Hosting Unlimited Indonesia

ASUS Zenfone 2

ASUS Zenfone 2 [ZE550ML] - Glamour Red

Total Pageviews

Profit SMS 125x125

Translate

Dapet Duit Dari Twitter 125x125

Arsip Berita

Metro Kalimantan News. Powered by Blogger.

Hj Masgiati Pengusaha Angkutan Truk di Vonis 8 Tahun

Written By Unknown on Saturday, January 31, 2015 | Saturday, January 31, 2015

Oknum Polisi Pakai Baju Merah & Hj Masgiati saat tertangkap
Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Kembali sidang narkoba yang mendudukan terdakwa Masgiati  yang diduga merupakan bandar sabu sabu perempuan dengan barang bukti total empat paket dengan jumlah bersih mencapai 148,56 gram dari daerah pelaihari kembali  tidak terpantau oleh awak media yang setiap hari mangkal di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Rabu (21/1/2015)

Dalam pembacaan tuntutan yang dibacakan oleh JPU Maulidah dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dihadapan ketua Majelis Hakim Abdul Siboro yang juga merupakan wakil ketua pengadilan negeri Bajarmasin, terdakwa Masgiati alias Mama Iwan dituntut selama 12 tahun dan denda sebanyak 1 Miliar subsider 6 bulan.

Setelah mendengar tuntutan tersebut, Majelis Hakim langsung mempertanyakan apakah terdakwa akan memberikan jawaban, ternyata terdakwa langsung memberikan tanggapan dan  hanya memberikan pembelaan secara lisan dan terdakwa meminta keringan karena mengakui akan perbuatannya.

Mendengar tanggapan langsung dari terdakwa Masgiati, Majelis Hakim meminta skor sekitar 10 menit, untuk melanjutkan dengan pembacaan vonis, setelah hampir 10 menit Masgiati langsung divonis oleh Ketua Majleis Hakim Abdul Siboro  dengan Vonis selama 8 Tahun denda Rp. 1 miliar  subsider 3 bulan.

Ketika ditanyakan akan putusan hakim tersebut, Masgiati hanya tersenyum, sambil berlalu menuju sel tahanan di Pengadilan Negeri Banjarmasin

Sekedar diketahui terdakwa Hj. Masgiati alias Mama Iwan yang merupakan  pengusaha truk angkutan dan bandar arisan tertangkap tangan oleh anggota dir narkoba Polda Kalsel,  saat menyerahkan sabu kepada Heru Purwanto yang merupakan oknum anggota kepolisian sektor Pelaihari berpangkat Aiptu dan ketika digeledah  didalam saku celana oknum polisi ditemukan sabu terbungkus tissu seberat 0,16 gram di desa Batu Ampar, Kecamatan Tambang Ulang, Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.

Dalam pengeledahan  didalam mobil Hj Masgiati,  petugas menemukan 1 (satu) buah tas warna merah tanpa nama di jok mobil bagian sebelah kiri yang didalamnya berisi 1 (satu) paket sabu-sabu dengan berat bersih 99,42 gram, 1 (satu) paket sabu-sabu dengan berat bersih 46,44, 1 (satu) paket dengan berat bersih 0,40 gram, 1 (satu) paket sabu-sabu dengan berat bersih 2,30 gram.(ags)
Saturday, January 31, 2015 | 0 komentar | Read More

Dana Patungan Untuk Pembangunan Jembatan Kotabaru - Batulicin

Written By Unknown on Friday, January 30, 2015 | Friday, January 30, 2015

Ilustrasi  Jembatan Kotabaru - Batulicin
Kotabaru, (Metro Kalimantan) - Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan, membangun jembatan Pulaulaut-Daratan Kalimantan dengan panjang sekitar enam kilometer dengan biaya patungan.

Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani, di Kotabaru, Kamis mengatakan, jembatan yang akan dibangun dengan melibatkan Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu menelan biaya sekitar Rp3,5 triliun.

"Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu masing-masing sebesar Rp500 miliar, Pemprov Kalsel sebesar Rp700 miliar, dan sisanya sekitar Rp1,8 triliun pemerintah pusat," kata Irhami.

Rencana awal, jembatan akan dibangun di Kabupaten Kotabaru, yakni, Tarjun-Stagen, dengan menggunakan dana konpensasi dari perusahaan tambang bijih besi dan batu bara Group PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO), sekitar Rp700 miliar.

Namun rencana tersebut batal, karena pemerintah pusat tidak mengeluarkan izin penggunaan kawasan hutan cagar alam untuk lokasi jembatan, sehingga rencana lokasi jembatan di geser ke Tanah Merah, Kabupaten Tanah Bumbu, dan satu lagi di sekitar Tanjung Serdang, Kabupaten Kotabaru.

"Kini rencana pembangunan jembatan sudah masuk dalam daftar RPJM Nasional," terang Bupati.

Sebelumnya, Sekretaris Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan Ibnu Sina mengungkapkan, recana patungan pembiayaan mega proyek dengan nama `Jembatan Penghubung Kalimantan - Pulau Laut` itu saat pertemuan dengan Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Jakarta 13 Januari.

Menurut rencana, ujung jembatan tersebut untuk di daratan Kalimantan di Tanah Merah Kabupaten Tanah Bumbu, dan satunya lagi ujung jembatan itu di Tanjung Serdang Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru.

Ia mengungkapkan, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalsel tahun 2015 tersedia Rp7 miliar antara lain untuk pembuatan perencanaan teknik secara rinci atau detail engenniring design (DED).

"Kita harapkan tahun depan (2016) sudah dimulai pelaksanaan pembangunan jembatan yang menyeberangi Selat Pulau Laut dan sudah sejak lama menjadi dambaan masyarakat Kalsel, terutama Kotabaru," tuturnya.(ant/mk05)
Friday, January 30, 2015 | 0 komentar | Read More

PTUN Banjarmasin Tolak Tuntutan Warga Veteran

Satpol PP Bongkar Rumah di Veteran Banjarmasin
Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Begitu sidang diskors selama 15 menit, wajah Lukman dan Ichwan tampak lega. Keduanya mencari angin dan bercengkerama dengan berselonjor kaki di lobi tamu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin, Jalan Hasan Basri, Kamis (29/1/2015) siang.

Kabag Hukum Setdako Banjarmasin, Lukman Fadlun dan Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik sudah di PTUN sejak pagi. Agak siang datang menyusul Asisten I Bidang Pemerintahan, Hamli Kursani. Ketiganya mewakili Panitia Pengadaan Lahan Pemko Banjarmasin yang digugat oleh Paguyuban Warga Jalan Veteran.

Objek gugatan adalah SK Walikota No 78 Tahun 2015 tentang eksekusi bangunan Jalan Veteran. Warga menilai, surat eksekusi mestinya datang dari pengadilan, bukan kepala daerah.  Kemarin, penggugat dan tergugat dipertemukan Ketua PTUN. Agendanya dismisal perkara, penentuan apakah gugatan layak diteruskan ke meja persidangan atau tidak. Hasilnya gugatan warga ditolak.

"Sudah terbaca. Gugatan ke PTUN ini untuk menunda pembongkaran, makanya warga minta penundaan pembongkaran sampai Maret. Tapi karena sudah habis dibongkar, gugatan ini kehilangan makna," kata Ichwan.

Sementara Lukman menyebut gugatan warga salah alamat. Dijelaskannya, pengacara warga, Masdari Tasmin mendapat kuasa dari Anita Fatmasari. Sementara nama Anita tak tertera dalam daftar konsinyasi.

"Artinya, tak ada hubungan hukum antara penggugat dan pemko," ujarnya.

Hamli ikut menimpali. Ditegaskannya, ke manapun warga mengajukan gugatan hukum susulan, pemko siap menghadapinya. "Mengambil langkah hukum adalah hak semua warga," tandasnya.

Sementara itu, Humas PTUN Banjarmasin, Reza Adyatama mengatakan, dasar penolakan mengacu pada Undang-undang No 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Negara. "Kesimpulannya, gugatan tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat," ujarnya.

PTUN lantas memberi waktu 14 hari bagi kuasa hukum warga memperbaiki berkas gugatan untuk melawan keputusan dismissal. Gugatan bisa diteruskan atau setop sama sekali. "Ketua PTUN menilai SK Walikota itu tidak bersifat individual seperti yang digugatkan," imbuh Reza. Sementara itu, saat wartawan mencegat tim pengacara warga Veteran yang berjumlah tiga orang, mereka enggan berkomentar.(rdb/mk03)
Friday, January 30, 2015 | 0 komentar | Read More

Tiga Orang Keracunan didalam Tongkang

Tongkang Batubara
Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Tiga orang tewas keracunan terhirup gas metan yang ada didalam palka tongkang ketika bekerja di tongkang batubara Sentosa 12 milik PT SBS (Sinar Bintang Samudera) yang tambat di perairan Sungai Barito Kecamatan Tamban, Batola,, Rabu (28/1).

Korban yang tewas adalah, Bahrian (mandor), Awi (putra dari Bahrian)  warga Hulu Sungai Selatan dan Akhmad Kosasi warga Tamban,Batola.  Sementara Syarifuddin alias Udin yang juga nyaris tewas ketika mencoba menolong korban saat ini kondisinya masih dirawat di Rumah Sakit Hoegeng Imam Santoso (RS Bhayangkara).

Berdasarkan informasi dihimpun dilapangan, mereka berempat tersebut tengah bekerja untuk membersihkan tongkang batubara Sentosa 12 yang  tambat di perairan wilayah Tamban setelah habis bongkar muat diperairan Tabonio.

Ahmad Kosasi yang saat itu sedang mencari batubara yang sudah tidak terpakai diatas tongkang kemudian masuk ke dalam palka dikira didalam palka banyak batubara yang masuk kedalam tongkang. Tapi cukup lama Ahmad berada di dalam ternyata tak kunjung keluar. Udin pun mencoba masuk ke dalam untuk melihat  kondisi rekannya.

Namun bukannya bisa menolong korban, Udin malah nyaris tewas juga, lantaran diduga juga terhirup udara beracun di dalam palka. Beruntung  Udin cepat keluar dari dalam palka.  Saat ini Udin masih dalam perawatan medis di rumah sakit.

“Udin semula masuk untuk melihat keadaan Ahmad tapi karena terhirup udara beracun yang ada didalam palka Udin cepat keluar, tapi akhirnya pingsan. Diduga  Bahrian dan Awi yang melihat Udin keluar dan kemudian pingsan, lalu masuk ke dalam palka tapi akhirnya ikut tewas,” ujar Kanit Gakum Ditpolairud Polda Kalsel AKBP Kukuh kepada wartawan.

Kukuh mengatakan, pihaknya saat ini sudah memintai keterangan sejumlah saksi termasuk korban yang selamat dalam persitiwa tersebut. Selain itu guna mengetahui jenis gas beracun apa yang ada di dalam palka, pihaknya sudah mengambil sampel darah ketiga korban.


Kukuh menambahkan “Beberapa saksi korban sudah kita mintai keterangan termasuk pemilik tongkang dan yang bekerja di tongkang batubara Sentosa 12 milik PT SBS (Sinar Bintang Samudera) ” (ags)
Friday, January 30, 2015 | 0 komentar | Read More

Sekda Banjarbaru Sidang Perdana Tipikor

Syahriani Syahran Saat Mendengarkan Dakwaan jaksa
Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Setelah lama ditunggu akhirnya sidang perdana yang mendudukan Sekda Kota Banjarbaru Syahriani Syahran  yang dijadikan salah satu tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana pembebasan lahan bandara mulai sidang pertama di Pengadilan Tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kamis (29/1/2015).

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Mahyuni SH, dihadapan ketua majelis hakim Abdul Siboro mengatakan bahwa perbuatan Syahriani Syahran bersama-sama dengan Eko Widowati, Sapli Sanjaya serta Gerrit N Mailenzun satu tersangka lainnya yang saat ini masih dalam proses di penyidik Kejati Kalsel menyebutkan, bahwa telah dibayarkan uang pembebasan lahan untuk perluasan lahan bandara Bandara Syamsuddin Noor terhadap nilai tanah sebesar Rp 196.157.126.000.

Padahal seharusnya dana yang dibayarkan berdasarkan nilai harga tanah yang berlaku pada saat itu hanya sebesar Rp 142.357.110.184.000. Perbuatan itu berakibat merugikan kerugian negara sebesar Rp 53.800.018.816.

Karena perbuatan terdakwa tersebut jaksa mematok pasal 2 dan 3 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor sebagaimana telah di ubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ditemui sejumlah wartawan seusai sidang, Syahriani hanya mengatakan bahwa dirinya sebagai warga negara yang baik tetap akan mengikuti aturan yang berlaku. “Saya sebagai warga negara yang baik akan mengikuti aturan hukum saja,” ucapnya.

Penasihat hukum terdakwa,Yos Faisal Husni SH mengatakan dakwaan jaksa masih sangat kabur. Sebab dalam dakwaan itu tidak disebutkan perbuatan tindak pidananya.

“Dalam dakwaan tidak disebutkan tindak pidananya  dimana, uraiannya tidak lengkap seharusnya dalam dakwaan itu harus rinci,” jelas Yos.

Karena itu menanggapi dakwaan dari jaksa tersebut, lanjut pengacara dari Bandung ini, pihaknya mengajukan eksepsi. “Kita akan menanggapinya dalam bentuk eksepsi,” ucapnya.


Sementara itu di ruang sidang lainnya, dua orang terdakwa lainnya Eko Widowati pegawai BPN Banjarbaru dan Sapli Sanjaya sebagai makelar juga menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pembebasan lahan bandara syamsuddin noor .(ags)
Friday, January 30, 2015 | 0 komentar | Read More

15 Nelayan Kotabaru Penemu Jenazah AirAsia Dapat Penghargaan

Written By Unknown on Tuesday, January 27, 2015 | Tuesday, January 27, 2015

Menhub Ignatius Jonan Liat Rangka Airasis di  Kumai
Kotabaru (Metro Kalimantan) - Sebanyak 15 orang nelayan Pulau Sembilan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, mendapatkan penghargaan atas keberhasilan mereka menemukan puing dan jenazah korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di Laut Jawa. Para nelayan mendapat piagam dan uang dari Bupati Kotabaru, Irhami Rijani.

"Penghargaan ini merupakan apresiasi dan terima kasih pemerintah daerah kepada para nelayan yang ikut berjuang membantu upaya pencarian korban AirAsia di tengah kondisi cuaca yang tidak bersahabat," kata Irhami Rijani di Kantor Pemkab Kotabaru, Senin (26/1/2015).

Camat Pulau Sembilan, Iderus, mengaku senang atas penghargaan yang diberikan Pemkab Kotabaru kepada warganya. "Penghargaan yang diberikan akan memicu semangat para nelayan untuk terus membantu upaya pencarian korban AirAsia," kata dia.

Hingga kini, menurut Iderus, para nelayan Pulau Sembilan terus berupaya melakukan penyisiran untuk menemukan korban AirAsia sembari melaut di perairan Kalsel. Sebelumnya, para nelayan berhasil menemukan tiga janazah dan sejumlah puing pesawat, termasuk moncong AirAsia di perairan dekat Pulau Sembilan.(mtv news/mk05)
Tuesday, January 27, 2015 | 0 komentar | Read More

Penggunaan Dana Desa Harus Diawasi

Ilustrasi Dana Desa
Jakarta (Metro Kalimantan)  - Dana desa sepenuhnya harus fokus dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian nantinya akan semakin meningkat taraf hidup masyarakat, karena potensinya dapat diaplikasikan dalam berbagai kegiatan produktif.

"Saya kira ini konsep dana desa yang harus diterapkan. Jangan sampai dana desa hanya sebatas charity," kata Peneliti INCIS (Indonesian Institute for Civil Society), Kholis Ridho, Senin (26/1).

Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu menjelaskan, sudah seharusnya dana desa dimanfaatkan dalam waktu panjang. Namun demikian diingatkan, pengawasannya juga tidak boleh diabaikan.

Terlebih, transparansi juga harus menjadi prinsip pemanfaatannya. Jangan sampai dana habis namun tidak bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi,‎ dana desa yang mencapai 1,4 miliar rupiah pertahunnya hanya dimanfaatkan segelintir kelompok orang.

Diyakini, pemberdayaan masyarakat desa akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Desa nantinya akan mampu mengembangkan dan menguatkan tradisi dan kearifan lokalnya dengan baik.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, sebelumnya menegaskan, dana desa dipersilahkan untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggairahkan perekonomian. Yang paling utama, dana tersebut harus mampu membuat tradisi dan kearifan di masing-masing desa terjaga dengan baik.

Dicontohkan, desa yang terkenal dengan pertaniannya, maka harus lebih maksimal mengelola hasil tani. Desa semacam ini sangat dibutuhkan karena pemerintah memiliki target mencapai swasembada pangan dalam tiga tahun mendatang.

Desa berbasis pertanian misalkan dapat berinovasi membuat pabrik pupuk sendiri. Nantinya masyarakat disana tak perlu lagi bergantung kepada pupuk dari luar. Bisa juga dikembangkan produk olahan pertanian yang bisa dijual ke seluruh pelosok negeri.(sp/mk05)
Tuesday, January 27, 2015 | 0 komentar | Read More

Tidak Lantik Kapolri, Jokowi Mau Dimakjulkan Komisi III

Written By Unknown on Monday, January 26, 2015 | Monday, January 26, 2015

Azis Syamsuddin Dan Komisi III dirumah  Budi Gunawan
Jakarta (Metro Kalimantan) - Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, DPR tidak akan tingal diam dan akan mengambil langkah-langkah konstitusional kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi)  tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Namun DPR, menurutnya, tidak akan langsung membawa pelangaran UU No 11/ 2002 tentang Polri ke arah impeachment dan masih memberikan kesempatan kepada presiden untuk melakukan langkah konsultasi dengan pimpinan DPR.

"Presiden menurut UU No 2/2002 tentang Polri Pasal 11 ayat (3) ketika memberhentikan Kapolri maka harus menunjuk penggantinya. Tapi  ini tidak kunjung direalisasikan. Ini pelanggaran UU bisa mengarah kepada impeachment, tapi kita masih memberikan kesempatan pada presiden untuk melakukan langkah-langkah konsultasi dengan pimpinan DPR," ujar Aziz, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/1).

Meski rapat konsultasi tidak tertulis dalam aturan perundangan dalam kasus pelanggaran konstitusi yang dilakukan presiden, namun, Aziz berpendapat, DPR mendahului hal ini ketimbang mengambil langkah-langkah yang mengarah pada impeachment. "Kita masih memberikan kesempatan pada presiden untuk melakukan langkah konsutasi. Meski tidak diatur, tapi kita mendahului penyelesaian dengan cara seperti ini," tegasnya.

Jika ini tidak juga diindahkan oleh Jokowi maka, lanjutnya, DPR bisa melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada demi menegakkan aturan perundangan. "DPR bisa melakukan langkah sesuai mekanisme dan aturan perundangan yang ada yang dimiliki oleh DPR. Ini nanti akan dibahas di paripurna MPR, diserahkan ke MK dan jika dinyatakan bersalah dikembalikan lagi ke MPR untuk diambil keputusan," katanya.

Ditanyakan apakah jika Jokowi, melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan malah menimbulkan kontroversi, Aziz menyatakan, Komisi III hanya berupaya menjalankan aturan perundangan, sementara masalah kalau itu dianggap melangar etika, itu bukan ranah Komisi III.

"Kita hanya bicara hukum. Hukumnya mengharuskan presiden melantik. Kalau dikatakan bahwa seorang tersangka dilantik itu melanggar hukum, maka tidak ada yang dilanggar. Tapi kalau melanggar etika, ya, bisa saja, tapi kan yang kita bicarakan hukumnya dan presiden wajib menjalankan hukum tersebut," katanya.

Terkait laporan terhadap 3 pimpinan KPK di Polri, Aziz mengatakan bahwa laporan itu dilakukan oleh perseorangan. Bareskrim, menurutnya, hanya menjalankan tugasnya menerima laporan masyarakat.

Dia mengatakan, Polri tidak berhak menolak laporan perorangan terhadap pimpinan KPK dan harus menindaklanjutinya.

"Itu kebebasan setiap orang untuk membuat laporan. Itu kebebasan individu. Pihak kepolisian akan menampung laporan-laporan masyarakat untuk ditindaklanjuti. Apabila persyaratan mencukupi minimal dengan dua alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli atau bukti lainnya mencukupi maka Polisi wajib menindaklanjutinya. Kalau tidak pelayanan masyarakat akan menyampaikan kepada pelapor bahwa ini tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada dua alat bukti," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar.

Dia pun menyamakan laporan ke kepolisian seperti halnya laporan perdata di pengadilan negeri, judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), sidang pra peradilan yang sifatnya individu. "Tidak ada yang bisa melarang warga negara untuk melakukan itu semua.Siapapun berhak melakukannya," katanya.

Ditanyakan kemungkinan mengenai rekayasa, Aziz mengatakan, kalaupun laporannya direkayasa kalau tidak ada alat bukti maka laporan itu tidak bisa ditindaklanjuti dan kalaupun direkayasa selama ada dua alat bukti maka itu secara hukum sah saja."Kalau masalah kecepatan polisi menindaklanjuti itu kan memang standar dan mekanismenya seperti itu, cepat, tepat, dan murah. Masak cepat diprotes, lambat pun diprotes," katanya.

Sementara mengenai wacana imunitas pimpinan KPK, Azis mengatakan bahwa itu melanggar Pasal 27 UUD 45 tentang kesamaan di mata hukum. Ini azas universal, anggota DPR imunitasnya pun hanya sebatas pada tugas dan kewenangannya. "Yah kalau ini disetujui akan bertentangan dengan UUD dong," katanya.(sp/mk08)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Sudah 7 Orang Jadi Tersangka Bansos Kota Bengkulu

Ilustrasi Korupsi Bansos
Bengkulu (Metro Kalimantan) - Penyidik Kejari Bengkulu menetap lagi dua pegawai Pemkot Bengkulu, yakni ES dan AH sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana bansos tahun 2012/2013 sebanyak Rp 11,4 miliar.

Dengan ditetapkan ES dan AH, maka jumlah tersangka dalam kasus korupsi dana bansos di Pemkot Bengkulu menjadi 7 orang. Dua PNS Pemkot Bengkulu ini ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan beberapa jam di kantor Kejari setempat.

"Sekarang kita sudah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus korupsi dana bansos tahun 2012/2013 di Pemkot Bengkulu. Ini membuktikan kita serius mengusut kasus korupsi sampai tuntas,"kata Kepala Kejari Bengkulu, Wito, di Bengkulu, Senin (26/1).

Ia mengatakan, tersangka ES dan AH merupakan orang dekat Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan, yang ikut menyalurkan dan menerima dana bansos tersebut. Hal ini terbukti dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Kejari Bengkulu.

Kedua tersangka telah melanggar Permendagri No 11 dan 36 tahun 2013 karena selain menyalurkan juga ikut menerima dana bansos yang semestinya mereka tidak berhak mendapatkan dana tersebut.

Karena itu, kedua orang ini mulai Senin (26/1) ditetapkan sebagai tersangka. Namun, mereka tidak langsung ditahan penyidik Kejari, karena selama ini dinilai kooperatif dalam memenuhi panggilan penyidik.

Sementara itu, Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan pada hari yang sama juga diperiksa penyidik Kejari setempat. Namun, Wali Kota diperiksa masih dalam kapasitas sebagai saksi.

Wali Kota Helmi Hasan menjalani pemeriksaan lebih dari dua jam di kantor Kejati setempat. Dalam pemeriksaan itu, Wali Kota Bengkulu mendapat sebanyak lebih dari 36 pertanyaan dari penyidik seputar penyaluran dana bansos 2012/2013.

"Semua pihak yang terkait dalam kasus bansos kita periksa satu persatu. Jika dalam pemeriksaan mereka terbukti menikmati dana tersebut, akan kita tetap sebagai tersangka," ujarnya.

Tujuh tersangka korupsi dana bansos di Pemkot Bengkulu yang ditetapkan Kejari Bengkulu, yakni ES, AH, SS, MY, SH, BS dan NOV. Lima dari tujuh tersangka sejak tiga bulan lalu telah ditahan di Lapas Malabro, Kota Bengkulu.(sp/mk07)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Tiga Pimpina KPK Dilaporkan ke Polisi

4 Pimpinan KPK (dtk)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto, Senin (26/1) mengatakan, pihaknya masih mempelajari laporan masyarakat terkait Ketua KPK, Abraham Samad.

Samad dilaporkan warga diduga terkait kasus yang menimpa terpidana mantan Bendahara PDI-P, Emir Moeis.

Kami masih pelajari, kalau ada unsur pidana akan dipanggil" kata Rikwanto di Jakarta, Senin (26/1). Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mendesak Mabes Polri menuntaskan laporan Samad tersebut.

Menurut Neta, laporan tersebut masuk ke Mabes Polri pada Jumat (22/1) dengan nomor laporan LP/75/1/2015/Bareskrim.

Dengan dilaporkannya Abraham Samad, kini sudah tiga pimpinan KPK yang dipolisikan. Pada Jumat (23/1), Wakil Ketua KPK lainnya, Bambang Widjojanto ditangkap polisi pada pukul 07.30 WIB, usai mengantar anaknya ke sekolah.

Bambang ditetapkan sebagai tersangka untuk dugaan menganjurkan saksi yang berada di bawah sumpah pengadilan Mahkamah Konstitusi (MK), untuk memberikan keterangan palsu terkait dengan kasus sengketa Pemilihan Kepala daerah di Kotawaringin Barat yang diperkarakan di MK pada 2010.

Polisi menetapkan Bambang sebagai tersangka setelah penyidik kepolisian menemukan tiga alat bukti yang sah dan cukup.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh PT Desy Timber terkait kasus perampasan saham di perusahaan tersebut.

"Saya mewakili pemilik saham yang dirampas. Kami sudah di Mabes Polri untuk melaporkan," ujar Kuasa Hukum PT Desy Timber, Mukhlis Ramlan ketika dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu (24/1).

Mukhlis mengatakan kasus ini terjadi pada Tahun 2006, ketika Adnan Pandu Praja menjadi kuasa hukum perusahaan yang bergerak dalam bidang hak pengelolaan hutan (HPH) tersebut.

PT Desy Timber didirikan sejak tahun 1970 dengan menguasai 36.000 hektare HPH di Berau, Kalimantan Timur.(sp/mk03)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Kejaksaan Dan Polri Tertinggal Jauh Dengan KPK Dalam Penanganan Korupsi

Kantor KPK
Jakarta (Metro Kalimantan) - Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sedang ’naik daun’ bak selebritis. Lembaga superbody yang berdiri pada masa pemerintahan presiden Megawati Soekarno Putri itu didirikan sebagai alternatif untuk penegakan hukum khususnya dalam penanganan korupsi dan kejahatan sejenis yang merugikan keuangan negara.

"Pada saat pertama kali didirikan, respons dari publik kepada KPK tidak seantusias saat ini. Selang berjalan waktu, dimulai saat kepemimpinan Taufikurrahman Ruki, KPK mulai menjadi lirikan media dengan intens. Lalu pasca itu, semakin meningkat lagi dimasa Antasari Azhar, hegemoni pemberitaan atas KPK sangat luar biasa," tutur Tigor Doris Sitorus, Direktur Eksekutif Jokowi Watch kepada wartawan, Senin (26/1) di Jakarta.

Saat Antasari bermasalah, kata Tigor, lalu muncul Ketua KPK baru yang lebih ’laris manis’ dipublikasi media yakni Abraham Samad. Apa-apa yang dituliskan media atas kerja mereka sepertinya sudah menjadi sesuatu kinerja yang maksimal.

Pemberitaan KPK itu seperti mengalahkan apa-apa hasil kinerja dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Padahal Polri dan Kejaksaan itu dua institusi penegak hukum yang lebih banyak mengungkap korupsi dengan pola penghitungan kerugian keuangan negara menggunakan kemampuan instrumen auditor negara.

Kami menyarankan, sebaiknya Polri dan Kejagung jangan juga mengesampingkan soal pembentukan opini media. "Jangan pula mereka masih mempercayai bahwa model kinerja mereka selama ini bisa mereduksi korupsi. Sebaiknya mereka meningkatkan ritme pekerjaannya dalam mengungkap kerugian negara itu.

"Polri dan Kejakgung jangan lagi menerapkan cara-cara seperti dulu lagi, yakni tertutup malah cenderung alergi kepada media. Sebaiknya apa-apa yang mereka kerjakan dibuka ke publik. Baik itu dari mulai melakukan penyelidikan bahkan sampai penyidikan. Buka saja ke media," ujarnya.

Itu menurut kami cara yang terideal untuk menarik perhatian dukungan publik sekaligus untuk mendorong aparaturnya menjadi semakin maksimal dalam bekerja. Sebab apa-apa yang akan mereka kerjakan tentu akan menjadi pengetahuan bagi publik.

"Kalau saran kami itu bisa diwujudkan oleh Polri dan Kejagung, maka dalam konteks pemberantasan korupsi yang sebenarnya mereka lebih matang ketimbang KPK yang hanya mengandalkan Operasi Tangkap Tangan (OTT)," jelas Tigor.

Memang, lanjut Tigor, bagi publik cara OTT itu akan lebih seksi untuk diliput media ketimbang upaya menangkap pelaku koruptor menggunakan institusi auditor negara.

"Sangkin seksinya, walau sekali sebulan KPK berhasil melakukan OTT namun sepertinya mereka ’sudah berhasil’ mengungkap puluhan kasus korupsi dalam setahun. Padahal tidak demikian. Entah mengapa hanya OTT itu yang menjadi pilihan KPK, sehingga publik yang sudah kritis dalam memahami tindak pidana korupsi melihat bahwa KPK adalah ’penangkap koruptor’ semata, seakan-akan mengabaikan tugas pokok dan fungsi utamanya yakni melakukan pencegahan tindak pidana korupsi," paparnya.

Sementara itu, masih kata Tigor, pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan Polri terlebih Kejaksaan dianggap masih sebelah mata, karena dilihat publik tidak seksi.

Jadi menurut kami, melihat animo masyarakat yang seperti ini, sebaiknya Polri dan Kejagung harus memikirkan bagaimana acara untuk ’membalap’ KPK dalam konteks mengintip kejahatan-kejahatan yang merugikan keuangan negara.

"Polri dan Kejagung harus mampu membalap kinerja KPK dalam memberantas kasus korupsi di negara ini. Kan, Polri dan Kejagung lebih dulu berdiri ketimbang KPK, seharusnya dua lembaga ini mampu bekerja lebih baik lagi dengan bantuan media massa," demikian Tigor Doris menjelaskan.(ant/sp/mk05)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

3 Perwira Polri Mangkir dipanggil KPK

Komjen Budi Gunawan
Jakarta (Metro Kalimantan) - Penyidikan kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait transaksi mencurigakan atau transaksi tidak wajar saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian RI yang menjerat Kapolri terpilih, Komjen Pol Budi Gunawan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya menghadapi kendala.

Hal itu lantaran tidak semua saksi yang merupakan para perwira Polri hadir memenuhi panggilan penyidik dan menjalani pemeriksaan.

Pada Senin (26/1) misalnya, tiga saksi yang dipanggil penyidik, yakni Dosen Utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Lembaga Pendidikan Polri (STIK Lemdikpol), Kombes Ibnu Isticha, Wakapolres Jombang Kompol Sumardji, dan Direktur Tindak Pidana Umum Barekskrim Polri, Brigjen Pol Herry Prastowo, tak ada satu pun yang hadir di Gedung KPK dan menjalani pemeriksaan.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan, melalui surat keterangan, Herry menyatakan tak dapat memenuhi panggilan penyidik lantaran sedang menjalankan tugas operasi. Sementara, Ibnu mengaku sedang mendampingi mahasiswa S3.

"Untuk saksi Kompol Sumardji, jadwal pemeriksaannya seharusnya Selasa (27/1) besok," kata Priharsa kepada wartawan, Senin (26/1).

Dengan ketidakhadirannya ini, ketiga saksi tersebut telah dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menyatakan, tak menutup kemungkinan, pihaknya akan menempuh langkah tegas dengan memanggil paksa para saksi tersebut, jika tiga kali tak memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa tanpa keterangan yang jelas.

"Sesuai dengan prosedur hukum acara. Sesuai hukum acara ada mekanisme prosedural," kata Bambang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/1).

Meski demikian, kata Bambang, hingga kini pihaknya belum menempuh upaya tersebut. Bambang mengatakan, pihaknya masih optimis para saksi yang sebagian besar merupakan anggota Korps Bhayangkara akan memenuhi panggilan penyidik KPK.

"Sampai hari ini, belum ada opsi panggil paksa. Dalam kapasitas KPK, maka semua orang yang dipanggil apalagi penegak hukum pasti tahu tugas dan kewajibannya. Mudah-mudahan akan hadir karena mereka adalah pengeak hukum," ungkap Bambang.

Secara total, KPK telah memanggil enam perwira dan mantan perwira Polri untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Budi Gunawan. Selain ketiga saksi yang dipanggil kembali hari ini, KPK juga telah memanggil Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Pol Andayono, seorang purnawirawan Polisi bernama Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto dan mantan Widyaiswara Utama atau Pengajar Utama di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Sespim Polri) Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol), Irjen Pol (Purn) Syahtria Sitepu. Namun, dari ketiga nama itu, hanya Syahtria yang memenuhi panggilan dan menjalani pemeriksaan. Andayono beralasan harus kembali ke Balikpapan, karena ada peristiwa kapal tenggelam, sementara Heru tak memberikan keterangan apapun.

Budi Gunawan merupakan calon tunggal Kapolri yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski mendapat kritik karena diduga menjadi salah satu petinggi Polri yang memiliki rekening gendut, pencalonan Budi Gunawan tetap diusulkan Jokowi ke DPR. Namun, sehari menjelang fit and proper test, atau pada Selasa (13/1), KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait transaksi mencurigakan atau transaksi tidak wajar saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode 2003 sampai 2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian RI. Budi Gunawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11 atau Pasal 12 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(sp/mk05)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

BW Minta Perlindungan Hukum Peradi

Bw saat berada di gedung kpk setelah keluar
Jakarta (Metro Kalimantan) - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) meminta perlindungan hukum ke Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) atas kasus pidana yang dituduhkan Polri kepadanya yakni, menyuruh saksi memberi kesaksian palsu dalam persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010.

"Karena materi yang dituduhkan lebih banyak kepada pola hubungan advokat dengan klien. Advokat itu biasa memberi pengetahuan tata cara persidangan apalagi di MK itu diwajibkan," kata anggota tim kuasa hukum BW, Abdul Fickar Hadjar sewaktu diterima Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan, di Kantor Peradi, Jakarta, Senin (26/1).

Menurutnya, jika BW dituduh menyuruh atau mengarahkan saksi-saksi memberi keterangan palsu sewaktu menangani perkara Pilkada Kotawaringin Barat hal itu bukan masuk pada ranah pidana, tetapi etik. Alasannya, sebagai advokat yang bersangkutan terikat pada kode etik profesi.

Atas dasar itu pihaknya meminta Peradi  menyurati Mabes Polri agar menarik perkara pidana yang dituduhkan kepada BW, dan menyerahkannya kepada Peradi untuk diperiksa secara etik.

"Kami minta Peradi meminta Mabes Polri menarik perkara untuk diperiksa secara etik oleh Peradi," kata Fickar.

Anggota tim kuasa hukum BW lainnya, Alvon Kurnia Palma menambahkan, sebagai advokat, BW memiliki hak imunitas dalam menjalani profesinya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 UU Advokat.

Pasal tersebut menegaskan, advokat  tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.

Selain itu, Pasal 26 UU Advokat menyebut, bahwa sebelum advokat yang dituduh melanggar pidana sewaktu menjalani profesinya diperiksa penyidik, harus melalui pemeriksaan etik terlebih dulu sebelum pemeriksaan perkara diadakan.

Lagipula, kata Alvon, terdapat nota kesepahaman (memorandum of understating/MoU) antara Peradi dengan Polisi tahun 2012 yang salah satu isinya menekankan polisi harus menyampaikan kepada Peradi jika ada advokat yang diperiksa sebagai saksi maupun tersangka.

Otto Hasibuan mengatakan, pada 2009 BW tercatat sebagai anggota Peradi. Namun, kartu anggotanya tidak diperpanjang pada tahun 2012 karena statusnya telah menjabat sebagai Komisioner KPK.

"BW juga advokat Peradi dia registrasi terakhir tahun 2009 dan berlaku hingga 2012. Tetapi, karena dia menjabat sebagai pimpinan KPK tidak registrasi ulang. Meski demikian statusnya tetap anggota Peradi," kata Otto.(sp/mk03)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Ada Proses Sistematis Hancurkan KPK

Abdullah Hehamahua (ant)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, menyatakan ada proses yang sistematis untuk menghancurkan lembga antikorupsi itu. Pernyataan itu menyusul dilaporkannya empat pimpinan KPK ke Bareskrim Polri dengan kasus yang berbeda secara berturut-turut dalam beberapa hari terakhir.

"Kalau itu berarti ada satu proses sistematis untuk menghancurkan KPK," kata Abdullah di Gedung KPK, Senin (26/1).

Sebagai seorang yang terlibat dalam proses seleksi pimpinan KPK saat ini, Abdullah menyatakan, pihaknya telah melakukan penelusuran terhadap rekam jejak para pimpinan KPK. Menurutnya, kasus-kasus yang dituduhkan kepada para pimpinan KPK ini merupakan kasus lama yang sudah dinyatakan clear.

"Kasus mereka ini sudah lama sebelum jadi pimpinan KPK. Kenapa baru sekarang? Ini sengaja dijadikan bom waktu," ungkapnya.

Abdullah mencurigai, pelaporan pimpinan KPK dilakukan untuk menjadi alat tawar dari satu lembaga penegak hukum dengan lembaga lainnya. Menurutnya, kriminalisasi yang dilakukan terhadap pimpinan KPK dengan mengangkat kasus lama merupakan tindakan yang tidak fair.

"Kenapa mereka tiga orang itu diangkat persoalannya sekarang ketika mengalami masalah dijadikan sebagai alat untuk memukul KPK? Itu enggak fair," tegasnya.

Pada Jumat (23/1) lalu, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberi untuk keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 lalu.

Hanya berselang satu hari, giliran Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, yang dilaporkan ke Bareskrim atas tuduhan mencuri kepemilikan saham PT Daisy Timber pada 2006. Selanjutnya, pada Senin (26/1), Wakil Ketua KPK, Zulkarnain dilaporkan karena dituduh menerima dana sebesar Rp 5 miliar untuk menghentikan perkara Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2008 silam.(sp/mk05)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Beban Mahkamah Agung Bertambah Dengan Pilkada Serentak

Ilustrasi Pilkada Serempak
Jakarta (Metro Kalimantan) - Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk disahkan menjadi undang-undang.

Namun, hal itu menjadi beban baru Mahkamah Agung (MA). Beban baru ini muncul karena sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) yang sebelumnya ditangani oleh Mahkamah Konstitusi, kemudian lembaga ini melalui putusannya mengalihkan ke Mahkamah Agung karena pilkada dinilai bukan rezim pemilu.

Posisi ini dikuatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota (Perpu Pilkada) yang diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Oktober 2014.

Dalam Pasal 157, disebutkan bahwa dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan, peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ke Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung.

Atas perintah tersebut, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat berbuat apa-apa jika pada akhirnya DPR memutuskan untuk menerima perpu ini menjadi UU.

Namun, Hatta berharap pembuat UU (pemerintah dan DPR) membuat solusi bahwa sengketa pilkada dapat ditangani oleh lembaga di luar peradilan, yakni dengan membentuk badan khusus.

"Ada lembaga khusus yang menyelesaikan, bisa dari KPU atau dari mana," kata Hatta Ali saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (7/1).

Hatta mengusulkan badan khusus itu dapat diambil dari beberapa unsur, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Namun, lanjut dia, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa jika pembuat undang-undang saat melakukan revisi UU Pilkada ini menugasi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang mengadili sengketa hasil pemilu pemilihan kepala daerah ini.

"Sikap kami berusaha sedapat mungkin tidak ke Mahkamah Agung, tetapi tidak akan melakukan pembangkangan jika UU memerintahkan (sengketa pilkada) ke Mahkamah Agung," ujarnya.

Hakim Agung Supandi mengatakan bahwa pihaknya siap menangani sengketa pemilihan kepala daerah yang akan digelar pada tanggal 16 Desember 2015 secara serentak.

"Tergantung perundang-undangan, kalau memerintahkan Mahkamah Agung, siap dengan harapan dapat dukungan teknis sumber daya oleh negara diperhatikan," kata Hakim Agung MA Supandi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Jumat (9/1).

Menurut Supandi, majelis khusus sudah dipersiapkan. Ada empat pengadilan tinggi untuk mengurusi sengketa pilkada, yaitu di PTUN di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makasar.

Kendati begitu, Supandi berharap sengketa pilkada tidak berujung di pengadilan sebab praktik yang terjadi justru lembaga pengadilan dunia oleh para pihak yang bersengketa dengan pengerahan massa saat sidang berlangsung.

"Semua harus lewat Bawaslu daerah, Panwaslu kalau enggak kuat baru dibawa ke pengadilan," katanya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan setelah menjadi undang-undang, kedua perpu itu masih membutuhkan perbaikan. Hal itu menurut dia untuk menyelaraskan beberapa pasal yang dinilai masih tumpang-tindih.

"Mengenai tahapan pelaksanaan, penyelesaian sengketa, dan dampak pilkada serentak harus dibicarakan lebih lanjut," kata Tjahjo pada Rapat Paripurna DPR.

Menurut dia, secara intensif pemerintah membuka diri dalam menyelesaikan undang-undang ini. Mantan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu mengatakan bahwa perbaikan atas beberapa hal ini tidak akan mengganggu tahapan pilkada serentak agar perubahan itu demi kepastian hukum sebagai landasan pilkada.

"Perubahan terbatas ini tidak akan mengganggu tahapan pilkada, yaitu tugas KPU dan jajarannya. Hal ini mengingat ada 204 daerah otonom yang akan melaksanakan pilkada serentak," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah menyambut baik kesepakatan bulat DPR atas persetujuan Perpu Pilkada menjadi undang-undang dan semua masukan dari DPR pun akan dipertimbangkan pemerintah.(ant/sp/mk05)
Monday, January 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Jokowi Marahi Wakapolri dan Ketua KPK

Written By Unknown on Saturday, January 24, 2015 | Saturday, January 24, 2015

Abraham S, Jokowi, JK, HM Prasetyo, Komjen Badrodin
Jakarta (Metro Kalimantan) - Jokowi memanggil Ketua KPK Abraham Samad dan Wakapolri sekaligus Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti di Istana Bogor, Jumat (24/1) kemarin. Berlainan dengan apa yang dia sampaikan di publik, Jokowi ternyata marah besar melihat pertarungan dua institusi itu. Dia menyemprot Samad dan Badrodin agar tak berlaku paling benar.

Isi pertemuan itu dibeberkan oleh salah satu pejabat yang enggan dikutip namanya. Kepada merdeka.com dia membeberkan dengan jelas detil pertemuan itu.

"Kepada Ketua KPK, Jokowi bilang KPK jangan merasa seperti Manusia setengah dewa yang tidak bisa disentuh dan tidak mau tunduk kepada perintah Kepala Negara," ujar dia menirukan Jokowi.

Diingatkan oleh Jokowi kepada Ketua KPK bahwa Penanggung Jawab Tertinggi di NKRI adalah Kepala Negara. Sehingga secara hukum, siapapun yang membangkang terhadap perintah Kepala Negara itu bisa dituntut secara Pidana.

Saat itu Ketua KPK AS ( Abraham Samad) menolak menjelaskan ke Jokowi sebagai Kepala Negara soal kesalahan apa saja yang dilakukan oleh Komjen BG sehingga dinyatakan sebagai tersangka.

Oleh AS dijawab: Itu rahasia KPK dan tak seorangpun boleh tahu sebelum sidang Pengadilan.

Jokowi bilang: Bila itu menyangkut Kepentingan Bangsa, Negara dan Rakyat, maka tidak boleh ada rahasia yang disembunyikan terhadap Kepala Negara.

"Semua tindakan KPK tidak boleh menyimpang dari Tata Kelola Kenegaraan. Jadi KPK tidak boleh bertindak semaunya sendiri. Kalau Ketua KPK saya tindak akibat pembangkangan ini, itu bisa berakibat kemerosotan moral terhadap KPK. AS tampak kecut mendengar ancaman Jokowi tersebut," kata pejabat itu.

Jokowi pun memarahi Komjen Badrodin Haiti. Dia menegaskan Polri tak bisa berlaku arogan.

Presiden menegaskan jangan mentang-mentang punya senjata dan kekuasaan bisa berlaku sewenang-wenang. Apalagi bergerak sendiri tanpa koordinasi.

"Jangan mentang-mentang Kepolisian punya pasukan dan punya senjata serta ada di bawah Presiden lantas para Jenderal di bawah Kabareskrim dan dibawah Kapolri bisa bertindak seenaknya menangkap Pimpinan Lembaga Tinggi Negara tanpa pemberitahuan kepada Kapolri, apalagi terhadap Presiden. Itu jelas melanggar Tatanan Kenegaraan kita," semprot Jokowi.

"Kalau para oknum Jendral itu saya tindak, pasti akan menimbulkan kemerosotan moral di kalangan kepolisian," kata Jokowi.

Jokowi mempertanyakan apakah Kepolosian tidak menyadari kalau Pengawal Pimpinan KPK itu dari TNI AD? Bisa dibayangkan kalau ada tindakan balasan dari para pengawal tersebut. Bisa kacau negara ini. Kasus ini menjadi alasan kuat untuk meletakkan Kepolisian dibawah Kementerian, bisa Kementerian Dalam Negeri atau Kejaksaan Agung, biar tindakan Polisi bisa lebih terkontrol.

"Plt Kapolri nampak kecut ditegur keras oleh Jokowi," kata pejabat tersebut.

Namun kepada media Jokowi hanya menggelar jumpa pers singkat. Dia meminta kedua pihak tidak saling bergesekan dan menghormati hukum. Isi pertemuan ini sama sekali tak disebutkan dan dirahasiakan.(merdeka/mk05)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Belum Selesai Kasus BW, Kembali Adnan Dilaporkan Ke Bareskrim

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja
Jakarta (Metro Kalimantan) - Belum usai perseteruan antara KPK dan Polri mereda terkait penangkapan Bambang Widjojanto, kali ini giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja yang akan dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional itu dilaporkan terkait kasus perampasan saham di PT Desy Timber, perusahaan HPH di Berau, Kalimantan Timur.

Laporan akan disampaikan oleh kuasa saham dan kuasa hukum PT Desy Timber, Mukhlis Ramlan siang ini. "Kami sedang dalam perjalanan ke Mabes Polri. Saya mewakili pemilik saham yang dirampas," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com, Sabtu (24/1).

Dia menjelaskan, kasus ini terjadi pada 2006 lalu, saat Adnan Pandu Praja dan Mohamad Indra Warga Dalam menjadi kuasa hukum perusahaan. Saat itu saham perusahaan 40 persennya telah diserahkan ke pihak koperasi pesantren Al Banjari dan perusahaan daerah (BUMD) serta sebagian masyarakat. 60 persen dikuasai oleh keluarga pemilik PT Desy Timber.

"Namun pada 2006, Adnan bersama Indra merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan membuat akta notaris palsu yang merampas saham milik warga dan pesantren," katanya.

"Apa dasarnya mereka melakukan perampasan saham itu, sementara bagi hasil melalui saham itu selama ini dinikmati warga dan santri untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Mukhlis.

Mukhlis menjelaskan, PT Desy Timber didirikan sejak tahun 1970 dengan menguasai 36.000 hektare hak pengelolaan hutan (HPH) di Berau, Kalimantan Timur. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres dan Polda Kaltim sejak 2007 dan 2009 namun tidak ada tindak lanjut.

"Kami minta Mabes Polri segera menangkap Adnan dan polisi di daerah yang terlibat karena membiarkan kasus ini. Kita minta saham dikembalikan, kita minta Mabes Polri fair," imbuh Mukhlis.
"Ini tidak ada kaitan dengan kasus BW dan BG," pungkas Mukhlis.(merdeka/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Humas Polri: Kami Tidak Takut Tekanan Publik

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie
Jakarta (Metro Kalimantan) -  Kapala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie menegaskan bahwa polisi tidak takut pada tekanan publik dalam kasus penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto (BW). Pasalnya, penangkapan dan penetapan BW sebagai tersangka merupakan murni kasus hukum. 

"Kami tidak takut pada tekanan dari siapapun termasuk publik karena kita taat pada hukum. Apa yang kita lakukan dalam kasus BW sudah sesuai aturan dan prosedur," ujar Ronny dalam sebuah diskusi yang bertemakan "Drama KPK-Polri" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/1). 

Ronny juga membantah tudingan bahwa pelepasan BW ke keluarga, tidak ada kaitan dengan tekanan publik atau pertemuan pimpinan KPK dengan Presiden di Bogor. BW, katanya, dikembalikan ke keluarga lantaran kooperatif selama proses pemeriksaan dan penyidikan.

"Pada Sabtu (24/1) dini hari pukul 01.30 WIB, BW telah dikembalikan kepada keluarga. BW dinilai kooperatif  dalam pemeriksaan dan beliau bersedia hadir kalau sewaktu-waktu dipanggil oleh penyidik kabareskrim. Ini tidak ada kaitannya tekanan publik atau Presiden," tegasnya.(sp/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Polri Langgar MoU Dengan Peradi Saat Menangkap BW

BW sesaat setelah sampai digedung kpk
Jakarta (Metro Kalimantan) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Luhut Pangaribuan, mengatakan pihak Polri melupakan nota kesepahaman (MoU) dengan Peradi dalam penangkapan Bambang Widjojanto (BW).

"Penangkapan yang dilakukan polisi terhadap BW membuktikan bahwa Polri telah lupa dengan MoU yang telah disepakati bersama Peradi," kata Luhut MP Pangaribuan didampingi Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Padang, Virza Benzani, di Padang, Sabtu (24/1/2015)

Ia mengatakan MoU itu adalah B/7/II/2012- Nomor: 002/PERADI-DPN/MoU/II/2012, 27 Februari 2012, yang ditandatangani oleh Kapolri yang saat itu dijabat Jenderal Polisi Timur Pradopo.


Luhut menjelaskan, dalam MoU itu disebutkan jika advokat dalam naungan Peradi mengalami permasalahan hukum, maka Polri akan menyampaikan melalui DPN Peradi terlebih dahulu. (Simak BW diborgol saat ditangkap)

"Salah satu poin dalam MoU disebutkan jika salah satu advokat di bawah naungan Peradi tersangkut permasalahan hukum dalam profesi advokasi, maka polisi menyampaikan dulu kepada DPN Peradi," jelasnya.

Kaitannya dengan BW, lanjutnya, berdasarkan kesalahan yang disangkakan terhadap BW dimana yang bersangkutan diduga melanggar pasal 242 junto pasal 55 KUHP, yaitu perbuatan menyuruh orang memberikan keterangan palsu di depan persidangan.

Persidangan itu berlangsung di Mahkamah Konstitusi pada 2010, dimana BW berprofesi sebagai pengacara.

Dengan hal tersebut, Luhut mengatakan, seharusnya pemrosesan sangkaan yang dilakukan terhadap BW harus diberitahukan kepada DPN Peradi sebagaimana MoU.

"Sangkaan pada 2010 itu terkait profesi BW sebagai pengacara dan saat itu ia adalah anggota Peradi. Seharusnya pemrosesan dilakukan dengan memberitahu DPN Peradi," katanya.

Namun, hingga BW kemudian diketahui telah ditangkap, DPN Peradi tidak mendapatkan pemberitahuan oleh pihak kepolisian. (Simak juga apa saran mantan Wakapolri tentang Kabareskrim Budi Waseso)

"Meski BW sekarang telah dibebaskan, kami minta polisi tetap menjalankan kesepatakan yang telah disetujui bersama. Bukan hanya untuk BW, tapi untuk ke depannya juga," katanya.

Pada bagian lain, Bambang dibebaskan dan keluar dari Bareskrim pada Sabtu dinihari, sekitar Pukul 01.20 WIB.(ant/sp/mk05)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

IPW: Pamen Dan Pati Polri Siap Lawan KPK

Ketua Presidium IPW Neta S Pane
Jakarta (Metro Kalimantan) - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Presiden Jokowi untuk segera melantik Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri difinitif.

Sebab saat ini, dukungan terhadap Komjen BG untuk melakukan perlawanan terhadap KPK terus meluas di internal Polri.

Diungkapkan, setelah para pamen dan pati Polri berkumpul menyatakan akan melakukan perlawanan terhadap KPK, kini giliran para penyidik Polri di KPK disebut-sebut siap mundur dari lembaga itu, karena menilai Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto terlalu sewenang wenang menzalimi institusi Polri.

"Pelantikan tersebut agar tidak tambah panas hububungan Polri dengan KPK," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane. Kamis (22/1/2015)

Diungkapkan, informasi yang diterima IPW, KPK terbelah dalam menyikapi proses penetapan calon Kapolri BG sebagai tersangka.

Sebab selama ini ada semacam komitmen di kalangan KPK bahwa antara Polri-KPK tidak saling ganggu pasca kasus simulator SIM yang menyeret sejumlah polisi.

Sebab itu para penyidik Polri di KPK mempertanyakan kenapa Abraham Samad dan Bambang Widjojanto berubah arah dan menjadi begitu arogan. Sebab itu, ada pimpinan dan penydik Polri di KPK kecewa bahkan siap mundur.

Di sisi lain, anggota Polri yang dijadikan saksi akan bersikap menolak hadir memenuhi panggilan KPK. Mereka baru mau hadir jika ada surat izin dari atasan.

Berbagai bentuk perlawanan terhadap KPK saat ini bermunculan di internal Polri.

Sebelumnya, dalam rapat yang dipimpin Kapolri Sutarman para pamen sempat berteriak teriak akan "menyerbu" KPK.

Untungnya, para senior berhasil menenangkan mereka. Beberapa hari setelah itu sejumlah pati dan pamen kumpul mengecam sikap Samad dan Bambang. Mereka bertekad akan melakukan perlawanan untuk menentang kriminalisasi yang dilakukan terhadap calon pimpinan polri.

"Melihat situasi yang kian memanas ini, IPW berharap DPR turun tangan dan mendesak Presiden segera melantik Kapolri defenitif yang sudah disetujui legislatif. IPW juga berharap Presiden tidak mengabaikan suara DPR sebagai suara rakyat. Adanya Kapolri defenitif, untuk menjaga situasi di Polri terkendali, sehingga tidak terjadi gerakan-gerakan atau manuver liar yang merugikan Polri.(sp/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Berbagai Kejanggalan Terjadi dalam Kasus Bambang Widjojanto

BW saat memberi keterangan pers digedung KPK
Jakarta (Metro Kalimantan) - Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti mengemukakan, ada berbagai kejanggalan dalam penetapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka oleh Polri.

Pertama, disebutkan ada 68 saksi yang diajukan pada persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010. Dari 68 saksi itu, hanya satu yang menyatakan BW mengarahkan orang untuk memberi kesaksian palsu. Orang tersebut telah divonis bersalah oleh pengadilan.

"Jika ada 68 saksi dan hanya satu yang dikenai sanksi, lalu bagaimana menjelaskan bahwa saksi diarahkan untuk melakukan kesaksian palsu," kata Ray di Jakarta, Sabtu (24/1).

Kedua adalah delik yang ditetapkan kepada BW, yaitu pasal yang mengarahkan saksi untuk membuat kesaksian palsu. Ray mempertanyakan apa yang disebut dengan mengarahkan saksi, sebab salah satu tugas pengacara memang memberi arahan kepada para saksi, tentang tata cara bersaksi di pengadilan.

Ketiga, keengganan BW untuk memberi keterangan kepada penyidik. Alasannya, tidak jelasnya pasal tuntutan yang diajukan kepada BW. Penyebutan pelanggaran hanya berdasarkan pasal 242 KUHP, tanpa ayat dan pasal 55, juga tanpa ayat.

Bagi Ray, fakta itu memperlihatkan adanya kebingungan penyidik untuk menerapkan pasal yang tepat bagi BW. Padahal dua pasal itu menjelaskan dengan tegas jenis pelanggaran pidana dan ancaman pidanya. Jika pasal yang diterapkan tidak jelas, akan berimplikasi pada tuntutan.

"Polisi menutut apa dengan dasar apa? Bagi tersangka, pasal itu harus jelas, karena menempatkan posisi ketersangkaan dan jenis hukuman apa yang akan dihadapinya," tuturnya.

Dia menilai, cara-cara polisi memperlakukan BW sangat tidak profesional. Sikap keras polisi memberi sinyal bagi penegakan hukum yang tidak kredibel. Jika seorang komisioner KPK dapat diperlakukan polisi dengan cara yang tidak etis, main tangkap dan borgol, maka nasib masyarakat kecil pasti akan lebih parah. "Ini sungguh-sungguh menghkawatirkan dan bahaya bagi masyarakat umum," ujarnya.(sp/mk01)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Gedung KPK Dijaga Tiga Angkatan

Ilustrasi TNI Amankan Gedung KPK
Jakarta (Metro Kalimantan) -  Kabareskrim Irjen Pol Budi Waseso sudah resmi memberikan surat penahanan untuk Bambang Widjojanto. Penangkapan dan penahanan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu meruncingkan hubungan KPK-Polri.

Informasi yang didapat, Bareskrim Polri akan melakukan penggeledahan di Gedung KPK. Penggeledahan bakal dilakukan di ruang kerja Bambang.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Ketua KPK Abraham Samad dikabarkan sudah mengontak Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Moeldoko diminta untuk pengamanan Gedung KPK. Seorang sumber yang enggan disebut nama membenarkan hal itu.

Sementara Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP membenarkan, jika ada pengamanan gedung yang bukan berasal dari Polri. Jumlah tim pengaman pun cukup banyak.

"Memang benar KPK dibackup tim pengamanan yang jumlahnya cukup banyak di luar Polri," kata Johan.

Informasi yang didapat, ada tiga pasukan elite TNI dari tiga matra yang diturunkan mengamankan KPK. Mereka adalah Komando Pasukan Khusus (Kopasus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI Angkatan Laut, dan Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara. Namun belum diketahui, berapa jumlah personel mereka.

Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015) pukul 07.30 WIB usai mengantar puterinya sekolah. Bambang ditangkap atas dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi untuk kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010.

Bambang di-BAP sejak pukul 17.00. Hingga pukul 22.00 WIB, Bambang belum juga keluar dari gedung Bareskrim Polri. Sekitar pukul 23.00, Bareskrim Mabes Polri menyatakan Bambang telah menandatangani BAP-nya setelah diperiksa 12 jam lebih.

Walau secara sempat dinyatakan ditahan Polri, akhirnya Bambang dilepaskan pada Sabtu (24/1/2015) dini hari.(metronews/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

BW Ditangkap Saat Masih Pakai Sarung

BW Saat Dibawa pakai bergol dan paki sarung
Jakarta (Metro Kalimantan) -  Penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW menjadi peristiwa yang paling tragis. Mantan Ketua Dewan Pengurus YLBHI itu merupakan satu-satunya pimpinan KPK yang ditangkap serta diborgol seusai mengantar anak bungsunya berangkat menuju sekolah di Sekolah Dasar Negeri Islam Terpadu (SDIT) Nurul Fikri, Depok, Jumat (23/1) pagi.

BW ditangkap dengan hanya mengenakan sarung, baju koko, dan peci hitam. Diborgol lalu dimasukan ke dalam mobil untuk dibawa ke Bareskrim Polri. Kejadian tersebut sangat mengejutkan karena, penangkapan dilakukan atas dasar yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tuduhannya, menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di hadapan majelis dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalteng, di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010.

BW dijerat Pasal 242 junto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara oleh Bareskrim Polri. Kontan, KPK mengecam keras perlakuan buruk yang dilakukan Polri terhadap salah satu pimpinannya itu. Alasannya kapasitas BW selaku pejabat publik, tak sepatutnya diperlakukan dengan cara di luar etika hukum.

"Pejabat negara ditangkap setelah baru saja mengantarkan anaknya ke sekolah. Penangkapan juga dipertontonkan di sana dengan tangan BW diborgol dengan sewenang-wenang," kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi, di Jakarta, Jumat (23/1).

Pakar hukum Yenti Garnasih juga mengecam langkah yang diambil Polri. Perlakuan polisi terhadap BW dianggap sebagai bentuk kemunduran penerapan hukum. Bahkan dia menuding cara yang diterapkan polisi bermotif dendam lantaran KPK telah menetapkan calon tunggal Kapolri, Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka penerima gratifikasi.

"Sedih melihat cara penerapan hukum yang menyiratkan kearoganan dan adanya kesan balas dendam atas penetapan tersangka BG," kata Yenti.

Tak memakan waktu hingga 24 jam seusai ditangkap untuk diperiksa, BW pun diancam bakal dikenakan status penahanan dalam kasus yang baru diselidiki Bareskrim Polri pada 15 Januari 2015 karena dikhawatirkan menghilangkan alat bukti. Namun, dirinya dibebaskan pada Sabtu (24/1) dini hari.

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (2) UU KPK maka status BW sebagai pimpinan KPK diberhentikan sementara atau nonaktif karena berstatus tersangka tetapi, penonaktifan harus dilakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri dalam pidatonya di Istana Bogor tidak memberi solusi konkret kecuali imbauan agar tidak ada gesekan antara KPK-Polri terkait kasus itu.

Penangkapan yang dilakukan Polri terhadap pimpinan KPK bukan kali ini terjadi. Pada 2009, Antasari Azhar pernah ditersangkakan dengan tuduhan pembunuhan berencana. Namun, perlakuan terhadap yang bersangkutan tidak seperti yang dialami BW.

Antasari ditetapkan sebagai tersangka dan dicegah berpergian ke luar negeri pada 1 Mei 2009. Empat hari kemudian yang bersangkutan ditahan di Polda Metro Jaya setelah diperiksa sebagai tersangka. Saat memenuhi panggilan, Antasari didampingi oleh tim kuasa hukumnya.

Kendati demikian, Antasari yang disebut-sebut dikriminalkan, perkaranya terus berproses hingga ke persidangan dan divonis 18 tahun penjara. Upaya hukumnya mencari keadilan selalu kandas. Setelah menyandang status tersangka dan dinonaktifkan, Antasari langsung diberhentikan tetap dari jabatannya sewaktu menyandang status terdakwa.

Polisi juga pernah mentersangkakan hingga menahan dua Komisioner KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah pada 2009. Bibit-Chandra ditersangkakan dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang sewaktu mencegah bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo dan mencabut status cegah bos PT Era Giat Prima Djoko Soegiarto Tjandra. Keduanya juga dinonaktifkan lantaran kasus itu.

Perkara tersebut menjadi perhatian masyarakat dan dikenal dengan kasus cicak vs buaya. Tak lama setelah Presiden SBY memerintahkan Polri dan Kejaksaan Agung menghentikan perkara keduanya di luar pengadilan, MK mengabulkan sebagian gugatan Pasal 32 UU KPK mengenai ketentuan pemberhentian pimpinan KPK yang digugat Bibit-Chandra.

MK memutus, Pasal 32 ayat (1) huruf c yang mengatur pimpinan KPK diberhentikan ketika menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berlaku bersyarat. MK menyatakan pimpinan KPK dapat diberhentikan secara tetap setelah dijatuhi pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

Polemik kasus Bibit-Chandra pada saat itu terus bergulir dan menuai pro dan kontra. Langkah mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponering) yang dilakukan Kejaksaan Agung dianggap bukan sebagai solusi mengingat, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang dikeluarkan untuk Bibit-Chandra diputus pengadilan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) tidak sah.

Kendati demikian, langkah deponering membawa konsekuensi kalau Bibit-Chandra dapat kembali lagi memimpin KPK. Keppres penonaktifan keduanya dicabut melalui Keppres yang dikeluarkan Presiden SBY.

Dalam konferensi pers di KPK, Johan Budi sempat mengeluarkan pernyataan bernada satir bahwa, badan antikorupsi itu selalu bersitegang dengan institusi Polri setiap tiga tahun. Di mulai dari tahun 2009 dimana terjadi peristiwa cicak vs buaya, berlanjut di tahun 2012 ada penyerbuan anggota polisi ke KPK terkait perkara simulator SIM, dan tahun 2015 Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim.

"Ini seperti siklus tiga tahunan. 2009 ada cicak vs buaya, 2012 ada penyerbuan, sekarang 2015 ini seperti tsunami atau apa. Ini saya melihat seperti ada siklus tiga tahun. Kita tidak tahu tahun 2018 apa yang terjadi," katanya.(sp/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More

Pakar Hukum Tata Negara Minta SP3 Kasus Bambang Widjojanto

Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra
Jakarta (Metro Kalimantan) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Profesor Saldi Isra yang datang memberi dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus Bambang Widjojanto.


"Pak Bambang baru bisa bekerja normal kalau dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3 Pak Bambang. Artinya pimpinan KPK kembali menjadi empat orang," kata Saldi di Gedung KPK, Sabtu (24/1/2015) dini hari.

Menurut dia, hal tersebut dilakukan agar KPK dapat segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang sudah ada secara maksimal dengan pimpinan KPK yang lengkap.

"Pertama Pak Bambang memang sudah dikeluarkan dari tahanan, tapi itu dalam konteks kepentingan KPK belum ada apapanya. Kepentingan pemberantasan korupsi menyelesaikan kasus-kasus di sini itu mungkin belum akan banyak manfaatnya, kecuali dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3," ujar Saldi.

Hal demikian disampaikan karena merujuk pada pengalaman pimpinan KPK yang dulu pernah mengalami nasib kriminalisasi oleh Polri.

Saldi juga mengatakan bahwa masyarakat meminta Presiden Jokowi memberi pesan pada Polri untuk menghentikan tindakan seperti ini lagi. "Kita minta Presiden Jokowi untuk memberikan pesan pada jajaran kepolisian untuk menghentikan cara-cara tidak senonoh seperti ini," ujar dia.

Ia berpendapat, kasus Bambang Widjojanto ini sangat kental kriminalisasi. "Sangat sulit untuk dikatakan tidak bahwa ini berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka," ujar Saldi.

Bambang Widjojanto akhirnya dibebaskan oleh Bareskrim Polri setelah sebelumnya sempat dinyatakan ditahan.

Bambang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait dugaan menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di muka persidangan sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.(ant/sp/mk03)
Saturday, January 24, 2015 | 0 komentar | Read More