Pasalnya, putusan praperadilan hanya membatalkan Surat Penetapan Status Tersangka BG dari segi administratif. Namun dari segi substansi hukum, status BG menurut KUHAP masih tetap tersangka.
"Hal ini disebabkan karena status tersangka sesorang tidak ditentukan oleh Surat Penetapan KPK melainkan oleh perbuatan atau keadaan sesorang berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," ujar Petrus dalam diskusi yang bertemakan "Membedah Putusan Praperadilan" di Jakarta Selatan, Minggu (8/3).
Dalam diskusi ini, hadir juga sebagai pembicara Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam, Koordinator FAKSI Hermawi F. Taslim dan pengacara Alfons Limau.
Menurut Petrus, posisi BG di KPK hingga saat ini masih tetap sebagai tersangka karena BG menjadi tersangka karena perbuatannya atau keadaannya sebagaimana terungkap dalam Pasal 1 Angka 14 KUHAP.
"KPK bisa saja atau harus mengeluarkan Surat Penetapan baru sebagai landasan untuk beberapa upaya paksa dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, seperti penggeledahan, penyitaan alat bukti, pencekalan dan lain-lain sesuai dengan KUHAP dan Hukum Acara lainnya," katanya.
Dia mengakui bahwa KPK dan kita semua tanpa kecuali harus menghormati sebatas isi putusan Hakim Sarpin saja. Putusan Praperadilan Hakim Sarpin, katanya sama sekali tidak mengamputasi seluruh kewenangan KPK dan sama sekali tidak meniadakan seluruh jabatan atau status BG.
"Hakim boleh saja menganulir keberadaan BG sebagai penyelenggara negara atau penegak hukum, tetapi Hakim Sarpin tidak pernah bisa membatalkan atau mengkategorikan bahwa BG bukan Pegawai Negeri yang disangka melakukan tindak pidana korupsi," tandasnya.
Menurutnya, seorang anggota Kepolisan Negara adalah seorang pegawai negeri di instansi Kepolisian Negara RI. BG adalah anggota Kepolisian Negara RI. Meskipun BG dikatakan dalam putusan Praperadilan bukanlah penyelenggara negara, tetapi pegawai negerinya tidak pernah dibatalkan oleh hakim Sarpin dalam putusan tersebut.
"Karena itu apabila kita cermati pasal-pasal sangkaan KPK terhadap BG adalah pasal-pasal gratifikasi seperti dimaksud dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 sampai Pasal 12, maka di situ dikatakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, janji dan seterusnya dipidana," terangnya.
Petrus menilai status pegawai negeri BG tetap melekat sejak diangkat menjadi anggota kepolisian. Dengan demikian tidak menjadi halangan bagi KPK untuk meneruskan penyidikan dan penuntutan terhadap BG.
Seorang pegawai negeri, lanjutnya belum tentu seorang penyelenggara negara karena seorang penyelenggara negara menurut UU adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, yudikatif dan legislatif. Begitu juga seorang penyelenggara negara belum tentu seorang pegawai negeri khususnya bagi jabatan-jabatan politik tertentu seperti Bupati, Gubernur, DPR, dan Menteri.
"Jadi, sekali lagi BG adalah seorang pegawai negeri di Kepolisian Negara RI ketika tindak pidana korupsi yang dipersangkakan oleh KPK terjadi. KPK harus maju terus pantang mundur," tegasnya.(Sp/mk03)
0 komentar:
Post a Comment