Hosting Unlimited Indonesia

Dua Pejabat Dishub DKI Jakarta Terancam 20 Tahun Penjara

Written By Unknown on Tuesday, October 28, 2014 | Tuesday, October 28, 2014

Drajad Adhyaksa
Jakarta (Metro Kalimantan) - Dua orang mantan petinggi di Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Drajad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu terancam pidana penjara selama 20 tahun.

Sebab, keduanya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain terkait pengadaan busway (transjakarta) dan pengawasannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013.

Dalam surat dakwaan terpisah, Drajad selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Setiyo selaku Ketua Pengadaan Barang/Jasa Bidang Konstruksi I Dishub DKI, disebut melakukan perbuatannya bersama-sama dengan Udar Pristono selaku Kepala Dinas Dishub DkI sekaligus Pengguna Anggaran (PA), Prawoto selaku Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTIST-BPPT).

Selain itu, disebut juga bersama-sama dengan pihak swasta, yaitu Chen Chong Kyeong selaku Direktur Utama PT Korindo Motors (KM), Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Mobilindo Armada Cemerlang (MAC) dan Agus Sudiarso selaku Direktur PT Ifani Dewi (ID).

Dalam penjelasannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, peristiwa berawal dari pengangkatan terdakwa Drajad sebagai PPK dan Setiyo sebagai Ketua Panitia Pengadaan oleh Udar Pristono atas proyek pengadaan bus busway articulated (gandeng) dan single sebesar Rp 848.112.775.000, serta pengadaan bus sedang senilai Rp 299.300.000.000.

Tetapi, dari 15 paket pengadaan yang harusnya dilakukan lelang. Hanya, 14 paket pengadaan yang berhasil dilelang. Itupun hanya 4 paket pekerjaan yang telah dilaksanakan, yaitu pengadaan busway articulated paket 1 sebanyak 30 unit, busway articulated paket IV sebanyak 30 unit, busway articulated paket V sebanyak 29 unit dan busway single paket II sebanyak 36 unit.

Namun, dalam pelaksanaannya disebut banyak kekeliruan. Pertama, dari tahap perencanaan, spesifikasi teknis sampai penentuan harga perkiraan sendiri dikerjakan oleh BPPT, yaitu Prawoto dan stafnya. Bahkan dibuat surat kerjasamanya. Padahal, BPPT tidak pernah memberi surat tugas kepada Prawoto.

Selanjutnya, terdakwa Drajad menyerahkan pembuatan dokumen pengadaan kepada Prawoto. Padahal, seharusnya dikerjakan oleh panitia pengadaan.

"Seharusnya tetap diperlukan panitia pengadaan untuk memproses pemilihan barang/jasa dengan menggunakan metode pelelangan atau seleksi umum. Bukan berdasarkan penunjukan langsung, sebagaimana pekerjaan perencanaan yang ditugaskan Udar kepada Prawoto," kata jaksa Agustinus Heri saat membacakan dakwaan Drajad dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/10).

Tak berhenti disitu, terdakwa Drajad juga memerintahkan Prawoto membuat HPS berdasarkan kontrak tahun 2012 serta berasal dari berkas penawaran peserta lelang.

Kedua, dari tahap pelaksanaan lelang, ternyata banyak penyimpangan yang dilakukan terdakwa Setiyo selaku Ketua Panitia Pengadaan.

Agustinus mengungkapkan penetapan PT KM dengan harga penawaran Rp 113.856.000.000 sebagai pemenang lelang pengadaan busway articulated paket I dinilai janggal sebab harga penawarannya lebih mahal dari PT Putriasi Utama Sari yang hanya Rp 96.390.000.000.

Demikian juga, penetapan PT MAC dengan harga penawaran Rp 110.265.000.000 sebagai pemenang lelang pengadaan busway articulated paket IV dinilai janggal sebab harga penawarannya lebih mahal dari PT Putriasi Utama Sari yang hanya Rp 96.390.000.000.

Dalam pengadaan busway articulated paket V, juga dianggap janggal karena memenangkan PT ID dengan harga penawaran Rp110.520.000.000. Padahal, PT Putriasi mengajukan penawaran lebih rendah, yaitu sebesar Rp 96.390.000.000.

Penetapan PT ID sebagai pemenang lelang pengadaan busway single paket II juga disebut janggal. Sebab, harga penawarannya sebesar Rp67.658.400.000 lebih mahal dibandingkan penawaran PT Srikandi Metropolitan sebesar Rp 63 miliar.

Padahal, Agustinus mengungkapkan, seharusnya perusahaan pemenang lelang tersebut tidak diloloskan dalam tahap penilaian kualifikasi karena tidak mempunyai kemampuan dasar sesuai pekerjaan yang dilelangkan.

"Kenyataannya dalam dokumen penawaran hanya melampirkan pengalaman perusahaan dalam pekerjaan pengadaan dan penjualan sehingga seharusnya tidak lolos kualifikasi," tegas Agustinus.

Ditambah lagi, dalam proses penentuan pemenang lelang, terdakwa Setiyo tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan sertifikasi ISO 9001, tidak melakukan penelitian dan penilaian terhadap produk yang ditawarkan.

Apalagi, ternyata terdakwa Setiyo merubah atau menambahkan atau mengganti dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran, yaitu menambahkan persyaratan administrasi berupa keagenan dari Kementerian Perindustrian. Sehingga mengugurkan penawaran PT Putriasi Utama dari proses lelang pengadaan busway articulated paket I, IV dan V.

Sementara itu, terdakwa Drajad disebut malah menyetujui hasil proses lelang yang tidak sesuai aturan tersebut. Dengan menetapkan para pemenang lelang dan menerima unit-unit busway yang tak sesuai spesifikasi.

Bahkan, terdakwa Drajad disebut membuat surat perjanjian kerjasama dengan empat perusahaan untuk mengawasi pekerjaan pengadaan busway tersebut.

Padahal, perusahaan pengawas tersebut hanya dipinjam benderanya oleh Iwan Kuswandi dan telah bekerjasama dengan Prawoto.

Atas perbuatan keduanya, mulai dari tahap perencanaan kegiatan sampai tahap pelaksanaan menyebabkan negara mengalami total kerugian seluruhnya mencapai Rp 392.788.855.200. Sebab, seharusnya semua unit busway tersebut tidak diterima karena tidak sesuai spesifikasi.

Jumlah tersebut diperoleh dari total uang yang sudah dibayarkan kepada PT KM sebesar Rp 13.830.110.000, PT MAC sebesar Rp 105.765.000.000, PT ID sebesar Rp 103.356.000.000 dan Rp 67.428.504.000. Serta, kerugian dari pekerjaan penawasan sebesar Rp 2.409.241.200.

Sementara itu, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) negara dirugikan sebesar Rp 54.389.065.200 dari pengadaan busway articulated paket I,IV,V dan pengadaan busway single paket II.

Jumlah tersebut diperoleh dari selisih dugaan markup (penggelembungan) harga per unit busway. Serta, dari pengeluaran biaya pengawasan pekerjaan.

"Harga per unit busway articulated paket I sebesar Rp 3.795.200.000 tetapi harga aslinya seharusnya Rp 3,213 miliar. Sehingga, terdapat selisih harga Rp 17,466 miliar untuk 30 unitnya," jelas Agustinus.

Kemudian, harga per unit busway articulated paket IV sebesar Rp 3.675.500.000 tetapi harga aslinya seharusnya Rp 3,213 miliar. Sehingga, terdapat selisih harga Rp 13,875 miliar untuk 30 unitnya.

Selanjutnya, selisih harga 29 unit busway articulated paket V sebesar Rp 13,695 miliar. Sebab, harga per unit busway articulated sebesar Rp 3.684 miliar tetapi harga aslinya seharusnya Rp 3,213 miliar.

Sedangkan, selisih harga pengadaan busway single paket II sebanyak 36 unit sebesar Rp 6.979.824.000.

Atas perbuatan keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Subsider, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Menanggapi dakwaan jaksa, kubu Drajad mengaku tak akan mengajukan eksepsi (nota keberatan).

"Kami tidak akan mengajukan eksepsi," kata salah satu penasehat hukum Drajad, Yanti Nurdin dalam sidang.

Demikian juga, kubu Setiyo mengaku tidak akan mengajukan eksepsi.

Sehingga, Ketua Majelis Hakim, Supriyono memutuskan sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (3/11) secara terpisah. Dengan agenda, langsung mendengarkan keterangan saksi-saksi.(sp/mk)

0 komentar: