Hosting Unlimited Indonesia

ASUS Zenfone 2

ASUS Zenfone 2 [ZE550ML] - Glamour Red

Total Pageviews

Profit SMS 125x125

Translate

Dapet Duit Dari Twitter 125x125

Arsip Berita

Metro Kalimantan News. Powered by Blogger.

Ternyata Anggaran Pembangunan Gedung DPR RI Belum Ada

Written By Unknown on Tuesday, April 28, 2015 | Tuesday, April 28, 2015

Illustrasi Gedung DPR RI (net)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menegaskan bahwa belum ada alokasi anggaran untuk pembangunan gedung baru DPR.

Bahkan, JK mengungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menyetujui perihal pembangunan gedung baru yang diperuntukkan untuk perpustakaan, museum, pusat penelitian, dan ruang kerja anggota serta tenaga ahli DPR RI, tersebut.

"Kalau namanya izin tentu harus tertera di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Itu (gedung baru DPR) kan belum ada di APBN. dan Pak Jokowi juga, saya belum pernah mendengar cerita langsung bahwa itu persetujuan Presiden," kata JK yang ditemui di kantor Wapres, Jakarta, Senin (27/4).

Sebaliknya, JK mengungkapkan bahwa persetujuan itu pasti harus dilakukan secara tertulis dan sejauh ini belum ada persetujuan tertulis itu.

Oleh karena itu, JK berani mengatakan bahwa belum ada persetujuan dari pemerintah terkait penggunaan anggaran guna membangun gedung baru tersebut.

Padahal, sebelumnya Ketua DPR RI Setya Novanto saat menyampaikan pidato penutupan masa sidang III, di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (24/4), mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah menyetujui rencana pembangunan Gedung Baru DPR RI.

Bahkan, Setya Novanto mengatakan proses pembangunan gedung tersebut akan dimulai pada 16 Agustus 2015 setelah Presiden Jokowi menyampaikan pidato nota keuangan.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Dimyati Natakusumah menambahkan bahwa alokasi anggaran untuk pembangunan gedung baru DPR telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 dan rencana APBN 2016.

Namun, dia mengaku belum dapat mengungkapkan rincian anggaran pembangunan gedung tersebut.

Tetapi, pernyataan Setya Novanto tersebut langsung dibantah Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi.Menurutnya, Jokowi tidak pernah memberikan persetujuan terhadap gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang baru.

Sebaliknya, persetujuan hanya diberikan untuk pembuatan laboratorium dan museum di gedung DPR yang sudah ada.

Bahkan, diungkapkannya, alokasi anggaran yang ada pun hanya berupa renovasi gedung.(sp/mk04)
Tuesday, April 28, 2015 | 0 komentar | Read More

FPMI Perjuangkan Nasib Dan Kesejahteraan Pekerja Media

Written By Unknown on Sunday, April 26, 2015 | Sunday, April 26, 2015

Illustrasi Jurnalis/ Wartawan (Ant)
Jakarta - Forum Pekerja Media Indonesia (FPMI) berharap momentum Hari Buruh 2015 pada 1 Mei atau biasa disebut MayDay bisa menjadi tonggak kebangkitan untuk memperjuangkan nasib dan kesejahteraan para pekerja media massa.

"Kekuatan dan kekompakan para pekerja media mutlak dibutuhkan sebagai upaya perlawanan. Keberanian dan kesadaran pekerja media harus dibangkitkan," kata juru bicara FPMI, Chandra, melalui siaran pers diterima, di Jakarta, Minggu (26/4).

Menurut Chandra, perkembangan bisnis media di Indonesia tidak disertai dengan kesejahteraan para pekerjanya. Apalagi ditambah dengan praktik konvergensi media yang mengarah pada perbudakan gaya baru, yang demi efisiensi bisnis, kian menyengsarakan pekerja media.

Belum lagi, peran lembaga media sebagai salah satu pilar demokrasi mulai kehilangan independensinya karena tergerus kepentingan kapital dan politik praktis para pemiliknya.

Untuk menjawab persoalan itu, serikat pekerja dari berbagai media seperti Tempo, Kompas, TPI (MNCTV), LKBN Antara, SCTV, ANTV, SWA dan lain-lain sepakat menggalang kekuatan dalam satu wadah bernama Forum Pekerja Media Indonesia.

Pada MayDay 2015, FPMI mengusung enam sikap, yaitu melawan perbudakan di sektor media, segera wujudkan upah layak pekerja media, segera tetapkan upah sektoral media dan menolak praktik konvergensi yang menyengsarakan pekerja media.

Kemudian, menolak konglomerasi media yang memasung kebebasan pers, serta mengajak kepada seluruh pekerja media untuk menyatukan kekuatan, meneguhkan sikap guna membangun gerakan pekerja media yang kuat dan konsisten untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja media di Indonesia.(Ant/Sp/mk07)
Sunday, April 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Polri Siap Amankan Pilkada Serentak

Kapolri Badrodin Haiti (Ant)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Tugas berat menanti Polri terkait pengamanan pemilihan kepala daerah serentak yang akan dilaksanakan pada Desember mendatang. Korps baju coklat itu pun memberi sejumlah masukan.

"Kita kan punya pengalaman menangani Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Semua itu kita lakukan hal yang sama dan karena ini persiapannya panjang, maka akan lebih baik. Serentak tidak serentak sama saja buat kami," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti Minggu (26/4).

Tapi, masih kata Badrodin, Pilkada serentak yang dilakukan untuk level bupati dan walikota itu akan bermanfaat untuk mengantisipasi adanya pemilih yang tidak jelas yang bisa saja dikerahkan dari lokasi lain, seperti yang dicurigai pernah terjadi.

"Saya usulkan juga mengapa tidak sekaligus dengan gubernurnya. Tapi dijawab kan ada masa gubernurnya yang belum habis. Tapi ya bisa saja, dipilihnya sekarang, sertijabnya nanti. Tapi itu hanya usul," lanjutnya.

Selain itu, Badrodin melanjutkan, pihaknya juga mengusulkan jika sengketa Pilkada yang dilaporkan ke Bawaslu daerah untuk sebaiknya dtarik untuk ditangani ke Panwaslu di pusat.

"Itu karena kalau tetap ditangani di daerah, sementara di daerah itu ikatannya lebih kental antara elit dengan grassroot, bahkan saling kenal, itu semua potensi masalah. Kalau ditarik ke Jakarta, potensi konflik itu akan bisa diminimalkan," lanjutnya.

Kalaupun ada kelompok yang tidak puas, dan misalnya mereka mengerahkan massa, maka massa itu harus berangkat ke Jakarta lebih dahulu. Tentu ini akan menyusahkan aliran massa itu dibandingkan jika mereka berdemo di kantor Bawaslu di daerah.

"Ya silahkan saja datang ke Jakarta kalau kuat ngongkosi. Ini adalah usul kami sebagai salah satu strategi pengamanan. Kami sudah menginventaris segala potensi itu di tiap daerah. Yang tentu masing-masing berbeda-beda," tambahnya. (Sp/mk05)
Sunday, April 26, 2015 | 0 komentar | Read More

IMI Tegas Menolak Pembangunan 24 Pelabuhan Oleh Tiongkok

Pelabuhan (Net)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Tudingan jika Presiden Joko Widodo adalah antek Tiongkok semakin terlihat jelas. Hal ini terbukti dari beberapa kerjasama Indonesia dengan negeri tirai bambu tersebut khususnya di sektor kemaritiman. Tiongkok mendapatkan proyek pembangunan 24 pelabuhan. Apakah anak bangsa sudah tidak mampu, sehingga Jokowi lebih mempercayakan ke Tiongkok..

Melihat itu, Indonesia Maritim Institute (IMI) secara tegas menolak rencana tersebut. Alasannya, sebagai negara kepulauan, Indonesia wajib bertransformasi menjadi negara maritim. Itulah esensi dari perjuangan Ir. Djuanda melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957

"Memang tidak mudah membangun Indonesia menjadi negara maritim yang memiliki konfigurasi geografis yang terdiri atas ribuan pulau. Konektifitas laut merupakan hal yang vital," kata Direktur Eksekutif IMI, Dr Y Paonganan kepada wartawan, Sabtu (25/4).

Menurutnya, pelabuhan laut, adalah infrasutruktur yang sangat penting bagi sebuah negara yang mengandalkan laut sebagai jalur distribusi logistiknya, apalagi RI yang tentu sangat tergantung pada sistem transportasi laut.

"Karena pelabuhan adalah infrastruktur yang sangat vital, dimana barang yang keluar dan masuk ke RI melalui pelabuhan itu, sudah seharusnya semua pelabuhan dibangun dan dikuasai oleh negara bahkan managementnyapun harus dikendalikan oleh negara, dengan tetap menggunakan standar-standar internasional yang ditetapkan oleh IMO (International Maritime Organization)," tegasnya.

Paonganan menilai Jokowi tidak paham mengenai maritim Indonesia, dimana dia  menyerahkan 24 pelabuhan vital yang katanya terkait dengan konsep tol laut itu untuk dibangun oleh China dengan alasan investasi. "Inilah cara berfikir keliru seorang presiden dalam memandang RI sebagai archipelagic state," kritiknya seraya menyebutkan Tiongkok sedang gencar mewujudkan jalur sutra melalui laut untuk mendistribusikan hasil-hasil produksi mereka ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

Menjadi pertanyaan juga, apakah konsep tol laut itu memang di desain untuk mendukung jalur sutra China dan menjadikan RI sebagai hub oleh Tiongkok untuk melancarkan distribusinya ke seluruh dunia. "Ini hanya Jokowi yang tahu, kita anak bangsa wajib mempertanyakannya," beber Ongen biasa disapa.

Doktor lulusan Institute Pertanian Bogor (IPB) ini secara tegas sebagai pribadi dan Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) menolak dengan tegas rencana Jokowi menyerahkan 24 pelabuhan itu untuk dibangun dan dikuasai oleh Tiongkok.(Sp/mk06)
Sunday, April 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Masyarakat Geram, DPR Bangun Gedung Baru Rp. 1 Triliun

Maket Gedung DPR RI
Jakarta (Metro Kalimantan) - Masyarakat kembali dibuat emosi, muak dan  geram melihat rencana DPR  RI untuk membangun beberapa gedung baru yang megah senilai Rp 1 triliun.

Kegerahan itu muncul ketika publik tidak melihat ada prestasi yang dibuat anggota dewan terhormat, padahal sudah tiga masa sidang yang mereka lewati.

"Sangat geram mendengar rencana pembangunan gedung baru yang menghabiskan anggaran Rp 1 triliun itu. Lalu apa prestasi anggota DPR kita sekarang ini?" tanya Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti di Jakarta, Minggu (26/4).

Ray Rangkuti mengatakan, sekarang DPR sudah memasuki masa reses ketiga. "Saya mau tanya, sudah berapa undang-undang (UU) yang dihasilkan dalam tiga masa sidang ini?" ujar dia.

Demikian juga di bidang pengawasan, sampai saat ini tidak ada pengawasan yang substantif yang dilakukan DPR terhadap pemerintah.

Padahal dalam enam bulan ini, banyak kebijakan pemerintah, terutama kerja sama dengan negara-negara lain dalam pembangunan di Indonesia. Yang ada hanya pengawasan untuk menekan pemerintah, seperti pengajuan hak angket untuk Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

"Pengawasan DPR hanya yang ecek-ecek saja, yang menggeretak saja, tetapi tidak subtansial. Tak ada prestasi yang dibuat DPR, yang ada hanya pemborosan uang negara," katanya.

Karena itu, Ray mengatakan, pihaknya akan terus menolak rencana pembangunan gedung baru DPR itu. Tetapi, Ray juga menyadari, mengeritik dan menolak di era saat ini mengerikan.

"Kami masyarakat madani jadi ngeri, mengeritik kebijakan seperti menambah musuh. Kita mudah dikriminalisasi. Sekarang ini, ada suasana tidak nyaman untuk aktivis mengeritik kebijakan pemerintah dan DPR karena diancam kriminalisasi," kataya.(Sp/mk04)
Sunday, April 26, 2015 | 0 komentar | Read More

Penyidik Bareskrim tingkatkan 6 kasus Denny

Written By Unknown on Saturday, April 25, 2015 | Saturday, April 25, 2015

Denny Indrayana
Jakarta (Metro Kalimantan) - Kasus-kasus yang menjerat mantan Wamenkum dan HAM Denny Indrayana, yang telah dijadikan tersangka dalam kasus Payment Gateway di Kementrian Hukum dan HAM, ternyata lebih dari enam sebagaimana yang dilansir selama ini.

"Yang bisa ditingkatkan ke penyidikan memang enam kasus, tapi (sebenarnya) laporannya ada delapan kasus. Yang dua kasus (didrop) karena kita nilai belum cukup untuk ditindaklanjuti. Tapi kalau yang enam bisa disidik," kata Kabareskrim Komjen Budi Waseso (Buwas) di Mabes Polri Jumat (24/4).

Namun jenderal bintang tiga ini lagi-lagi tak mau menjelaskan apa saja kasus yang menjerat profesor hukum yang mengajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu

"Yang jelas kan Payment Gateway, yang lainnya macam-macam lah. Masih didalami. Saya bilang (ke penyidik) satu dulu saja karena sudah bulat dengan adanya audit dan segala macam saksinya," sambungnya.

Namun mantan Kapolda Gorontalo ini tidak membantah jika kasus-kasus yang menjerat Denny itu termasuk dugaan kasus penganiayaan sipir, saat Denny melakukan sidak ke Lapas beberapa saat lalu.

"Ya, pokoknya adalah. Laporan terkait beliau kan macam-macem. Namanya orang dilaporkan bisa macam-macam. Saya tidak tahu (penganiayaannya) di mana. Tapi memang ada yang melaporkan kasus itu," sambungnya.

Buwas mengatakan dia tidak bisa melarang orang untuk melaporkan aktivis anti korupsi itu karena adalah hak setiap orang untuk melakukan pengaduan dan polisi akan berupaya memenuhi hak pelapor tersebut.

Apakah juga terkait kasus Denny dengan PT Garuda Indonesia? "Ya pokoknya sedang diaudit. Sedang didalami semua. Hingga kini belum ada kesimpulan," jawabnya.

Denny, dalam kasus Payment Gateway, telah membantah melakukan korupsi. Menurutnya kasus ini adalah upaya kriminalisasi pada inovasi pelayanan publik antipungli berbasis teknologi.

Dia merasa dipojokan karena lantang membela dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang kini juga telah berstatus nonaktif dan telah berstatus tersangka di kepolisian.

Denny telah dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Dua Pejabat Bursa Berjangka Jakarta Ditahan KPK

Dirut BBJ Sherman Rana Dan Direktur M Bihar SW (jfx.co.id)
Jakarta (Metro Kalimantan) - KPK menahan Dirut Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Sherman Rana Krisna dan Direktur BBJ, Muhammad Bihar Sakti Wibowo. Keduanya ditahan di Rutan Guntur untuk 20 hari ke depan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Keduanya tidak berkomentar ketika disinggung tentang penahanannya, termasuk perkara suap Rp 7 miliar kepada Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sampurnajaya terkait izin operasional PT Indokliring Internasional.

Penasihat hukum tersangka Bihar, Andi Faisal mengatakan kliennya merupakan korban pemerasan dan tak layak dikenai status tersangka, apalagi sampai ditahan. Namun pihaknya menghormati proses hukum tersebut.

"Kita menghormati proses di KPK, tetapi penahan ini terlalu dipaksakan. Tadinya kita minta di Cipinang, tapi alasannya penuh jadi ditahan di Guntur," kata Andi seusai mendampingi kliennya di Kantor KPK, Jumat (24/4).

Tersangka Sherman, sewaktu hendak memasuki mobil tahanan KPK mengaku tidak mengetahui suap Rp 7 miliar yang disangkakan KPK kepadanya. Dirinya menolak berbicara ketika disinggung pihaknya diperas Syahrul selaku Kepala Bappepti.

"Saya tidak tahu," kata Sherman.

Selain Sherman dan Bihar, KPK juga menersangkakan Hassan Widjaja selaku pemegang saham. Namun, Hassan tidak ditahan.

Ketiganya disangka menyuap Syahrul selaku kepala Bappebti agar membantu proses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka, PT Indokliring Internasional. Ketiganya disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. (sp/B1/mk03)
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Alokasi Dana Desa Dan Pilkada Serentak Terancam Batal

illustrasi ADD
Jakarta (Metro Kalimantan) - Politik anggaran yang diterapkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mulai dari pengelolaan anggaran, desentralisasi fiskal dan keuangan negara, dinilai tidak mencerminkan Nawa Cita yang tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan diundangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 tahun 2015.

Khusus dana desa, Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mensinyalir akan terjadi ketimpangan. "Dana yang sebelumnya dijanjikan sebesar Rp 1 miliar per desa, hanya akan turun sebesar 50 persen sampai 60 persen saja," kata Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi saat membeberkan sembilan catatan kinerja politik anggaran Jokowi di Jakarta, Jumat (24/4).

Dia mengatakan belum adanya aturan yang ketat akan menjadi celah para mafia anggaran di pusat dan di daerah. “Harusnya Jokowi buat perpres perihal penggunaan dan pengawasannya. Kemudian, harus ada formula crosscheck alokasi dari atas berapa. Kan petanya ada. Desa harus diberi kemampuan crosscheck sampai ke pusat,” kata Apung

Apung mengungkapkan, besaran dana desa yang akan dialokasikan belum sesuai dengan jumlah alokasi yang seharusnya diamanatkan, yaitu sebesar 10 persen dari total dana transfer daerah tahun 2015 sebesar Rp 643,5 triliun atau setara dengan Rp 64,35 triliun. Sedangkan, berdasarkan PP 60 tahun 2014 tentang Dana Desa, total dana yang dialokasikan untuk desa hanya sebesar Rp 20,7 triliun.

Selanjutnya, kata dia, dana desa rentan digunakan untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada bulan Desember 2015. “Potensi kebocoran anggaran desa mencapai 30 persen sampai 40 persen dari total anggaran Rp 20,7 triliun. "Saya takutnya jadi sumber dana pilkada bagi sebagian daerah yang belum siap tetapi dipaksakan,” ujarnya.

Sekjen Fitra, Yenny Sucipto menambahkan bahwa anggaran pelaksanaan pilkada di kabupaten/kota yang mencapai Rp 5 - Rp 8 miliar, serta di tingkat provinsi puluhan miliar, dianggap pemicu penggunaan dana desa sebagai anggaran pelaksaan pilkada.

Tidak hanya dana desa, Yenny mengatakan alokasi dana untuk membiayai pilkada, berasal dari anggaran sektor publik seperti kesehatan dan pendidikan. Riset Fiitra menyatakan, Kabupaten Rokan Hulu Hilir menggunakan gaji ke-13 pegawai negeri sipil (PNS) untuk menalangi biaya pilkada.

“Dari 270 daerah, ada 65 kabupaten/kota yang tidak bisa pilkada karena tidak ada dana karena rendahnya ruang fiskal dan tidak memiliki dana cadangan,” papar Yenny.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memastikan bahwa bulan April ini, dana desa akan cair sekitar Rp 750 juta per desa sebagaimana dijanjikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Marwan Jafar.

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Reydonnyzar Moenek mengklaim bahwa 93,83 persen dari 68 daerah yang sebelumnya kesulitan anggaran, sudah tidak mengalami masalah lagi.

Beberapa solusi yang ditawarkan adalah menggunakan dana hibah atau dana kegiatan yang tidak perlukan serta melakukan penyisiran terhadap pos-pos anggaran yang perlu untuk diefisienkan.

Sebelumnya, sebanyak 68 daerah belum melaporkan kesiapan anggaran pilkada kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setelah melalui tahap konsolidasi dengan Kemdagri, dari 68 hanya tersisa lima daerah yang belum menunjukkan kesiapannya. Adapun kelima daerah tersebut yaitu, Kabupaten Nias Selatan (Sumatera Utara), Kabupaten Membramo Raya (Papua), Kabupaten Yalimo (Papua), Kabupaten Boven Digoel (Papua), dan Kabupaten Majene (Sulawesi Barat).(Sp/B1/mk05)
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Bambang Alamsyah Diperiksa KPK di Brimobda Kalsel

Bambang Alamsyah Bupati Tanah Laut Kal-Sel (Ant)
Jakarta (Metro Kalimantan) - KPK memeriksa Bupati Tanah Laut, Kalsel, Bambang Alamsyah di Brimobda Kalsel, Kamis (23/4). Pemeriksaan tidak dilakukan di Kantor KPK karena terkait dengan penggeledahan dan penyitaan di sejumlah tempat khususnya di rumah dinas Bupati Tanah Laut, Rabu (22/4).

"Pemeriksaan dilakukan di sana karena  sehari sebelumnya ada penggeledahan dan penyitaan sejumlah dokumen di sana," kata Kabag Pemberitaan dan Publik Priharsa Nugraha, di Kantor KPK, Jumat (24/4).

Pemeriksaan terhadap Bambang yang didahului dengan penggeledahan dan penyitaan merupakan bagian dari rangkaian penyidikan terhadap mantan Bupati Tanah Laut Adriansyah, yang ditangkap di Sanur, Bali, Kamis (9/4) setelah menerima suap dari pengusaha Andrew Hidayat.

Bambang sendiri merupakan anak kandung Adriansyah yang sebelumnya telah menjabat sebagai Bupati Tanah Laut selama dua periode. Diketahui, Bambang bakal kembali diperiksa sebagai saksi pada pekan depan.

Priharsa mengatakan, selain memeriksa Bambang, KPK juga memeriksa empat pegawai pada Pemkab Tanah Laut. Pemeriksaan dilakukan selama 6 jam terkait dengan mekanisme pemberian izin usaha di Tanah Laut dan sejumlah dokumen yang disita.

Disinggung apakah nantinya Bambang bakal menjadi tersangka baru dalam perkara suap Adriansyah, Priharsa tidak dapat memastikannya karena hal itu merupakan domain penyidik. Namun dirinya menegaskan, KPK masih fokus pada penyidikan terhadap dua tersangka kasus tersebut yakni, Adriansyah dan Andrew Hidayat.

"Penyidik masih fokus pada dua tersangka, dan semuanya masih berstatus sebagai saksi," ujarnya (Sp/mk03)
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Tersangka Bansos Pemko Bengkulu Diminta Kooperatif

Illustrasi Bansos
Bengkulu (Metro Kalimantan) - Penyidik Kejari minta para tersangka kasus dugaan korupsi dana bansos 2012/2013 sebesar Rp 11,4 miliar kooperatif dalam upaya memperlancar proses penegakan hukum.

"Kami minta para tersangka kasus korupsi dana bansos di Pemkot Bengkulu agar kooperatif untuk memperlancar proses penegakan hukum," kata Kepala Kejari Bengkulu, Wito, di Bengkulu, Jumat (24/4).

Hal ini ditegaskan Wito karena sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi dana bansos beberapa kali mangkir saat dipanggil penyidik, sehingga mereka terkesan tidak kooperatif dalam menuntaskan kasus tersebut.

"Para tersangka orang intelektual semua,  kita minta mereka kooperatif dan dapat memenugi panggilan penyidik setiap saat, sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan lancar," ujarnya.

Jika ada pihak-pihak yang berupaya menghambat proses penegakan hukum terhadap kasus dugaan korupsi dana bansos di Pemkot Bengkulu Rp 11,4 miliar ini, berarti mereka tidak menyukai adanya keadilan.

"Yang kita lakukan sekarang adalah untuk mencari keadilan. Jika ada pihak yang tidak menyakai hal ini, maka mereka tidak menyukai adanya keadilan tersebut," ujarnya.

Jika para tersangka tetap tidak kooperatif, maka Kejari Bengkulu akan bersikap tegas, salah satunya melayangkan surat ke Kejaksaan Agung agar mencekal mereka. "Kita segera melayangkan surat ke Kejaksaan Agung agar mencekal para tersangka kasus bansos tersebut," ujarnya.

Sedangkan tindakan lainya, penyidik Kejari Bengkulu segera melakukan publikasi tentang perkembangan kasus tersebut. "Kita berharap para tersangka untuk kooperatif dalam kasus ini, sehingga proses penyidikan kasus ini dapat dituntaskan dalam waktu dekat," ujarnya.

Seperti diketahui dari 7 tersangka kasus bansos yang ditetapkan Kejari pada gelombang II hanya  satu orang yang memenuhi panggilan penyidik, yakni Wakil Wali Kota Bengkulu, Patriana Sosialinda.

Sedangkan 6 tersangka lainnya beberapa kali dipanggil penyidik tidak datang, termasuk Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan. Dalam kasus dugaan korupsi bansos ini, Kejari Bengkulu telah menetapkan 15 orang tersangka.

Dari jumlah tersangka itu, 8 orang di antaranya telah ditahan di Lapas Malabro Bengkulu. Tersangka yang ditahan di Lapas Bengkulu itu, antara lain MY, SS, NOV, SB, ER dan tersangka lainnya.(sp/mk03)
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Modus Korupsi Pajak BCA Mirip Bank Century

Mantan Ketua BPK Hadi Purnomo (sp)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Setelah diselidiki lebih intensif, ternyata modus yang dilakukan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo dalam dugaan korupsi pajak Bank Central Asia (BCA) mirip modus mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya dalam korupsi Bank Century.

Kesamaan modus yang dilakukan Hadi Poernomo (HP), yaitu menyalahgunakan kewenangan dengan bersembunyi di balik kebijakan pajak saat menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak.

Sedangkan mantan Deputi Gubernur BI bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya melakukan penyalahgunaaan kewenangan sebagai Deputi Gubernur BI di balik kebijakan perbankan.

Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berusaha membuktikannya. "Dari ekspose yang disampaikan penyidik itu yang harus dibuktikan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dalam diskusi media di Gedung KPK Jakarta, Jumat.

"Penyidik melaporkan cukup dan faktanya, seperti itu kan tidak mungkin diubah, apalagi orang mengatakan TR punya konfik kepentingan dengan HP. Saya punya keyakinan, penyidik proper," ungkapnya.

Taufiequrachman Ruki (TR) menjabat anggota BPK pada 2009-2013, sedangkan Hadi Poernomo (HP) menjadi Ketua BPK pada 2009-2014.

Pada Kamis (23/4), KPK memeriksa Hadi sebagai tersangka kasus tersebut, seusai diperiksa Hadi mengaku bahwa ia tidak menerima imbalan dalam kasus yang dituduhkan.

"Tidak ada sama sekali," kata Hadi, saat ditanya wartawan seusai diperiksa sekitar tujuh jam di Gedung KPK Jakarta, Kamis kemarin.

Namun, menurut Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, penerimaan imbalan bukan menjadi unsur yang menentukan kejahatan dari sangkaan yang dituduhkan KPK kepada Hadi.

"Kebijakan jelas sesuatu yang merupakan kewajiban pemerintah. Tapi, ketika ada unsur conflict of interest (COI). Itu yang membuat tanggung jawab hukumnya. Kalau ada COI, ya masa didiamkan?" katanya.

Saat ini KPK sedang membuktikan konflik kepentingan yang disangkakan kepada Hadi.

"COI pidana kan tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tapi bisa orang lain," demikian Adnan.

Hadi Poernomo sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004 diduga menyalahgunakan kewenangan dengan bersembunyi di balik kebijakan pajak yaitu mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak tercatat memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu.

Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp 375 miliar bahkan potensi kerugian negara dapat mencapai Rp 1 triliun sehingga sudah dapat dikategorikan memenuhi unsur pidana yang disangkakan.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar. (Ant/Sp/mk04)
Saturday, April 25, 2015 | 0 komentar | Read More

Mantan Bupati Alor Ditahan Polda NTT

Written By Unknown on Thursday, April 23, 2015 | Thursday, April 23, 2015

Illustrasi Kekayaan Pejabat
Kupang - Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) menahan mantan Bupati Alor Simeon Thobias Pally. Simeon yang menjabat sebagai bupati periode 2008-2013 itu terlibat kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Alor tahun anggaran 2012 dan 2013 sebesar Rp 1,6 miliar.

“Setelah Ia diperiksa selama enam jam, penyidik akhirnya memutuskan untuk menahan yang bersangkutan," kata Humas Polda NTT, AKBP Agus Santosa kepada SP di Kupang, Kamis, (23/4).

Simeon Pally dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 junto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP.

Agus Santoso menjelaskan, alasan penahanan itu agar yang bersangkutan tidak melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatannya. Dari segi yuridis, penahanan dilakukan supaya ada dampak hukum terhadap yang bersangkutan ataupun orang lain.

Simeon ditetapkan sebagai tersangka karena perannya memberikan dana hibah kepada ULP Kabupaten Alor yang tidak dianggarkan dalam APBD Alor tahun anggaran 2012 dan 2013. Selain Simeon Pally, polisi juga menetapkan Kepala ULP Alor Abdul Djalal serta Sekretaris ULP Alor Melkzon Beri sebagai tersangka.
Thursday, April 23, 2015 | 0 komentar | Read More

Mantan Dirjen Pajak Diperiksa KPK Terkait Wajib Pajak BCA

Hadi Purnomo Ditetapkan Jadi Tersangka Oleh KPK (Ant)
Jakarta - Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi keberatan wajib pajak Bank Central Asia (BCA), Kamis (23/4).

Usai menjalani pemeriksaan selama sekitar tujuh jam, Hadi yang keluar Gedung KPK sekitar pukul 16.50 WIB, enggan menjawab pertanyaan wartawan mengenai kasus yang menjeratnya. Termasuk dugaan keterlibatan pihak BCA dalam kasus ini.

"Tanya ke penyidik, jangan ke saya," kata Hadi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/4).

Terkait pemeriksaan hari ini, Hadi mengaku dicecar dengan 10 pertanyaan oleh penyidik. Namun, Hadi enggan mengungkap lebih jauh materi pemeriksaan perdana yang dijalaninya tersebut. Termasuk materi mengenai keterlibatan BCA.

"Silakan tanya ke penyidiknya saja. Hanya jumlah pertanyaannya ada 10," katanya.

Meski demikian, Hadi menegaskan akan berupaya bersikap koperatif dalam menjalani proses hukum yang menjeratnya. Hadi menyatakan, sikap itu merupakan komitmennya sejak ditetapkan sebagai tersangka.

"Saya kan mengikuti proses hukum, dari dulu saya sudah janji itu. Semuanya serahkan ke penyidik," jelasnya.

Pemeriksaan terhadap Hadi dilakukan KPK untuk melengkapi berkas penyidikan perkara ini. Selain Hadi, KPK memastikan akan memeriksa pejabat BCA terkait kasus ini.

"Saya yakin pihak BCA akan diperiksa karena terkait BCA," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/4).

Meski demikian, Johan mengaku belum dapat memastikan waktu pemeriksaan terhadap pejabat BCA. Hal itu, menurutnya, merupakan kewenangan penyidik.

"Kapannya harus dikonfirmasi ke penyidik," ucap Johan.

Johan menegaskan, kasus yang menjerat Hadi Poernomo merupakan salah satu dari 36 kasus yang diprioritaskan untuk dituntaskan pimpinan KPK jilid III sebelum masa tugasnya berakhir pada Desember 2015 ini.

"Pak HP adalah bagian 36 perkara yang diselesaikan tiga pelaksana tugas pimpinan dan dua pimpinan existing," jelasnya.

Diketahui, pemeriksaan terhadap Hadi merupakan yang perdana setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014 lalu.

Dalam tiga pemanggilan sebelumnya, Hadi Poernomo mangkir dengan alasan sedang sakit jantung dan mengajukan praperadilan.(Sp/mk03)
Thursday, April 23, 2015 | 0 komentar | Read More

Sungai Mahakam Meluap, Samarinda Kembali Terendam

Sungai Mahakam Meluap (Ant)
Samarinda (Metro Kalimantan) - Banjir akibat air pasang Sungai Mahakam setinggi 2,3 meter melanda sebagian wilayah Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Kepala Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Temindung Samarinda Sutrisno mengatakan, selain pasang Sungai Mahakam, banjir juga disebabkan curah hujan yang cukup tinggi.

"Curah hujan yang melanda Kota Samarinda dan sekitarnya hari ini mencapai 56,8 mili meter. Jadi, selain pasang Sungai Mahakam dengan ketinggian hingga 2,3 meter, banjir juga disebabkan akibat tingginya curah hujan yang berlangsung sejak Kamis dinihari hingga siang," ujar Sutrisno ketika dihubungi di Samarinda, Kamis (23/4).

Menurut ia, pasang Sungai Mahakam diperkirakan masih akan berlangsung pada Jumat (24/4) dengan puncak pasang setinggi 2,2 meter dan berlangsung pada pukul 10.30 Wita.

"Pada Sabtu (25/4), pasang Sungai Mahakam sudah berangsur surut dengan puncak pasang setinggi 2,1 meter yang berlangsung pukul 11.12 Wita. Namun, potensi hujan dengan intensitas tinggi masih tetap berpeluang terjadi sebab puncak hujan di Samarinda akan berlangsung hingga Mei 2015," ujar Sutrisno.

Dari pantauan Antara, banjir yang melanda sebagian Kota Samarinda dengan kondisi terparah berada di kawasan Perumahan Bengkuring dengan ketinggian air hampir mencapai satu meter.

Genangan air dengan ketinggian 60 hingga 70 sentimeter terjadi di Jalan Wahid Hasyim hingga Jalan AW Syahranie. Genangan air juga terlihat di kawasan Jalan Pangeran Suryanata hingga Jalan Pangeran Antasari dengan ketinggian 40 hingga 80 sentimeter.

Di beberapa kawasan seperti Jalan Lambung Mangkurat, Jalan Gerilya, Jalan Gatot Subroto, termasuk kawasan Simpang Empat Mal Lembuswana juga sempat tergenang, namun pada Kamis sore genangan air berangsur surut.

"Kami mengimbau warga agar tetap mewaspadai terjadinya banjir dalam beberapa hari ke depan, sebab puncak hujan di Kota Samarinda akan berlangsung pada Mei 2015, sementara pasang Sungai Mahakam juga masih berlangsung," kata Sutrisno.(Ant/B1/mk08)
Thursday, April 23, 2015 | 0 komentar | Read More

Bawaslu : UU Pilkada No. 8/2015 Tidak Mengatur Hukum Pemilu

Illustrasi Pilkada Serempak
Jakarta (Metro Kalimantan) - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah mengatakan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak mengatur penegakan hukum pemilu.

Dia menemukan tidak satupun pasal dalam UU yang mengatur penyelenggaraan serentak 2015 itu, memberikan sanksi pidana bagi peserta pilkada yang melakukan politik uang.

Hal tersebut, menurutnya memicu kerawanan konflik dalam pesta demokrasi daerah tersebut.

"Politik uang bisa punya sanksi pembatalan pencalonan. Tapi anehnya di dalam UU Pilkada tidak diatur sanksi pidananya," katanya dalam sebuah diskusi di gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Kamis (23/4).

Dia melanjutkan, selama proses pilkada, sanksi pidana kepada peserta tidak akan efektif. Padahal KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Pasal 149 menyebutkan perbuatan politik uang dalam pemilu secara umum dapat dikenai pidana kurungan.

Anas beranggapan kekosongan hukum tersebut membuktikan lemahnya penegak hukum yang dibikin pembuat UU yang notabene partai politik terhadap diri mereka sendiri.

"Tidak mungkin legulator membuat lubang untuk dirinya sendiri. Sehingga penegakan hukum pemilu dibuat mandul dalam pilkada ini. Dibuat tidak punya daya kuat," ujarnya.(B1/mk04)
Thursday, April 23, 2015 | 0 komentar | Read More

700 Pasal Dalam RKUHP Mendapat Koreksi

Written By Unknown on Wednesday, April 22, 2015 | Wednesday, April 22, 2015

Illustrasi Hukum
Jakarta (Metro Kalimantan) - Sebanyak 700 pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat catatan atau koreksi dari tim dosen Bidang Studi Hukum Pidana FH UI yang diberi tugas oleh Kemenkumham untuk menelitinya.

"Pada Februari lalu Kemenkumham minta bantuan pada UI untuk meneliti atau menyisir semua pasal dalam draf RKUHP untuk melihat apa yang menjadi kelemahan dalam setiap pasal, dan hasilnya hampir semua pasal ada komentar atau catatannya dari kami," ujar salah satu anggota tim dosen Bidang Studi Hukum Pidana FH UI Eva Achjani Zulfa di Jakarta, Selasa (21/4).

Menurut dia, banyak kelemahan dalam KUHP yang digunakan saat ini baik dari banyaknya versi, ketidaksesuaian dengan situasi masa kini, hingga pasal-pasal yang usang atau mati sehingga akan menyulitkan proses penegakan hukum.

"KUHP kan kalau dilihat dari sejarahnya merupakan sisa-sisa pemikiran dari abad 18 ke 19, Belanda saja sudah mengganti (KUHP) lebih dari delapan kali sementara kita belum pernah melakukan perubahan apapun," tuturnya.

Selain itu, banyaknya versi KUHP yang beredar membuat beberapa sanksi dalam rumusan KUHP berbeda antara kitab satu dan lainnya.

Hal itu disebabkan karena versi KUHP yang dibuat resmi oleh pemerintah tidak pernah ada, bahkan KUHP versi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dengan versi UU Nomor 1 Tahun 1946 pun berbeda.

"Ini membuat kita mengalami kesulitan ketika bicara sanksi pidana karena KUHP kita punya beberapa versi," ujarnya.

Kelemahan lain, kata Eva, adalah tentang kualifikasi tindak pidana yang sama sekali tidak pernah "dicolek" atau disebutnya sudah usang karena tidak pernah digunakan sebagaimana fungsinya misalnya Pasal 504 KUHP tentang Pengemisan, Pasal 506 KUHP tentang Penggelandangan, dan Pasal 282 KUHP tentang Pornografi.

"Kita harus berpikir, dalam konteks kekinian pasal-pasal tersebut masih perlu dipertahankan tidak? Misalnya kenapa harus ada pasal dalam KUHP tentang pornografi padahal kita sudah punya UU sendiri yang mengatur itu?" katanya.

Yang tidak kalah penting untuk diatur dalam RKUHP adalah sanksi denda. Banyaknya versi KUHP yang ada mengakibatkan jumlah sanksi denda di setiap versi berbeda, versi lama masih menyebutkan denda Rp25 sementara versi baru yaitu versi 1960 jumlah dendanya dikalikan 10 menjadi Rp250.

Perbedaan jumlah sanksi denda ini perlu diluruskan dan disesuaikan dengan kondisi saat ini agar tidak menimbulkan kerancuan hukum.

"Misalnya pada kasus nenek Minah, kita andaikan kakao yang dia curi itu nilainya Rp1.000 di pasaran, padahal kalau mau memakai Pasal 364 KUHP nilai benda yang dicuri harus di bawah Rp250. Zaman sekarang apa yang bisa dicuri dengan nilai di bawah Rp250?" kata Eva.

Untuk itu, menurut dia, beberapa koreksi yang dilakukan timnya atas draf RKUHP sangat penting untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum.

Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly menyatakan pihaknya sudah menyerahkan draf RUU KUHP kepada Presiden Jokowi. Hal itu diungkapkan oleh Yasona dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM pada Rabu (8/4).

"Sudah diserahkan kepada Presiden dua pekan lalu dan sekarang di Setneg," kata Yasona.

Dalam rapat kerja tersebut salah satu kesimpulannya adalah Komisi III DPR RI mendesak Menkumham untuk segera mengajukan draf dan naskah akademik tentang RUU KUHP sesuai dengan kesepakatan Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menkumham tertanggal 21 Januari 2015.  (Ant/Sp/mk03)
Wednesday, April 22, 2015 | 0 komentar | Read More

Hakim Ad Hoc Bukan Pejabat Negara

Written By Unknown on Tuesday, April 21, 2015 | Tuesday, April 21, 2015

Illustrasi Hakim Ad Hoc
Jakarta (Metro Kalimantan) - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa hakim ad hoc bukanlah pejabat negara sebagaimana diputuskan dalam putusan nomor 32/PUU-XII/2014 yang menolak pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

"Mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat mengucapkan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (20/4).

Dalam pertimbangannya Mahkamah menyebutkan bahwa pengangkatan hakim ad hoc tidak sama dengan proses yang dilalui saat pengangkatan hakim sebagai pejabat negara.

Selain itu, Mahkamah juga menyebutkan bahwa hakim ad hoc dibentuk karena adanya faktor kebutuhan akan keahlian dan efektivitas pemeriksaan di pengadilan yang bersifat khusus.

"Hakim ad hoc merupakan hakim non-karier yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk mengadili suatu perkara khusus, sehingga hakim ad hoc dapat memberi dampak positif ketika bersama hakim karier menangani sebuah perkara," ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

Mahkamah menjelaskan bahwa penentuan kualifikasi hakim in casu hakim ad hoc sebagai pejabat negara atau bukan merupakan kebijakan hukum terbuka, yang sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang ada.

"Dengan demikian, penentuan kualifikasi pejabat negara yang dikecualikan untuk hakim ad hoc sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," jelas Anwar.

Sebelumnya, pemohon menilai Pasal 122 huruf e UU ASN dinyatakan tidak sempurna terkait dengan aturan aparatur sipil negara yang berada dalam domain eksekutif sementara hakim ad hoc termasuk dalam domain yudikatif dan sudah diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman.

Dalam pasal a quo juga menyebutkan bahwa hakim ad hoc tidak termasuk pejabat negara. (Ant/Sp/mk04)
Tuesday, April 21, 2015 | 0 komentar | Read More

Jabatan Dirjen Otonomi Daerah Dan Dirjen Bina Pemerintah Desa Dilelang

Illustrasi Lelang Jabatan (sp)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Dalam rangka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya,  sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2015, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengundang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat/Daerah untuk mendaftarkan diri melalui seleksi terbuka mengisi jabatan-jabatan: 1. Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah; 2. Dirjen Bina Pemerintahan Desa; dan 3. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Peminat harus memenuhi syarat administrasi: a. Berstatus sebagai PNS; b. Sedang dan/atau pernah menduduki jabatan minimal pimpinan tinggi pratama/pejabat fungsional utama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dalam masa jabatan; c. Berpangkat minimal Pembina Utama Muda (Gol. IV/c).

Selain itu c. Berpendidikan minimal Sarjana (S1)/ Diploma IV (DIV); e. Usia sampai 30 Mei 2015 maksimal 58 tahun; dan f. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, hukuman disiplin tingkat sedang dan berat, serta tidak sedang menjalani hukuman disiplin/ tidak dalam proses pemeriksaan pelanggaran disiplin  berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

"Pendaftaran dilakukan mulai tanggal 20 April 2015 sampai 24 April 2015 secara online melalui website www.kemendagri.go.id." tulis pengumuman yang ditandatangani oleh Ketua Panitia Seleksi Prof. Dr. Ermaya Suradinata, MH, MS, pada tanggal 20 April 2015 itu.

Lamaran harus disertai hasil scan: a. Formulis persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian; b. Riwayat hidup/CV; c. NPWP; d. Kartu Tanda Penduduk; e. SK pangkat terakhir; f. SK. jabatan terakhir; g.Tanda Terima Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari KPK; h. SPT Pajak 1 tahun terakhir; i. Ijazah pendidikan terakhir; j. Surat Keterangan Sehat dari Rumah Sakit; dan k. Pas foto berwarna.

Menurut Ermaya, tahapan seleksi pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya akan dimulai dengan Seleksi Administrasi pada 21-26 April; pengumuman hasil seleksi administrasi 27 April; penulisan makalah (29 April); pengumuman hasil penulisam makalah (4 Mei); assesment (6 Mei); wawancara (11 Mei); dan pengumuman hasil seleksi (15 Mei 2015).

"Setiap pelamar hanya diperbolehkan mendaftar 1 (satu) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya," tegas Prof. Ermaya Suradinata.

Disampaikan juga oleh Ermaya, bahwa seluruh Keputusan Panitia Seleksi bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. (Setkab/Sp/mk03)
Tuesday, April 21, 2015 | 0 komentar | Read More

Kepala Sekolah Dan Bendaharawan Dituntut Berbeda

Written By Unknown on Monday, April 20, 2015 | Monday, April 20, 2015

Ilustrasi Dana Bos
Banjarmasin (Metro Kalimantan) - Kepala Sekolah SDN Kelayan Dalam 5 Hj Siti Ramlah  yang merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi penyalah gunaan dana bantuan operasional sekolah yang digunakan nya membeli pakaian sasirangan dan kain dari Bima untuk para guru disekolahnya akhirnya dituntut jaksa Ali Reza SH dengan kurungan penjara selama 4 tahun denda Rp200 juta subsider selama 3 bulan.

Mendengar tuntutan jpu ibu Rahmah (57)hanya terdiam seribu bahasa, dia  terlihat bekaca-kaca ketika keluar dari ruang sidang Pengadilan Tipikor PN Banjarmasin, Kamis (17/4) siang. 

Selain kepala sekolah, bendaharawan sekolah Hj Afiah juga mendapat tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) Ali Reza dari Kejari Banjarmasin selama 4 tahun 6 bulan denda Rp 200 juta subsider selama 3 bulan kurungan.

Terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1.275.000 atau jika tidak dapat membayar dapat diganti kurungan selama 1 bulan.

Sementara itu kuasa hukum dari Hj Siti Ramlah, Hadi Permana SH mengatakan akan melakukan pembelaan atas tuntutan jaksa.

“Kami akan lakukan pembelaan, karena dana yang digunakan sudah dikembalikan semua, dan tidak ada kerugian negara, dan karena ketidak tahuan masalah administrasi, ” katanya.

Hadi menambahkan dana untuk pembelian baju sasirangan dan kain oleh oleh dari Bima yang diperuntukkan bagi semua guru sudah dikembalikan kepada penyidik polresta Banjarmasi, ketika masih dalam penyidikan. selain itu klien kami juga mengatakan bahwa dana sisa pembelian baju dibagikan kepada seluruh guru, jadi semua guru menikmati uang tersebut.

Dalam kasus dugaan korupsi dana BOS ini, kedua tersangka diduga telah merugikan negara senilai Rp61,8 juta,  dari nilai anggaran dana tahun 2012 sebesar Rp358 juta, dari hasil penyidikan ditemukan adanya penyelewengan penggunaan anggaran dana BOS yang tidak sesuai dengan peruntukannya yakni pembuatan baju sasirangan dan kain oleh oleh dari Bima dengan dana pembelian sebanyak Rp. 27 Juta lebih dan sisa dana dibank sebanyak Rp. 34 juta. (ags)


Monday, April 20, 2015 | 0 komentar | Read More

Kasus Golkar Jangan Salahkan Menkumham

Jimly Asshiddiqie (ant)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu  (DPP), Jimly Asshiddiqie mengingatkan semua pihak untuk tidak serta merta menyalahkan Surat Keputusan (SK) Meteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasona Laoly terkait konflik Partai Golkar.  

Pasalnya, semua orang, terutama pihak yang sedang bertikai, akan berkata sesuai persepsi mereka masing-masing. Karena itu, biarkan pengadilan yang memutuskannya.

"Jangan salahkan Menkumham. Ini masalah internal partai yang sedang berkonflik. Negara dengan kekuatannya sudah berusaha agar kedua kubu di Partai Golkar untuk rujuk, karena itu jalan keluar yang lebih bermartabat. Tetapi keduanya ingin penyelesaian di pengadilan," kata Jimly kepada pers di Jakarta, Minggu (19/4).   

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lebih jauh mengatakan, karena konflik Partai Golkar sudah di ranah hukum, maka tunggu saja sampai ada keputusan tetap. 

"Pihak yang bertikai bisa mendesak PTUN untuk mempercepat mengeluarkan keputusan. Tetapi tentu keputusan PTUN juga tidak akan bisa memuaskan pihak yang kalah. Maka akan ada banding, lalu kasasi. Intinya akan lama juga," katanya.  

Karena itu, lanjut Jimly,  biarlah orang  yang berkonflik menikmati konfliknya dan melampiaskan semua urat nadi kekuasaan.  

"Jangan ganggu mereka. Biarkan mereka menikmati konfliknya, melampiaskan seluruh urat nadi kekuasaan menurut persepsi diri mereka sendiri," katanya. 


Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM, banyak pertanyaan  yang diajukan kepada Menteri  Hukum dan HAM, Yasona Laoly.

Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin misalnya mengatakan,  majelis Mahkamah Partai Golkar tidak pernah memutuskan memenangkan pengurus hasil Munas Jakarta. 

"Tolong ditunjukkan karena saya tidak menemukan satu kalimat pun dari putusan Mahkamah Partai yang mengakui pengurus Munas Ancol atau pun Munas Bali," kata Aziz di Ruang Rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,  Senin (6/4/2015) malam.
Menjawab pertanyaan itu, Yasonna mengatakan bahwa SK terkait kepengurusan Agung Laksono diterbitkan berdasarkan fakta yuridis yang dipahaminya.

Menurut Yasonna, Mahkamah Partai telah memutuskan memenangkan kubu Agung Laksono berikut memberikan empat rekomendasi, yakni menghindari pihak yang menang menguasai penuh, merehabilitasi kader yang dipecat, membuat kepengurusan bersama, dan kubu yang kalah tidak membentuk partai baru. 

"Ada juga perbedaan cara melihat barangkali. Majelis tidak mencapai kesepahaman itu benar, tapi bukan berarti tidak tercapai keputusan. Karena sekarang sudah berlanjut di pengadilan, mari kita lanjutkan di pengadilan," ungkap Yasonna. 

Jimly mengatakan, ada dua cara pandang dalam memahami konflik Partai Golkar, tergantung persepsi masing-masing pihak.

Demikian halnya dengan SK Menkumham, semua boleh berkata sesuai dengan persepsi masing-masing. Tetapi karena masalah ini sudah di ranah hukum, maka tunggu saja putusan pengadilan.(sp/mk02)
Monday, April 20, 2015 | 0 komentar | Read More

Bambang Desak Bareskrim Pastikan Kasusnya

Wakil Ketua KPK Non Aktif Bambang Widjajanto
Jakarta (Metro Kalimantan) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Bambang Widjajanto mendesak Bareskrim Polri cepat memastikan kasusnya, apakah dilanjutkan atau dihentikan.

"Saya tidak mau terlalu lama menunggu kasus ini. Sekarang saya hanya mengikuti saja, apa sih yang dikehendaki (Bareskrim). Tapi kan tidak bisa ditunda terlalu lama," ujarnya kepada pers di Gedung LBH Jakarta, Minggu (19/4).

Sebelumnya, pimpinan KPK telah menyurati Jenderal Pol Badrodin Haiti yang saat itu masih Wakapolri, untuk menghentikan sementara penyelidikan kasus yang menyeret nama Bambang dan Ketua KPK non aktif Abraham Samad.

Namun, hingga kini tidak ada kejelasan tentang batas waktu penghentian penyelidikan tersebut.
 "Harusnya penundaan itu sesuai dengan kesepakatan bersama, tapi mereka memutuskan sendiri kapan kesepakatan itu akan dicabut. Jadi itu urusannya di pimpinan KPK," tutur Bambang.

Bambang dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga telah menyurati Polri mengenai penyidikan dirinya sebagai advokat.

"Surat itu tentang perlindungan profesi advokat, isi dari surat itu yaitu agar Polri mempertimbangkan kembali dan mencabut status tersangka saya karena yang pantas menilai iktikad baik saya sebagai advokat itu ya lembaga profesi, bukan lembaga lain," tuturnya.

Bambang meminta segera ada kejelasan tentang tenggat waktu penundaan penyelidikan atas dirinya dan berharap segera ada jawaban atas surat terkait peninjauan kembali dirinya sebagai tersangka.

"Saya ingin mengimbau agar apa yang disepakati oleh pimpinan penegak hukum (KPK dan Polri) itu langkah lanjutnya apa? harus jelas," tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Victor Simanjuntak di Jakarta, Selasa (10/3) mengatakan berkas perkara Bambang Widjajanto telah lengkap, namun Polri tidak akan serta merta menyerahkan berkas perkara ke kejaksaan.

"Tunggu dulu, sedang menyempurnakan resume," ujar Victor.

Polri menetapkan Bambang Widjajanto sebagai tersangka karena dituduh menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.(ant/sp/mk02)
Monday, April 20, 2015 | 0 komentar | Read More

Bupati Tanah Laut Akan Diperiksa KPK Terkait Aad

Written By Unknown on Friday, April 17, 2015 | Friday, April 17, 2015

Ardiansyah
Jakarta (Metro Kalimantan) - Politisi PDIP, Adriansyah mengakui uang sebesar Rp 500 juta yang diterima dari Direktur PT Maju Mitra Sukses Andrew Hidayat di Sanur Bali bukan suap yang pertama kali diterimanya.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPR tersebut usai menjalani pemeriksaan penyidik KPK pada Kamis (16/4).

"Iya (bukan yang pertama)," kata Adriansyah sambil tersenyum dan masuk ke dalam mobil tahanan.

Meski demikian, Adriansyah enggan membeberkan lebih jauh suap yang telah diterima sebelumnya. Mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan itu menyerahkan pada kuasa hukum untuk menjawab hal tersebut.
"Pengacara saja," katanya singkat.

Pernyataan Adriansyah mengonfirmasi dugaan sebelumnya. KPK menduga Adriansyah telah menerima suap dari PT MMS sejak masih menjabat sebagai Bupati Tanah Laut.

Untuk itu, tak menutup kemungkinan KPK akan memeriksa Bupati Tanah Laut saat ini, Bambang Alamsyah yang tak lain anak dari Adriansyah.

"Perusahaan yang sama ini diduga menyuap lebih dari sekali. Anaknya akan ditelusuri juga, apakah ikut menerima dari perusahaan tersebut. Karena ini kaitan pemberian izin saat Adrian menjadi Bupati," ungkap Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Senin (13/4) malam.

Untuk mengusut kasus ini, tim penyidik KPK menggeledah kantor PT MMS yang beralamat di Menara Batavia, Jalan KH Mas Mansyur, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat Pada Senin (13/4).

Dari penggeledahan yang dilakukan, KPK menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan kasus dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Mitra Maju Sukses (MMS) di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

"Iya, penyidik menyita sejumlah dokumen-dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara (Suap Izin Usaha Pertambangan)," kata Priharsa.

Lebih jauh, KPK juga mengusut dugaan korupsi pada usaha-usaha lainnya terkait pertambangan di wilayah Kabupaten Tanah Laut yang sempat dipimpin Adriansyah selama dua periode.

Diduga, tindak pidana penyuapan yang menjerat Adriansyah tidak hanya dilakukan PT MMS, tetapi juga perusahaan hitam lainnya.  "Akan didalami," kata Priharsa.

Namun, Priharsa masih enggan membeberkan yang dimaksud usaha-usaha lain terkait pertambangan tersebut. Termasuk adanya dugaan keterlibatan pihak swasta atau pemilik perusahaan tambang lainnya dalam kasus ini.

Priharsa menegaskan, KPK tak segan menjerat pihak yang terlibat dalam praktik korupsi di sektor pertambangan jika dalam pengembangan yang dilakukan pihaknya ditemukan dua alat bukti yang kuat.

"Ia (dapat dijerat sebagai tersangka) jika ditemukan dua alat bukti dari hasil pengembangan," tegasnya.

Berdasar informasi, dalam kajian di sektor minerba dan batubara di sejumlah provinsi di Indonesia, KPK menemukan banyak kejanggalan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara miliaran hingga hampir triliunan rupiah.

Di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan periode Januari hingga April 2011 misalnya, KPK menemukan adanya kerugian negara antara lain karena royalti dan iuran tetap tidak dibayarkan sebesar Rp 48,4 miliar.

Kerugian negara itu belum termasuk kewajiban-kewajiban yang diabaikan pemilik IUP terkait keuangan, pelaporan, reklamasi dan pascatambang. Bahkan disebutkan juga, belum semua IUP berstatus clean and clear.

Menurut data yang dihimpun Dinas Pertambangan Kalimantan Selatan hingga akhir 2011 lalu, diketahui ada 17 perusahaan tambang pemegang PKP2B di Kalsel, dengan total izin lahan seluas 241.463, 05 hektare.

Sementara untuk pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Kalsel ada sekitar 125 perusahaan dengan total luas lahan 2.854 hektare.

Diberitakan, KPK menangkap tangan anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP, Adriansyah saat menerima suap dari Direktur PT Mitra Maju Sukses (MMS), Andrew Hidayat melalui anggota Polsek Metro Menteng Briptu Agung Krisdiyanto, di sebuah hotel di kawasan Sanur, Bali, pada Kamis (9/4).

Adriansyah yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Sementara Andrew Hidayat yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.(sp/mk02)
Friday, April 17, 2015 | 0 komentar | Read More

Sutan Pening Atas Dakwaan Jaksa

Sutan Bhatoegana (Google)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Politisi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana mengaku pening usai mendengarkan dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Apalagi, dakwaan tersebut tidak membeberkan secara rinci uang suap sebesar US$ 140 ribu yang diterima dari Sekjen ESDM Waryono Karno mengalir ke anggota DPR lainnya.

"Pening kepala saya karena saya tidak mengerti akan uraian-uraian yang dituduhkan kepada saya," kata Sutan, dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/4).

Sutan menegaskan bakal mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan yang akan dibacakan pada sidang selanjutnya, 20 April 2015.

Selain didakwa menerima suap US$ 140 ribu dari Waryono Karno yang uangnya didapat dari SKK Migas, Sutan juga didakwa menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Alphard dari pengusaha Yan Achmed Suep, serta satu unit tanah dan bangunan di Medan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.

Selain itu, Sutan juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang tunjangan hari raya (THR) sebesar US$200 ribu dari Rudi Rubiandini. Uang THR tersebut dianggap masih kurang karena jumlah anggota Komisi VII DPR 54 orang. 

Dalam dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh tim JPU KPK yakni, Dody Sukmono, Mayhardy Indra Putra, Muhammad Riduan, dan Yadyn tidak disebutkan kalau suap yang dituduhkan diterima Sutan sampai ke pimpinan Komisi VII lainnya dan para anggota.

Jaksa KPK hanya menjelaskan kronologis Sutan meminta dan mendapatkan suap tanpa memastikan apakah uang sebesar US$ 140 ribu yang diterima Sutan juga diberikan kepada kolega-koleganya di Komisi VII.

Dalam dakwaan pertama disebutkan, Sutan mendapat suap dari Waryono Karno untuk mempengaruhi anggota Komisi VII DPR dalam rapat kerja pembahasan dan penetapan asumsi dasar subsidi listrik APBNP tahun 2013, serta pengantar pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) APBN-P tahun Anggaran 2013 pada Kementerian ESDM.

"Untuk empat pimpinan Komisi VII masing-masing menerima sejumlah US$ 7500, untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing menerima sejmlah US$ 2500 dan untuk Sekretariat Komisi VII sejumlah US$ 2500," kata anggota tim JPU Dody Sukmono.

Dakwaan terhadap Sutan hanya menyebut uang US$ 140 ribu yang diterima dibawa ke mobil Alphard miliknya oleh Muhammad Iqbal yang terparkir di basement Gedung DPR tanpa memastikan apakah uang itu diserahkan kepada tiga pimpinan Komisi VII, dan 43 anggotanya.

Sedangkan dalam dakwaan kedua yang menyebut Sutan meminta THR US$ 200 ribu dari Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini melalui anggota komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Tri Yulianto, tidak dijelaskan secara rinci tentang Deni, pengusaha yang tengah mengikuti tender di SKK Migas dan dikenalkan Sutan kepada Rudi.  

Tentang gratifikasi Toyota Alphard 2.4 Tipe G warna hitam yang diterima dari Yan Achmad Suep selaku Direktur PT Dara Transindo Eltra, di Sumut jaksa hanya menguraikan proses penyerahan tanpa menjelaskan keuntungan yang didapat Yan Achmad dari Sutan setelah memberikan mobil.

Mengenai gratifikasi satu unit tanah dan bangunan dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri Saleh Abdul Malik, jaksa hanya menyebutkan hal itu dilakukan untuk membantu Sutan yang tengah maju dalam Pilkada Sumut. 

Saleh membantu Sutan untuk membalas jasa karena pernah ditolong politisi Partai Demokrat itu untuk mendapat remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat sewaktu menjalani pidana di Lapas Sukamiskin.

Sutan juga didakwa menerima Rp 50 juta dari Menteri ESDM Jero Wacik sebagai bentuk apresiasi Kementerian ESDM terhadap yang bersangkutan selaku pimpinan Komisi VII DPR, mitra kerja Kementerian ESDM. Jaksa tidak memastikan apakah uang Rp 50 juta tersebut adalah pemberian pertama dari Jero. (sp/mk03)
Friday, April 17, 2015 | 0 komentar | Read More

Proyek Kolam Renang Palu Tidak Ada Dalam APBD Sulteng

Written By Unknown on Thursday, April 16, 2015 | Thursday, April 16, 2015

Kolam Renang dibangun Pakai dana APBD Sulteng (SP)
Palu (Metro Kalimantan) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) pada akhir-akhir ini, mulai memanggil dan memeriksa secara intensif sembilan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kolam renang menggunakan APBD Sulteng senilai Rp 15 Miliar tahun anggaran 2004-2006.

Tiga dari sembilan tersangka tersebut adalah Mantan Gubernur Sulteng H Aminuddin Ponulele (sekarang masih ketua DPRD Sulteng periode 2014-2019), Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi Golkar Muhiddin Said, dan Mantan Ketua DPRD Sulteng Murad Nasir.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng, Johanes Tanak, mengatakan pemeriksaan secara maraton sedang dilakukan sejak penetapan sembilan tersangka sejak Februari 2015, Rabu (15/4).

“Saat ini kami masih sedang merampungkan memeriksa saksi-saksi, dan akhir April mendatang mulai pemeriksaan para tersangka,” tegas Johanes Tanak

 Dikatakan, dalam pemeriksaan saksi ini juga sekaligus dilakukan penelusuran terhadap aset-aset para tersangka, yang diharapkan dapat disita untuk menyelamatkan kerugian negara. 

Menurut Johanes Tanak, dari keterangan para saksi yang didukung dengan bukti-bukti seperti surat Memorandum of Understanding (MoU) pembangunan kolam renang, keterangan ahli dan lain-lain, terdapat indikasi kuat terjadinya dugaan penyelewengan aturan pelaksanaan proyek dan dugaan korupsi keuangan negara melalui APBD Sulteng.

“Proyek itu cacat hukum, antara lain menyalahi keputusan presiden (Kepres) No. 80 Tahun 2003,” kata Johanes Tanak yang didampingi Wakil Kajati Sulteng Joko Susilo, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Sudirman, dan Kepala Seksi Penerangan dan Humas Eki Mohamad Kasim.

Kajati Johanes Tanak mengungkapkan, proyek kolam renang ini tidak tercantum dalam APBD Sulteng, tapi dikerjakan dengan menggunakan dana dari APBD.

Disebutkan, total dana APBD Sulteng yang dicairkan untuk proyek tersebut untuk sementara diketahui Rp 2,9 miliar.

“Proyek ini dikerjakan tanpa persetujuan DPRD Sulteng sebagaimana mestinya, tapi pelaksanaannya menggunakan anggaran daerah dan tanpa melalui prosedur tender,” ungkap dia.

Menurut Kajati, proses pemeriksaan kasus ini ditangani oleh tiga tim penyidik Kejati Sulteng dan diharapkan bisa selesai secepatnya untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan.

Dia juga menegaskan, bahwa pihaknya akan secara serius menuntaskan kasus-kasus hukum di daerah ini, termasuk kasus proyek kolam renang, sehingga penegakan hukum benar-benar tidak tumpul tapi tajam ke atas.

Proyek pembangunan kolam renang senilai 15 miliar tersebut, berlokasi di kompleks Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Bukit Jabal Nur, Kota Palu.

Proyek tersebut dikerjakkan oleh PT Bhakti Baru Rediapratama (BBR), dan Muhidin Said adalah pemilik perusahaan tersebut.

Proyek ini, dikerjakan hanya berdasarkan kesepakatan MoU antara Gubernur Sulteng yang saat itu dijabat oleh Aminuddin Ponulele, dan Pihak perusahaan, dan Murad Nasir yang kala itu menjabat Ketua DPRD Sulteng ikut mengetahui/menandatangani MoU.

Awalnya, proyek ini digagas untuk menciptakan atlit-atlit renang Sulteng yang bisa berkompetisi di tingkat nasional maupun internasional. Sayangnya, prosedur pelaksanaan proyek menyimpang dari aturan dan bahkan diduga sarat praktik korupsi. (sp/b1/mk04)
Thursday, April 16, 2015 | 0 komentar | Read More

Adik Tiri Atut Divonis 7 Tahun Penjara

Adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Ratu Lilis Karyawati (antara)
Serang (Metro Kalimantan) - Adik tiri Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah, Lilis Karyawati, divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang. Lilis dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek sodetan Sungai Cibenuangen, di Kabupaten Lebak, senilai Rp 19 miliar pada tahun anggaran 2011 lalu.

Pembacaan vonis terhadap terdakwa ketua DPD II Partai Golkar Kota Serang ini dilakukan pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (15/14). Selain hukuman 7 tahun penjara, terdakwa Lilis juga dikenakan denda sebesar Rp 100 juta dan dikenai uang pengganti Rp 5,645 miliar.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek sodetan Cibinuangeun Lebak senilai Rp19 miliar.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut Lilis 7 tahun dan 6 bulan penjara. Selain itu, JPU menuntut denda Rp 100 juta, subsider 3 bulan penjara. Adik kandung Wali Kota Serang Haerul Jaman ini juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 5,645 miliar, subsider 3 tahun penjara.

Majelis hakim yang dipimpin Andreas Suharto mengatakan, perbuatan terdakwa tersebut melanggar pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001.

"Mengadili, menyatakan, terdakwa Lilis Karyawati bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama tujuh tahun, " tegas Andreas pada saat membacakan vonis terhadap terdakwa Lilis.

Menyikapi putusan tersebut, terdakwa Lilis menyatakan ingin naik banding karena dirinya merasa tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti apa yang dituduhkan JPU. "Saya akan melakukan banding, karena saya tidak merasa melakukan korupsi, saya akan mencari keadilan dan kebenaran sampai mana pun," tegas Lilis.

Sementara itu, dua pengacara Lilis, Egi Sudjana dan Budi Nugroho, menyayangkan putusan hakim. "Ini putusan emosional, majelis hakim tidak mempertimbangkan aliran uang kasus tersebut," kata Budi Nugroho.

Menurut Egi Sudjana, hakim tidak mempertimbangkan keterangan saksi-saksi yang tidak menyatakan keterlibatan terdakwa Lilis. "Hakim (berlaku) zalim, memutuskan perkara tidak berdasarkan keterangan saksi. Padahal berdasarkan fakta persidangan, tidak ada satu saksi yang memberatkan terdakwa Lilis," kata Egi.

Untuk diketahui, kasus ini berawal ketika Ratu Lilis Karyawati Chasan, selaku Direktur CV Tunas Mekar Jaya Utama, mengambil alih proyek pembangunan sarana dan prasarana sodetan Sungai Cibinuangen, Kabupaten Lebak, pada tahun 2011 dari PT Delima Agung Utama sebagai pemenang lelang tanpa melalui prosedur subkontrak.(sp/b1/mk03)
Thursday, April 16, 2015 | 0 komentar | Read More

Fitra : Anggaran DPR Rp. 220 Milliar Aneh Dan janggal

Written By Unknown on Wednesday, April 15, 2015 | Wednesday, April 15, 2015

Rusa DPR RI (sp)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Forum Indonesia Transparasi Anggaran (FITRA) menemukan ada kejanggalan dalam pengadaaan barang di DPR RI.

Dalam dokumen Rencana Pengadaan Umum DPR di website www.dpr.go.id terdapat beberapa anggaran janggal, aneh dan tidak wajar dengan total hampir Rp 220 miliar.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA, Apung Widadi dalam press rilis yang diterima di Jakarta, Senin (13/4), mengatakan, nama pengadaan dan anggarannya aneh-aneh. Mulai dari biaya pengadaan parfum miliaran hingga penyiaran Humas DPR. 
Apung mengatakan, anggaran di DPR itu sangat tidak wajar dan cenderung memboroskan keuangan negara, karena anggaran yang fantastis dengan nama barang yang sepele.
Potensi mark up dari pengadaan tersebut tinggi, karena tidak sesuai dengan harga rata-rata pasar. Misalnya saja pengadaan parfum hingga Rp 2 miliar dan makanan rusa hingga Rp 600 juta. 
Ada juga biaya lain yakni perawatan rumah dinas DPR senilai Rp 32 miliar setiap tahun. Ini berpotensi diselewengkan karena alokasi yang sama dianggarkan setiap tahun. 
Disinyalir, kata Apung, ada mafia anggaran dan pengusaha hitam yang sengaja mendorong alokasi anggaran tersebut naik secara signifikan dan tidak wajar. 
"Tindakan Setjen DPR tersebut sangat menyakiti hati rakyat, di tengah situasi masyarakat yang mengalami kenaikan bahan pokok akibat naiknya harga BBM," katanya.
Untuk itu, FITRA menuntut agar DPR membatalkan pengadaan barang-barang yang tidak wajar tersebut. Selanjutnya, DPR harus merevisi alokasi anggaran pengadaan kebutuhan rumah tangga dengan nilai dan harga yang wajar. (sp/mk04)
Wednesday, April 15, 2015 | 0 komentar | Read More

Mantan Bupati Aceh Utara Ditangkap di Deliserdang

Illustrasi Ditangkap (net)
Banda Aceh (Metro Kalimantan) - Mantan Bupati Aceh Utara, Ilyas Pase, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Kejati Aceh sejak lima bulan lalu setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana APBK Aceh Utara. Senin (13/4) malam dia ditangkap di tempat persembunyian di Deliserdang, Sumatera Utara.

Ilyas Pane, Selasa (14/4) malam tiba di Banda Aceh dengan pesawat Garuda dijaga ketat petugas langsung dijebloskan ke Penjara kelas 2 A BandaAceh.

Kejati Aceh Tarmizi SH kepada wartawan, Selasa (14/2) malam menyebutkan, penangkapan mantan bupati Aceh Utara Ilyas Pase berkaitan dengan perkara Kabag Ekonomi dan Investasi Pemkab Aceh Utara Melode Taher yang kini sudah divonis pengadilan tipikor Banda Aceh.

Kasus ini berkaitan dengan peminjaman uang ke Bank Aceh Cabang Lhokseumawe Rp 7,5 miliar untuk kegiatan pemerintahan, namun semua adalah fiktif. Kejati memanggil Ilyas sebagai saksi dan tiga kali dipanggil tidak datang. Kejati menetapkan mantan bupati itu sebagai tersangka korupsi kas bon dana ABPD Aceh Utara tahun 2009.

Karena tidak memenuhi penggilan maka Kejati Aceh memasukkan mantan bupati itu ke DPO, sehingga dilakukan pencarian dengan berkoordinasi dengan Kejati Sumatera Utara dan pihak kepolisian, yang dilakukan semenjak bulan Desember 2014. "Kami memonitor tersangka lewat nomor HP," katanya.

Pada saat kita monitor keberadaannya, ternyata tersangka berada di Deliserdang Sumatera Utara, kemudian Senin malam tim dari Kejati Sumut bersama aparat kepolisian bergerak ke rumah tersangka. Tanpa perlawanan, dia langsung ditangkap dan dibawa ke Mapolres Medan dan pada Selasa sore diboyong ke Banda Aceh dengan pesawat Garuda.

Setalah sampai di Banda Aceh, tersangka mantan bupati itu dibawa ke Kejati untuk diperiksa kesehatan dan pada malamnya dibawa ke LP kelas 2 A Banda Aceh untuk penahanan di sana. Kejati menambahkan hukuman bagi pelaku korupsi paling lama 20 tahun dan soal pembangkangan yang mangkir dari panggilan saat mau diperiksa.

"Itu menjadi pertimbangan dalam persidangan nanti," paparnya. Namun tidak ada pasal yang mengatur bagi tersangka yang melarikan diri.(sp/mk02)
Wednesday, April 15, 2015 | 0 komentar | Read More

Kubu Golkar Bali Didesak Cabut Gugatan di PTUN

Written By Unknown on Tuesday, April 14, 2015 | Tuesday, April 14, 2015

Illustrasi Perpecahan Partai  Golkar (sp)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Jember Bayu Dwi Anggono meminta Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono untuk melakukan rekonsiliasi demi menyelematkan Partai Golkar.

Menurutnya, langkah yang dilakukan adalah kubu ARB menarik gugatan terhadap SK Menkumham ke PTUN.

"Setelah itu, kubu AL harus mengakomodasi kubu ARB dalam kepengurusan sehingga Partai Golkar bisa diselamatkan dan bisa mengikuti pilkada serentak 2015," ujar Bayu kepada Beritasatu.com, Selasa (14/4). 

Bayu menilai proses hukum di PTUN masih berlangsung lama. Pasalnya, hasil putusan PTUN masih bisa diajukan banding atau kasasi terhadap putusan PTUN tersebut.

"Jika putusan PTUN menggagalkan SK Menkumham, dan Menkumham atau kubu Agung Laksono ajukan banding atau kasasi atau putusan PTUN, maka hasil putusan PTUN tidak bisa dilaksanakan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan tetap," tandasnya.  

Dengan demikian, tambahnya jalan satu-satunya bagi Golkar agar tetap dapat berpartisipasi dalam Pilkada  adalah segera melakukan rekonsiliasi antara kedua kubu dan mencabut gugatan ARB di PTUN. Pasalnya, dengan dicabutnya gugatan di PTUN maka SK Menkumham sah berlaku dan dapat digunakan dasar pencalonan calon kepala daerah di KPU.

"Tentunya meskipun secara administratif yang terdaftar di KPU adalah Golkar dengan ketua Agung Laksono, namun mengenai calon kepala daerah yang didaftarkan ke KPU dapat mengakomodir kubu ARB," imbuhnya.

Lebih lanjut, Bayu mengungkapkan, jika kedua kubu masih berkeras tidak mau rekonsiliasi dan kubu ARB tidak mencabut gugatan di PTUN maka dipastikan Golkar akan kehilangan peluang mencalonkan calonnya dalam Pilkada. Putusan sela PTUN, tuturnya hanya menyatakan menunda berlakunya SK Menkumham selama pemeriksaan di PTUN.

"Itu berarti secara hukum SK Menkumham sah berlaku namun belum dapat dilaksanakan," ucapnya.

Menurutnya, agar Partai Golkar tidak kehilangan haknya, maka Kubu ARB perlu mencabut gugatannya. Dengan demikian, SK Menkumham dapat berlaku dan Golkar kubu Agung Laksono yang telah melakukan rekonsiliasi dengan kubu ARB dapat mengajukan calon yang telah dibicarakan antara kedua belah pihak.

"Sekarang pilihan ada di kedua kubu, apakah tetap mau bersikukuh melanjutkan sengketa yang berarti menghilangkan peluang Golkar berpartisipasi dalam Pilkada serentak ataukah mau menurunkan ego masing-masing demi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan konstituen dan kepentingan demokrasi. Karena sangat disayangkan jika partai sebesar Golkar absen dalam gelaran Pilkada," terangnya (sp/mk03)
Tuesday, April 14, 2015 | 0 komentar | Read More