Dia juga membantah telah menggusur masyarakat yang selama bertahun-tahun tinggal di sekitar wilayah eksplorasi tambang pasir besir di tiga wilayah yakni Pantai Wonorogo, Desa Tumpakrejo, Kecamatan Gedangan, Pantai Kondang Pakem, Desan Mentaraman, Kecamatan Donomulyo, dan Pantai Jelangkung, Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang.
Najib Attamimi kepada SP di Jakarta, Rabu (26/3) malam mengatakan, pihaknya sudah mengantongi izin penambangan dari tingkat paling rendah hingga ke pusat, termasuk ke Kementerian ESDM.
“Kami mengikuti semua proses terkait izin penambangan dan tidak benar kami beroperasi secara ilegal,” katanya.
Najib juga siap mempertanggung jawabkan semua kegiatan pertambangan yang dilakukan perusahaannya, jika Komisi III DPR RI mempertanyakan dan memanggil dia. Dia juga siap diperiksa aparat penegak hukum kalau dipanggil.
“Kalau saya salah, saya siap menghadap Komisi III DPR RI dan pihak kepolisian untuk menjelaskan persoalan yang sesungguhnya. Saya tidak pernah tidak datang kalau dipanggil. Tidak dipanggil saja saya datang,” katanya.
Karena itu, Najib mempertanyakan data LSM yang dimiliki Ketua Komisi III DPR RI, Pieter C Zulkiefli terkait usaha pertambangan pihaknya yang dituduh ilegal.
Karena menurut dia, LSM yang ada di Malang justru bertindak sebaliknya yakni memeras perusahaan dia.
“LSM itu datang memeras perusahaan saya. Mereka minta satu ton material tambang dibayar Rp 500 ribu. Lho..saya saja jualnya Rp 560 ribu, bagaimana mau untung,” kata Najib yang meminta untuk menanyakan kembali ke Pieter soal data yang dimilikinya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Pieter C Zulkiefli ketika dikonfirmasi Kamis (27/3) pagi, mengatakan, sebagai anggota DPR RI yang membidangi masalah hukum dan HAM, pihaknya bekerja atas perintah konstitusi.
“Saya berhak tahu apa yang sedang dialami warga saja. Apalagi ada pengaduan bahwa para preman dibayar untuk berhadapan dengan warga yang tinggal di sekitar lokasi penambangan. Awak media juga tidak boleh mendekati lokasi penambangan,” kata Pieter.
Tak Ada Izin Tambang
Tentang izin tambang, Pieter lebih jauh mengatakan, pada 6 Februari 2007, Menteri Kehutanan menolak izin kegiatan penambangan pasir besi di Pantai Wonogoro, Desa Tumpak Rejo, Kecamatan Gedagan, karena lokasi tersebut merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
Tetapi pada tanggal 12 Juli 2012, Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Fakta ini saja sudah menjelaskan adanya pelanggaran terhadap surat Menteri Kehutanan pada tanggal 6 Maret 2012.
Kementerian ESDM sendiri, kata dia, sudah memerintahkan kepada Pemerintah Kabupaten Malang agar penerbitan IPR dtinjau ulang, karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi hal ini tidak diindahkan oleh penambang dan Pemerintah Kabupaten Malang.
“Diduga ada konspirasi karena kegiatan penambangan dan penimbunan dengan menggunakan alat-alat berat terus berlangsung sampai hari ini. Padahal kalau itu IPR, maka tidak dibenarkan menggunakan alat-alat berat. Hukum telah diinjak-injak. Hak-hak rakyat ditindas,” kata Pieter.
Pieter lebih jauh mengatakan, dalam kondisi seperti ini, negara tidak boleh kalah dengan mafia. Hukum harus menindak tegas berbagai perilaku yang dapat merugikan rakyat dan negara.
“Najib Atamimi adalah sosok yang selalu merasa kebal hukum. Saya mendesak Polri untuk bersikap profesional dan KPK secepatnya mengusut konspirasi para pejabat daerah dan oknum yang terlibat dalam penambangan pasir besi di Malang selatan,” katanya.(sp/mk)
0 komentar:
Post a Comment