Otto Hasibuan (google) |
"Dengan terpaksa Munas II ditunda untuk 3 bulan dan selambat-lambatnya 6 bulan," kata Ketum DPN Peradi Otto Hasibuan, sewaktu menunda sidang Munas II Peradi, pukul 20:00 WITA di Ballroom Phinisi Hotel Grand Clarion, Makassar, Jumat (27/3).
Otto tidak memberi penjelasan rinci ketika disinggung, mengapa pihaknya tidak menyiapkan penyelenggaraan munas dengan menyusun langkah antisipasi kericuhan termasuk perpecahan di tubuh Peradi sendiri. Sebab, langkah menunda tanpa membuka sidang memunculkan asumsi bahwa sikap tersebut merupakan skenario untuk mempertahankan status quo.
"Saya pikir kita harus melihat dulu secara jernih. Bukan kami yang ingin rusuh. Untung saja ada polisi yang bekerja secara sigap," jelasnya.
Penundaan tersebut menimbulkan kericuhan yang lebih parah dibanding penundaan yang diputuskan Otto Hasibuan pada pukul 14:00 WITA. Pasalnya, umpatan hingga aksi mengejar Otto oleh peserta munas tak sampai membuat puluhan anggota Sabhara Polrestabes Makassar turun tangan mengamankannya hingga meninggalkan ballroom.
"Saya memohon maaf kepada advokat seluruh Indonesia dan Wapres yang telah hadir diwakili Menko Polhukam, dan Gubernur Sulsel. Kepada Kapolda, Pangdam, dan seluruh warga Makassar. Tidak ada niat kami menunda dengan sengaja. Ini hal-hal yang sangat terpaksa," ujarnya.
Menurutnya, penundaan munas merupakan usulan dari 48 DPC Peradi serta permintaan dari panitia penyelenggara yang mengaku sudah tak mampu lagi melanjutkan acara. Bahkan, 48 DPC tersebut awalnya meminta munas ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan.
Peserta Munas dan beberapa DPC tetap bertahan dalam forum sidang. Mereka menghendaki munas terus berjalan dengan pemilihan calon Ketum Peradi periode 2015-2020. Sejumlah pengurus DPN Peradi seperti Leonard Simorangkir bersama DPC-DPC yang bertahan tetap melanjutkan sidang.
Menurut Otto mereka tidak berhak melanjutkan sidang karena, secara ketentuan dirinya masih menjabat sebagai Ketum Peradi yang sah alias belum demisioner. Lagipula dari 67 DPC, 48 DPC meminta munas ditunda.
"Saya tidak tahu siapa yang ada di sana tetapi dari 67 DPC Peradi, 48 DPC meminta menunda munas. DPC itu yang mengundang adalah DPN dan masa jabatan saya belum berakhir. Munas yang sah adalah yang dilakukan oleh kami, kalau mereka gelar munas harus sesuai dengan AD/ART," ujarnya.
Munas tersebut sudah menunjukan gejala ricuh sejak pukul 09:00 WITA ketika agenda sidang pembahasan tata tertib hendak dibuka. Sejumlah orang yang tidak memiliki tanda pengenal peserta memaksa masuk ruang sidang. Hal itu memancing bentrokan antara advokat dengan kelompok massa tersebut sehingga langsung ditindak pihak keamanan.
"Saya mendapat laporan ternyata ada pihak-pihak yang bukan advokat. Ini laporan dari panitia. Maka, kalau terjadi bentrokan menimbulkan korban yang tidak diinginkan," ungkapnya.
Agenda meneruskan munas oleh sejumlah pengurus DPN Peradi dan DPC yang bertahan dalam ballroom juga berlangsung ricuh. Setelah lima pimpinan sidang sementara ditetapkan, sebagian peserta tidak puas karena mereka menghendaki jumlah pimpinan sidang harus tujuh dengan Johnson Panjaitan sebagai salah satu anggotanya.
Sebagian peserta menentang aspirasi tersebut. Ketika Johnson akhirnya legowo turun dari mimbar kondisi sempat kembali kondusif. Namun, sewaktu salah satu advokat maju dan naik ke atas mimbar meminta Johnson tetap menjadi anggota pimpinan sementara, kericuhan kembali terjadi.
Para pendukung calon Ketum Peradi Juniver Girsang ramai-ramai bernyanyi "mari pulang, marilah pulang, bersama-sama" sambil meninggalkan ruangan. Sidang kemudian berlangsung alot karena ruangan sidang makin sepi disebabkan peserta di dalam memilih keluar dari forum.
Menyikapi kondisi itu, Otto Hasibuan tidak berbicara banyak. Dirinya juga tidak menampik kalau Munas II Peradi di Makassar menjadi munas terburuk dalam sejarah Peradi.
"Agenda sidangnya saja belum dibuka, kuorum belum dihitung tetapi sudah terjadi kericuhan. Advokat-advokat memang sering berdebat kencang dan keras tetapi tidak seperti ini. Peserta yang hadir harus punya hak suara dan sah, itu yang kami minta mereka keluar dulu, tetapi kita mau buka saja mereka sudah berteriak-teriak, bagaimana bisa kita buka ?" kata Otto.(sp/mk)
0 komentar:
Post a Comment