Ilustrasi Narkoba. net |
Berdasarkan Akta Dadah Berbahaya 1952 yang sampai sekarang masih diterapkan di Malaysia, jika terbukti bersalah membawa narkoba sebanyak itu, keduanya terancam hukuman mati. Polri agar serius menyikapi kasus ini sebab menyangkut nama baik bangsa dan negara di dunia internasional.
"Perilaku negatif dua anggota Polri tersebut sangat memalukan. Perbuatan mereka menurunkan citra bangsa dan negara Indonesia di dunia internasional. Seluruh rakyat Indonesia menanggung malu atas kejadian itu," ujar pengamat kepolisian dan militer Aqua Dwipayana saat diminta tanggapannya mengenai hal tersebut pada Minggu (31/8/2014).
Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto menjelaskan awal mula peristiwa ini terjadi. Pada 29 Agustus 2014, pukul 15.15 WIB waktu Kuching Malaysia, Polisi Narkotika PDRM diketahui telah mengamankan dua WNI di Kuching.
Tindakan tersebut dilakukan sebagai hasil pengembangan terhadap pelaku yang telah ditangkap oleh Polis Narkotik PDRM di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), yang mengaku bahwa akan mengirimkan barang ke Kuching. (Baca: Begini Proses Penangkapan 2 Polisi Indonesia di Kuching Malaysia)
"Sehingga berdasarkan informasi tersebut dilakukan pelacakan ke Kuching, dari hasil penelusuran tersebut maka Polis Narkotik PDRM menemukan 2 orang atas nama Idha Endri Prastiono dan MP Harahap yang ternyata adalah anggota Polda Kalimantan Barat," ujar Arief kepada wartawan, Minggu (31/8/2014).
Idha sempat menjabat sebagai Anjak Muda Biro Rena Polda Kalbar. Sedangkan Harahap merupakan anggota Polsek Entikong Polres Sanggau.
Aqua menambahkan, jika terbukti membawa narkoba sebanyak yang diberitakan media, keduanya terancam hukuman mati. Selama ini di antara negara-negara Asean, pemerintah Malaysia termasuk yang serius menerapkan hukuman berat baik kepada produsen, pengedar, maupun pemakai narkoba atau di sana disebut dadah
Begitu seriusnya menangani hal ini, sehingga pemerintah Malaysia mempunyai lembaga negara yang khusus menangani masalah narkoba. Lembaga itu namanya Agensi Antidadah Kebangsaan di bawah Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
Dalam Akta Dadah Berbahaya 1952 pada Pasal 39B disebutkan pengenaan hukuman gantung sampai hukuman mati bagi siapa pun yang memiliki 15 gram atau lebih narkoba jenis heroin, 1.000 gram atau lebih candu masak atau mentah, 200 gram atau lebih ganja, dan 40 gram atau lebih kokain.
"Ini kasus besar yang perlu penanganan serius dan sungguh-sungguh dari Polri. Dua anggotanya tersebut jika terbukti bersalah terancam dihukum mati. Kalau itu sampai terjadi, merupakan catatan kelam dan sangat memalukan bagi Polri," kata anggota Tim Pakar Seleksi Menteri ini.
Berkaitan dengan kasus tersebut, Aqua menyarankan kepada Kapolri Jenderal Sutarman agar membuat tim khusus yang terdiri dari beberapa orang dari direktorat terkait di Polri untuk melakukan pembicaraan intensif dengan PDRM. Paling utama dalam komunikasi yang dilakukan bukan membela kedua anggota Polri yang bersalah tersebut, tetapi menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang kasus itu dan pihak-pihak yang terkait dengan keduanya.
Jika semua data telah dikumpulkan dan dianalisa, baru melakukan pembicaraan mengenai proses kelanjutan hukuman pada dua anggota Polri tersebut. Jangan sampai ada kesan Polri mengintervensi mereka.
Namun sebelum itu dilaksanakan, agar Sutarman lebih dulu melakukan pembicaraan bilateral yang bisa dilakukan lewat telepon dengan Ketua Polis Negara Malaysia Sri Ismail Omar. Sekaligus 'kulonuwun' atas tim dari Polri yang akan melakukan pembicaraan dgn PDRM. Hal itu secara psikologis akan membantu memperlancar tugas-tugas tim yang berkomunikasi langsung dengan PDRM.
Kasus ini, ungkap Aqua, hendaknya jadi pelajaran sangat berharga bagi Polri. Jika ada anggotanya yang memiliki rekam jejak yang tidak bagus seperti AKBP Idha agar dipercepat proses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dengan begitu perilaku negatifnya dapat dihentikan segera dan tidak membuat nama Polri jadi makin negatif.
Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto membeberkan catatan hitam yang dimiliki Polri tentang AKBP Idha sejak bertugas di Polda Sumatera Utara (Sumut) hingga pindah ke Polda Kalbar. Hal itu seharusnya jadi dasar yang kuat untuk segera mem-PTDH Idha.
"Kasus ini sudah terjadi sehingga tidak perlu disesali. Terpenting tuntaskan segera dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku di Malaysia. Sedangkan bagi pimpinan Polri agar ini dijadikan pengalaman berharga untuk lebih ketat mengawasi anggotanya yang bersalah sehingga tidak terulang kembali di masa datang," tegas Aqua menutup komentarnya.(dtk/mk)
0 komentar:
Post a Comment