Hosting Unlimited Indonesia

ASUS Zenfone 2

ASUS Zenfone 2 [ZE550ML] - Glamour Red

Total Pageviews

Profit SMS 125x125

Translate

Dapet Duit Dari Twitter 125x125
Metro Kalimantan News. Powered by Blogger.

Anggota TNI Yang Tidak Netral dalam Pilkada Akan Dipecat

Written By Unknown on Sunday, December 6, 2015 | Sunday, December 06, 2015


Ilustrasi Pilkada [istimewa]

Jakarta (Metro Kalimantan) - Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Mayjend Yayat Sudrajat mengingatkan anggotanya agar bersikap netral dalam pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Pasalnya, pihaknya akan menjatuhkan sanksi pemecatan bagi anggota TNI yang tidak netral saat penyelenggaraan pilkada.

"Kalau itu terjadi, saya memberi jaminan atas nama Panglima TNI, laporkan dengan bukti-bukti yang ada, pasti itu dipecat. Sudah pasti‎," ujar Yayat dalam rapat persiapan akhir penyelenggaraan Pilkada serentak 2015 di Kantor KPU, Jl. Imam Bonjol Menteng, Jakarta, Minggu (6/12).

TNI, kata dia harus bersikap netral dalam pelaksanaan Pilkada agar bisa menyukseskannya. Karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak segan-segan melapor jika menemukan atau memiliki bukti-bukti adanya keberpihakan anggota TNI dalam Pilkada serentak.

"Kalau ada yang main-main, tolong dilaporkan siapa orangnya, kapan dan di mana," imbuh Yayat. [YUS/L-8]


Sumber : suara pembaruan
Sunday, December 06, 2015 | 0 komentar | Read More

Wakil Ketua DPRD Banten Jadi Tersangka Penerima Suap

Written By Unknown on Thursday, December 3, 2015 | Thursday, December 03, 2015

Jakarta (Metro Kalimantan) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPRD Banten, SM Hartono dan Anggota Komisi III DPRD Banten, Tri Satriya Santosa sebagai tersangka penerima suap, Rabu (2/12).

SM Hartono yang juga politisi Golkar dan Tri Satriya yang diketahui Ketua Fraksi PDIP di DPRD Banten ditetapkan sebagai tersangka dalam sebuah gelar perkara setelah keduanya ditangkap tangan dan diperiksa secara intensif oleh penyidik di Gedung KPK Jakarta.

"Setelah dilakukan ekspose jam 10.00 WIB tadi disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan masing-masing-masing oleh TSS (Tri Satriya) yang adalah anggota DPRD Provinsi Banten dan SMH (SM Hartono) juga anggota DPRD Provinsi Banten, dan Wakil Ketua DPRD Banten," kata Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Johan Budi SP dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/12).

Johan menyatakan, keduanya diduga menerima suap dari Direktur Utama PT BGD, Ricky Tampinongkol yang juga ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) kemarin.

Uang suap itu terkait pemulusan penyertaan modal PT Banten Global Development (BGD) pada APBD Banten tahun 2016. KPK pun menetapkan Ricky sebagai tersangka pemberi suap.

"Dari posisi dugaan tindak pidana RT (Ricky Tampinongkol) diduga sebagai pemberi sementara TSS dan SMH sebagai penerima berkaitan dengan memuluskan pengesahan RAPBD 2016 dimana di dalamnya tercantum ada berkaitan dengan pembentukkan Bank Daerah Banten," papar Johan.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, SM Hartono dan Tri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Ricky yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Diberitakan, Tim Satgas KPK menangkap SM Hartono, Tri Satriya dan Ricky di sebuah restoran di kawasan Serpong, Tangerang, Banten pada Selasa (1/12) kemarin.

Ketiganya ditangkap saat sedang bertransaski suap untuk memuluskan penyertaan modal PT BGD yang tercantum dalam APBD Banten tahun 2016. Penyertaan modal ini rencananya akan digunakan PT BGD untuk mengakuisisi bank swasta dan menjadikannya sebagai Bank Banten.

Selain ketiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu, KPK juga mengamankan tiga orang yang berprofesi sebagai sopir dan dua orang staf PT BGD. Tak hanya itu, KPK juga menyita uang tunai dalam bentuk US Dollar dan Rupiah yang diduga merupakan uang suap. [F-5]


Sumber : Suara Pembaharuan
Thursday, December 03, 2015 | 0 komentar | Read More

TNI Akan Digandeng BNN Tangkap Pengedar Narkoba

Jakarta (Metro Kalimantan) - Badan Narkotika Nasional (BNN) akan menggandeng Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menangkap para pengedar narkotika di Indonesia.

"Sebentar lagi kami akan memiliki 'Memorandum of Understanding' (MoU) dengan TNI," ujar Kepala BNN Komjen Polisi Budi Waseso di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (2/12).

Dengan adanya MoU atau nota kesepahaman tersebut, TNI akan diikutsertakan dalam operasi pengejaran bandar dan pengedar narkotika, kata mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri itu.

"Saat ini BNN dan Polri yang punya data untuk menelisik pengedar, pemasok, dan bandar narkotika, kalau MoU-nya sudah jadi nanti semua target di data ini akan diselesaikan dengan TNI," ujar Budi.

Ia juga mengemukakan kelak operasi pengejaran pelanggar narkotika antara BNN, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan TNI akan dibagi ke dalam wilayah-wilayah tersendiri, sesuai kesepakatan.

"Mou-nya segera jadi dan kita sepakati dengan TNI," tambahnya.

Badan Narkotika Nasional juga akan mengusulkan pembuatan instruksi kepada pemerintah untuk menjadikan pengedar narkoba sebagai musuh negara. [Ant/L-8]


Sumber : Antara/Suara Pembaharuan
Thursday, December 03, 2015 | 0 komentar | Read More

Fadli Zon Mulai Panik, Kejagung Selidiki Kasus 'Papa Minta Saham'


 Fadli Zon [ANTARA/Sigid Kurniawan]

Jakarta (Metro Kalimantan) - Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana melakukan penyelidikan terkait dugaan adanya permufakatan jahat dalam skandal lobi PT. Freeport atau yang sering disebut skandal “Papa Minta Saham.”

Tak urung, langkah ini juga memunculkan reaksi positif mau pun negatif. Pihak yang merespons positif berharap, Kejagung bisa mengungkap praktek busuk dari tindakan bawah tangan Setya Novanto.

Ada pun reaksi negatif diwakili Fadli Zon, yang menyebut Jaksa Agung berkolaborasi dengan NasDem untuk mengintervensi kasus yang melibatkan sejawatnya, Setya Novanto.

Menanggapi polemik tersebut, anggota Komisi V DPR, Ahmad M Ali menyatakan dukungannya terhadap langkah kongkrit Jaksa Agung HM Prasetyo.

Politisi yang akrab disebut Mat Ali ini menilai, langkah Jaksa Agung akan menjawab keresahan publik terkait manuver Ketua DPR, Setya Novanto.

Lengkapnya perangkat penyelidikan dan penuntutan yang dimiliki Kejagung, sekaligus bisa menutup kelemahan proses peradilan etika di MKD.

Keduanya bisa berjalan beriringan dalam upaya mengungkap peran korporasi yang berpotensi merugikan negara.

"Tunggu apa lagi? Usut tuntas dan sikat habis. Jaksa Agung tinggal lengkapi dua alat bukti, bahwa Setnov (Setya Novanto) menyimpan itikad buruk, dan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Kemudian lengkapi dengan bukti lainnya, sudah cukup untuk menjerat pelaku papa minta saham," tandas Mat Ali berapi-api.

Perihal tudingan Fadli Zon terkait adanya kolaborasi antara Kejagung dengan Partai NasDem dalam menangani kasus itu, Ahmad Ali membantahnya.

Politisi asal Sulawesi Tengah ini menandaskan, bahwa langkah Kejaksaan Agung murni berorientasi pada kepentingan bangsa.

Itu sudah menjadi konstitusi Kejaksaan Agung untuk mengusut adanya dugaan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi.

Dalam hematnya, penegakan hukum tak bisa dikompromikan atas dasar kepentingan apapun.

Terlebih menurutnya, kasus “Papa Minta Saham” ini melibatkan para pengusaha besar dan orang-orang yang paling berkuasa di Indonesia. Justru sangat aneh jika Kejagung tak menindaklanjuti persoalan hukum yang sangat mendasar seperti itu.

Maka, tudingan Fadli Zon menurut Mat Ali tak lebih dari ekspresi kegalauan, karena kepentingannya bersama Setya Novanto dan rekan-rekan persekongkolannya mulai terancam.

"Itu (Fadli Zon, Red) panik aja. Saya sarankan, Jaksa Agung maju terus, pantang mundur demi kepentinga bangsa," tegas Mat Ali.

Sebagai informasi, pidana permufakatan jahat sendiri diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 15 UU ini menjelaskan bahwa percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindakan korupsi tergolong sebagai tindakan memperkaya diri, atau korupsi.

Pelaku tindak pidana ini dibayangi ancaman penjara 20 tahun sebagaimana tertuang dalam pasal 2 UU terkait. Pasal-pasal itulah yang menjadi pijakan hukum Kejagung dalam mengusut dugaan pemufakatan jahat Setya Novanto.  [PR/L-8]

Sumber : Suara Pembaharuan

Thursday, December 03, 2015 | 0 komentar | Read More