Azis Syamsuddin Dan Komisi III dirumah Budi Gunawan |
Namun DPR, menurutnya, tidak akan langsung membawa pelangaran UU No 11/ 2002 tentang Polri ke arah impeachment dan masih memberikan kesempatan kepada presiden untuk melakukan langkah konsultasi dengan pimpinan DPR.
"Presiden menurut UU No 2/2002 tentang Polri Pasal 11 ayat (3) ketika memberhentikan Kapolri maka harus menunjuk penggantinya. Tapi ini tidak kunjung direalisasikan. Ini pelanggaran UU bisa mengarah kepada impeachment, tapi kita masih memberikan kesempatan pada presiden untuk melakukan langkah-langkah konsultasi dengan pimpinan DPR," ujar Aziz, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/1).
Meski rapat konsultasi tidak tertulis dalam aturan perundangan dalam kasus pelanggaran konstitusi yang dilakukan presiden, namun, Aziz berpendapat, DPR mendahului hal ini ketimbang mengambil langkah-langkah yang mengarah pada impeachment. "Kita masih memberikan kesempatan pada presiden untuk melakukan langkah konsutasi. Meski tidak diatur, tapi kita mendahului penyelesaian dengan cara seperti ini," tegasnya.
Jika ini tidak juga diindahkan oleh Jokowi maka, lanjutnya, DPR bisa melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada demi menegakkan aturan perundangan. "DPR bisa melakukan langkah sesuai mekanisme dan aturan perundangan yang ada yang dimiliki oleh DPR. Ini nanti akan dibahas di paripurna MPR, diserahkan ke MK dan jika dinyatakan bersalah dikembalikan lagi ke MPR untuk diambil keputusan," katanya.
Ditanyakan apakah jika Jokowi, melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan malah menimbulkan kontroversi, Aziz menyatakan, Komisi III hanya berupaya menjalankan aturan perundangan, sementara masalah kalau itu dianggap melangar etika, itu bukan ranah Komisi III.
"Kita hanya bicara hukum. Hukumnya mengharuskan presiden melantik. Kalau dikatakan bahwa seorang tersangka dilantik itu melanggar hukum, maka tidak ada yang dilanggar. Tapi kalau melanggar etika, ya, bisa saja, tapi kan yang kita bicarakan hukumnya dan presiden wajib menjalankan hukum tersebut," katanya.
Terkait laporan terhadap 3 pimpinan KPK di Polri, Aziz mengatakan bahwa laporan itu dilakukan oleh perseorangan. Bareskrim, menurutnya, hanya menjalankan tugasnya menerima laporan masyarakat.
Dia mengatakan, Polri tidak berhak menolak laporan perorangan terhadap pimpinan KPK dan harus menindaklanjutinya.
"Itu kebebasan setiap orang untuk membuat laporan. Itu kebebasan individu. Pihak kepolisian akan menampung laporan-laporan masyarakat untuk ditindaklanjuti. Apabila persyaratan mencukupi minimal dengan dua alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli atau bukti lainnya mencukupi maka Polisi wajib menindaklanjutinya. Kalau tidak pelayanan masyarakat akan menyampaikan kepada pelapor bahwa ini tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada dua alat bukti," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar.
Dia pun menyamakan laporan ke kepolisian seperti halnya laporan perdata di pengadilan negeri, judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), sidang pra peradilan yang sifatnya individu. "Tidak ada yang bisa melarang warga negara untuk melakukan itu semua.Siapapun berhak melakukannya," katanya.
Ditanyakan kemungkinan mengenai rekayasa, Aziz mengatakan, kalaupun laporannya direkayasa kalau tidak ada alat bukti maka laporan itu tidak bisa ditindaklanjuti dan kalaupun direkayasa selama ada dua alat bukti maka itu secara hukum sah saja."Kalau masalah kecepatan polisi menindaklanjuti itu kan memang standar dan mekanismenya seperti itu, cepat, tepat, dan murah. Masak cepat diprotes, lambat pun diprotes," katanya.
Sementara mengenai wacana imunitas pimpinan KPK, Azis mengatakan bahwa itu melanggar Pasal 27 UUD 45 tentang kesamaan di mata hukum. Ini azas universal, anggota DPR imunitasnya pun hanya sebatas pada tugas dan kewenangannya. "Yah kalau ini disetujui akan bertentangan dengan UUD dong," katanya.(sp/mk08)
0 komentar:
Post a Comment