DPR untuk
"mengusulkan
dan memperjuangkan pembangunan daerah pemilihan" pada
Pasal 80 huruf (j) dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3.
"Poin
ini sebenarnya tidak masuk usulan dalam draf RUU MD3 . Mungkin
politisi-politisi tersebut telah dengan sengaja mengingkari
masyarakat dengan memasukkan poin tersebut secara diam diam agar
tidak terjadi penolakan," katanya.
Kedua,
DPR ternyata telah membuat mekanisme menampung usulan memperjuangkan
pembangunan dapil dalam setiap akhir rapat paripurna.
Untuk
bulan Januari 2015 saja, kata dia, sudah ada 20-30 usulan dari
anggota dewan. Parahnya, usulan tersebut selalu diasumsikan dengan
keterbutuhan dana untuk dapil.
Ketiga,
ternyata DPR telah mengalokasikan dana rumah aspirasi dalam APBN
2015. Pada tahun ini saja, DPR mengelola uang senilai Rp 5,192
triliun,
dimana
Rp 1,625 triliun dialokasikan pada APBNP 2015 untuk membiayai rumah
aspirasi di dapil.
"Dengan
anggaran tersebut, setiap anggota DPR mendapatkan alokasi Rp 150 juta
per tahun atau Rp 12,5 juta per bulan untuk membiayai rumah aspirasi.
Untuk reses pertama ini, anggaran tersebut akan dicairkan bulan April
2015 senilai Rp 83 miliar
rupiah," katanya.
Yenny
mengatakan, anggaran untuk dapil ini terkesan tumpah tindih, karena
setiap bulan sudah melekat dalam tunjangan DPR untuk kepentingan
masyarakat sebesar Rp 40.140.000 per anggota dewan.
Anggaran
itu terdiri dari :
1.
Uang Pulsa Anggota DPR Rp. 14.140.000 per bulan.
2.
Uang Tunjangan Menyerap Aspirasi masyarakat Rp 8.500.000.
3.
Uang Tunjangan Peningkatan Legislasi, Anggaran dan Pengawasan Rp.
15.000.000.
4.
Uang Pengawasan dan Anggaran (Dobel anggaran) Rp. 2.500.000.(sp/mk01)
0 komentar:
Post a Comment