Hosting Unlimited Indonesia

Koalisi Merah Putih Mengarah Pada Politik Orde Baru

Written By Unknown on Monday, September 29, 2014 | Monday, September 29, 2014

Deklarasi KMP
Jakarta (Metro Kalimantan) - Menyimak dinamika politik pasca Pemilihan Presiden 9 Juli 2014, Setara Institute menangkap gejala yang sangat kuat bahwa perpolitikan Indonesia sedang mengarah pada konsolidasi politik Orde Baru.

Setara Institute menilai konsolidasi politik ini mengubah pranata-pranata demokrasi yang telah dihasilkan selama konsolidasi demokrasi sejak 1998 hingga sekarang.

“Ada tiga isu yang menjadi perhatian kami yang menunjukkan upaya untuk kembali rezim Orde Baru. Upaya ini diwakili oleh partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang pada pilpres Juli lalu mengusung pasangan Prabowo-Hatta,” ujar Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani saat konferensi pers di Kantor Setara Institute, Jakarta pada Senin (29/9).

Selain Ismail, hadir juga Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, peneliti Setara Institute Aminudin Syarif dan peneliti dan pejabat sementara Suryadi Radjab sebagai pembicara.

Konferensi pers ini bertemakan “Mengawal Wakil Rakyat, Membendung Arus Konsolidasi Orba”.

Ismail menilai, pengesahan UU Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) merupakan konsolidasi awal kekuatan politik bergaya Orba oleh Koalisi Merah Putih (KMP).

Pengesahan UU MD3 tersebut, lanjutnya dimenangkan oleh KMP. Padahal, secara formal dan materi UU MD3 ini memiliki banyak cacat sehingga tak heran kurang lebih 10 kelompok ataupun pengorangan mengajukan uji materi terhadap UU MD3 ini ke Mahkamah Konstitusi.

“UU MD3 membelokkan suara rakyat yang memberikan mandat pada partai pemenang pemilu untuk memimpin lembaga perwakilan. Hal ini dilakukan oleh KMP untuk memangkas hak PDI Perjuangan untuk memimpin DPR dan dilakukan dengan dasar bagi-bagi kekuasaan ”tuturnya.

Ismail  juga berpandangan bahwa UU MD3 terlalu memberikan privilege khusus kepada DPR sebagaimana dalam pasal 245 ayat (1) yang memuat ketentuan bahwa penyidik, baik dari kepolisian, kejaksaan dan maupun KPK harus mendapat izin dulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
“UU MD3 juga dibahas tanpa melibatkan DPD secara berkualitas padahal DPD adalah stakeholders dari UU ini,” katanya.

Konsolidasi politik gaya Orba lain yang akan didorong KMP, menurut Ismail adalah gagasan pengembalian kedudukan MPR. Ismail menilai kemungkinan besar KMP akan mendorong gagasan ini agar Presiden dan Wakil Presiden menjadi mandataris MPR sehingga tidak lagi dipilih oleh rakyat.

“Ini tentunya menyalahi prinsip demokrasi konstitusional sebagaimana tertuang dalam UUD tahun 1945. MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat karena rakyat sudah berdaulat langsung,” tegasnya.

Dia menjelaskan bahwa setelah perubahan keempat UUD 1945, MPR tidak lagi dipahami sebagai lembaga tertinggi negara karena kedudukannya sudah sama dengan lembaga tinggi negara lainnya, seperti DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, MK, MA dan BPK.

“Gagasan pengembalian kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara hanya didorong oleh nafsu politik dan kekuasaan dari KMP,” katanya.

Selain dua konsolidasi politik gaya Orba yang telah disebut, Ismail menilai pengesahan RUU Pilkada melalui mekanisme voting pada Jumat (26/9) lalu merupakan konsolidasi politik gaya Orba yang lain. Menurutnya, pilkada lewat DPRD merupakan pemangkasan terhadap kedaulatan rakyat oleh elite partai politik.

“Politik lewat DPRD merupakan salah satu ciri khas politik Orba di mana yang mengendalikan seluruh proses politik adalah elite parpol sehingga sangat oligarki,” pungkasnya.(sp/mk)

0 komentar: