Hosting Unlimited Indonesia

2 Kepala Daerah Sumsel Membantah, Tak Gugurkan Pidana Akil

Written By Unknown on Tuesday, April 1, 2014 | Tuesday, April 01, 2014

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bantahan dua kepala daerah di Sumatera Selatan (Sumsel), tidak akan menggugurkan dugaan suap yang diduga diberikan keduanya kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar.

Dua kepala daerah itu adalah Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Wali Kota Palembang Romi Herton.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah mendakwa Akil menerima suap Rp10 miliar dan USD500.000 dari Budi Antoni Aljufri, serta Rp19,866 miliar dari Romi Herton untuk pengurusan sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) dua wilayah tersebut.

Menurutnya, dakwaan itu didasarkan pada keterangan saksi dan tersangka, serta bukti-bukti yang dimiliki KPK dalam proses penyidikan.

Johan menjelaskan, meski dalam persidangan sebelumnya dua kepala daerah itu membantah memberikan suap kepada Akil melalui Muhtar Ependy dengan diantar kedua istri mereka yakni, Suzanna Budi Antoni dan Masyitoh Romi Herton, tetap saja tidak akan bisa menggugurkan pidana yang diduga dilakukan dua kepala daerah tersebut.

Begitu juga kata Johan, ketika mereka berniat mengembalikan uang tersebut ke KPK. "Iya bantahan itu tidak gugurkan pidananya. Begitu juga kalau ada bukti yang firm atau sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk penetapan sebagai tersangka, kemudian mau mengembalikan, itu tidak gugurkan pidananya," kata Johan ketika dikonfirmasi SINDO di Jakarta, Senin (31/3/14).

Pada kesempatan itu  johan juga mengakui, sampai hari ini belum ada dua alat bukti cukup untuk penetapan keduanya. Namun pihaknya akan terus melihat dan mengamati fakta-fakta sidang terdakwa Akil.

Dalam kasus ini Johan juga mengingatkan, bahwa dua saksi yakni dua teller BPD Kalimantan Barat (Kalbar), Rika Fatmawati dan Risna Hasnirianti sudah memberikan kesaksian bahwa Masyitoh dan Suzanna pada dua bulan berbeda datang bersama Muhtar di BPD Kalbar untuk menitipkan uang.

Ditegaskan olehnya, bantahan-bantahan Budi, Antoni dan istri keduanya nanti akan dinilai oleh hakim dan dibandingkan dengan fakta-fakta yang muncul serta bukti-bukti yang dihadirkan jaksa.

"Karena sudah disidang, faktor hakim kan sangat penting. Hakim memutus perkaranya nanti bagaimana pertimbangan putusan perkaranya. Di dalam putusan hakim itu nanti ngomong apa. Kalau terbukti si x menerima dari mereka ya tentu dijerat," tegasnya.

Sebelumnya, perempuan yang disebut mirip Masyitoh ditemani sejumlah pria datang bersama Muhtar ke kantor BPD Kalbar Cabang Jakarta yang terletak di bilangan Mangga Dua pada 16 Mei 2013.

Perempuan itu bersama rekannya membawa uang sebesar Rp12 miliar dan Dolar Amerika Serikat yang jumlahnya mencapai Rp3 miliar jika dikonversikan ke rupiah. Uang itu kemudian diperintahkan Muhtar dititipkan di bank tersebut. Pada 8 Juli 2013, Muhtar Ependy kembali menitipkan uang sebesar Rp10 miliar.

Uang tersebut ternyata bukan dari Muhtar. Tapi dibawa sejumlah orang yang salah satunya Suzana Budi Antoni. Uang-uang tersebut secara bertahap ditransfer Wakil Kepala BPD Kalbar Cabang Jakarta Iwan Sutaryadi ke rekening CV Ratu Samagad atas perintah Muhtar.

"Saya tidak pernah datang ke BPD Kalbar, Cabang Jakarta. Saya tidak kenal dengan Muhtar Ependy, tidak pernah berkomunikasi," kata Suzanna di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 24 Maret 2014.

"Saya tidak kenal Muhtar Ependy. Saya tidak pernah suruh istri saya ke BPD Kalbar, di Jakarta," ujar Budi Antoni di tempat yang sama.

Selain itu, ada saksi lain yakni, petugas keamanan Bandar Udara Sultan Badaruddin II Palembang Ki Agus Muhamad Iqbal yang mengungkap uang Rp2 miliar. Pada 10 Mei 2013, Iqbal yang sedang bertugas mendeteksi uang Rp2 miliar lewat X-Ray dalam dua travel bag yang dibawa Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang Uchok Hidayat.

Romi Herton juga mengakui bahwa memerintahkan Uchok untuk membawa uang kontan ke Jakarta pada tanggal yang sama. Uang itu dari hasil down payment (DP) rencana penjualan SPBU-nya.

"Itu uang saya, uang halal Pak Jaksa. Saya kan perlu uangnya saya mau belanja," kata Romi di Pengadilan Tipikor, Kamis, 27 Maret 2014.(kur/mk)

0 komentar: