Hosting Unlimited Indonesia

20% Lahan Sawit Indonesia Dikuasai Malaysia

Written By Unknown on Saturday, June 13, 2015 | Saturday, June 13, 2015

Perkebunan Sawit (Investor Daily)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Perusahaan-perusahaan sawit Malaysia kini menguasai sekitar 2 juta hektare (ha) atau 20 persen dari total lahan sawit di Indonesia seluas 10 juta ha. Hal itu menyusul penambahan lahan sawit Malaysia di Indonesia melalui Felda Global Ventures (FGV) Holdings Berhad--perusahaan sawit nomor tiga di dunia asal Malaysia yang telah memfinalisasi pembelian 37 persen saham PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) milik PT Rajawali Corpora senilai US$ 680 juta atau sekitar Rp 9 triliun. Eagle High memiliki lahan sawit seluas 425.000 ha, sedangkan Felda yang merupakan BUMN Malaysia mengelola kebun sawit sekitar 450.000 ha.

Managing Director Rajawali Corpora Darjoto Setyawan mengatakan perseroan memilih Felda Global sebagai mitra strategis karena perusahaan itu cukup berpengalaman dalam penerapan teknologi perkebunan dan memiliki kemampuan di sektor hilir (downstream).

“Selama ini Group Rajawali hanya kuat di hulu, yakni mengelola perkebunan dan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sedangkan Felda punya pengalaman di dowstream, seperti produksi oil chemical, minyak goreng, dan produk turunan lain. Jadi, kami saling melengkapi,” katanya seusai penandatangan kesepakatan di Jakarta, Jumat (12/6).

Data Kementerian Pertanian (Kemtan) menyebutkan saat ini luas lahan kelapa sawit di Tanah Air mencapai 10,5 juta ha. Dari jumlah itu, 4,4 juta ha di antaranya dimiliki petani. Berdasarkan data Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), luas lahan sawit yang dikuasai petani mencapai 46 persen dari total lahan, perusahaan BUMN 10 persen, dan swasta 44 persen.

Di sisi lain, data Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia menunjukkan luas area kebun sawit di Indonesia sekitar 10 juta ha. Dari jumlah itu, 3,1 juta ha dikuasai 25 kelompok taipan besar. Sisanya dikuasai BUMN, taipan kecil, dan pekebunan mandiri, termasuk masyarakat.

Sebaran penguasaan area sawit milik taipan meliputi 62 persen di Kalimantan (terluas di Kalimantan Barat, diikuti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur), 32 persen di Sumatera (terluas di Riau, diikuti Sumatera Selatan), 4 persen di Sulawesi, dan 2 persen di Papua.(Investor Daily/mk02)
Saturday, June 13, 2015 | 0 komentar | Read More

Modus Cara Korupsi Dana Aspirasi, Ini Contohnya !

Philipina Menentang Dana Aspirasi Dewan
Jakarta (Metro Kalimantan) - Wacana dana aspirasi atau nama kerennya Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan (P2DP) makin ramai di perbincangkan.

Publik sudah antipati dan marah. Sebagian anggota DPR sudah sadar dan wanti-wanti tidak mau dijebloskan ke bui dengan program yang tidak jelas ini. Tetapi masih sangat banyak anggota DPR terhormat yang merindukan uang aspirasi itu.

Untuk mereka yang ngotot dan ingin mendapatkan dana aspirasi itu, mungkin cerita di bawah ini bisa jadi pertimbangan atau setidak-tidaknya menjadi awasan dalam memutuskan sesuatu.

Di Filipina, sudah lama menerapkan program dana aspirasi ini. Dan buntut dari program itu kita semua pasti pernah mendengar skandal dana aspirasi tersebut yang di luar negeri disebut pork barrel.

Berdasarkan penelusuran, Jumat (12/6), pork barrel di Filipina disebut The Priority Development Assistance Fund (PDAF) atau Dana Bantuan Pembangunan Prioritas. Konsepnya sama persis dengan penuturan Anggota DPR RI soal konsep P2DP.

Di Filipina, media massa lokal berhasil membongkar penipuan PDAF melibatkan seorang pebisnis perempuan bernama Janet Lim-Napoles.

Diperkirakan Pemerintah Filipina dirugikan hingga 10 miliar Peso atau setara Rp2,94 triliun dengan kurs 1 peso sama dengan Rp294, hanya dari kejahatan Janet Napoles sendiri. Ditemukan juga kejahatan itu melibatkan sejumlah anggota Kongres Filipina dan Pejabat Pemerintahan.

Bagaimana modusnya?

Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, disebutkan bahwa sejak 2008, setiap anggota DPR Filipina mendapat jatah sekitar 70 juta peso at au sekitar Rp 20,5 miliar.
Anggota Senat (DPD RI di Indonesia) mendapat alokasi hingga 200 juta peso atau sekitar Rp58,8 miliar per tahun. Angka itu meningkat setiap tahun.

Janet beroperasi melalui perusahaannya, Grup JLN, untuk melaksanakan proyek fiktif yang didanai PDAF lewat kerja sama dengan oknum anggota Parlemen.

Janet membentuk puluhan LSM dan lembaga yang berfungsi menjadi seakan-akan penyalur aspirasi rakyat kepada anggota Kongres Filipina.

Dengan dasar itu, para anggota Kongres yang mau diajak bekerja sama oleh Janet lalu mengusulkan pengerjaan proyek terkait aspirasi itu ke Pemerintah.

Janet Napoles secara khusus menangani produk pertanian. Kaki tangannya akan mengirimkan proposal ke anggota kongres meminta pendanaan proyek tertentu terkait pembelian produk pertanian untuk masyarakat.

Legislator yang sudah bermain mata akan memberi tahu Departemen of Management and Budget (DBM), atau semacam Kementerian Keuangan di Indonesia, tentang agensi yang menjadi penerima alokasi dana PDAF miliknya.

Oleh DBM, surat keputusan tentang persetujuan pencairan dana dikeluarkan, dan pagu anggaran yang dialokasikan untuk anggota Kongres dikurangi. Setelah itu, dikeluarkan Notice of Cash Allocation (NCA) kepada agensi penerima, yang kemudian didepositkan di rekening agensi dimaksud.

Dari agensi itu, dana lalu dicairkan ke salah satu Grup Usaha JLN milik Janet, dan dibagi-bagi oleh Janet dengan sang anggota Kongres, pejabat pemerintahan yang memfasilitasi transfer dana itu, dan aparat terkait bupati/walikota serta gubernur setempat. Sementara proyeknya sendiri tak dikerjakan.

Grup JLN biasanya menawarkan komisi 10-15 persen dari jumlah dana yang dikeluarkan kepada pemerintah lokal yang diajak bekerja sama. Sementara anggota Kongres mendapatkan komisi sekitar 40-50 persen.

Proposal usulan proyek dari pihak Janet kepada Kongres juga menyertakan surat persetujuan aspirasi dari Pemerintah Daerah. Banyak diantara dokumen itu dipalsukan oleh anak buah Janet.

Ada juga beberapa kepala daerah di Filipina yang mengaku menandatangani, namun tak sadar kalau proposal proyek itu ternyata fiktif.

Di laporan media Philippine Daily Inquirer, sebanyak 5 Senator dan 23 Anggota DPR Filipina diduga terlibat dalam penipuan oleh Janes Napoles tersebut.

Belakangan, hasil Badan Audit Filipina, sama seperti BPK RI, mengeluarkan laporan yang mengkonfirmasi hasil investigasi media massa itu.

Bukan itu saja, BPK Filipina pun menunjukkan indikasi bahwa sejak 2007 sampai 2009, sebanyak 6,156 miliar Peso (Rp1,89 triliun) dana PDAF dari 12 anggota senat dan 180 anggota DPR Filipina telah digunakan mendanai 772 proyek yang dinilai tak layak dan tak sesuai prosedur.

Ditemukan juga bahwa dari 82 LSM yang terlibat melaksanakan proyek itu, 10 diantaranya terkait dengan Janet dan grup usahanya.

Ditemukan juga bahwa 1,054 miliar peso (Rp309 miliar) dana PDAF dicairkan ke sejumlah NGO yang tak terdaftar atau menggunakan NPWP ganda, atau mengeluarkan kwitansi diduga palsu.

Itulah model dana aspirasi di Filipina. Dan karena itu pula, politisi PDIP, Henry Yosodiningrat cemas banyak anggota DPR yang akan masuk bui.

Apakah DPR akan mempertahankan dana aspirasi di tengah antipati publik yang sangat tinggi? Selamat mencoba.(sp/mk03)
Saturday, June 13, 2015 | 1 komentar | Read More

Dana Aspirasi Itu Mirip 'Pork Barrel'

Pork Barrel ditentang philipina Sebagai Dana Bancakan Dewan
Jakarta (Metro Kalimantan) - Sekretaris FPDIP, Bambang Wuryanto menyebut bahwa Dana Program Pengembangan Daerah Pemilihan (DP2L) atau kerap disebut dana aspirasi sebenarnya mirip dengan praktik di berbagai negara. Dia menyebut dana aspirasi itu sebagai 'Gentong Babi', yang di dalam istilah bahasa Inggris disebut 'Pork Barrel'.

Berdasarkan penelusuran, Jumat (12/6), pork barrel memang dipraktikkan di berbagai negara, dari AS, Spanyol, Jerman, Rumania, Inggris, hingga negara Asia seperti Filipina.

Di Filipina, pelaksanaan pork barrel sempat menjadi skandal ketika Gloria Macapagal Arroyo menjadi Presiden negara itu. Saat itu, praktik anggota dewan mendapat kickbacks dari setiap proyek yang masuk program pork barrel.

Di sana, program itu terakhir dinamakan sebagai The Priority Development Assistance Fund (PDAF) atau Dana Bantuan Pembangunan Prioritas.

Mirip dengan konsep Dana P2DP, PDAF memberikan dana lumsum kepada setiap anggota DPR dan Senat (di Indonesia DPD RI) Filipina. Dana itu bisa digunakan secara leluasa untuk proyek prioritas yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah, khususnya di level daerah. Konsep seperti ini sama seperti yang diusung melalui P2DP.

Belakangan, investigasi media massa di Filipina berhasil membongkar penipuan dalam penggunaan dana itu, yang melibatkan seorang pebisnis perempuan bernama Janet Lim-Napoles. Dia beroperasi dengan sepupunya bernama Benhur K. Luy.

Diperkirakan Pemerintah Filipina dirugikan hingga 10 miliar Peso atau setara Rp2,94 triliun dengan kurs 1 peso sama dengan Rp294, hanya dari kejahatan Janet Napoles sendiri. Belakangan, diketahui kejahatan itu juga melibatkan sejumlah anggota Kongres Filipina dan Pejabat Pemerintahan.

Pada 2013, kemarahan masyarakat tak tertahankan dan protes besar-besaran terjadi. Hal itu berujung pada keputusan Mahkamah Agung Filipina menyatakan bahwa program demikian Inkonstitusional.

Pemerintah dan DPR harus belajar dari pengalaman itu.
Saturday, June 13, 2015 | 0 komentar | Read More

Dana Desa Rawan korupsi

Illustrasi Dana Desa (Sp)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kajian tentang pelaksanaan Undang-Undang Desa dan pengelolaan dana desa.

Kajian ini dilakukan untuk mencegah penyimpangan dalam pengelolaan dana desa yang sepanjang tahun 2015 ini dialokasikan senilai Rp 20,7 triliun untuk dibagikan kepada 434 Kabupaten/Kota dengan jumlah 74.093 desa.

Untuk membahas kajian ini, lembaga antikorupsi itu mengundang sejumlah instansi terkait. Termasuk Kementerian Keuangan, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes).

"KPK mengundang sejumlah instansi, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kemdes untuk memaparkan hasil kajian tentang Undang-Undang Desa," kata Priharsa saat dikonfirmasi, Jumat (12/6).

Memenuhi undangan tersebut, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo terlihat telah mendatangi Gedung KPK sekitar pukul 14.30 WIB. Mardiasmo mengaku kedatangannya untuk membahas mengenai kajian KPK tentang pengelolaan dana desa.

"Ada kajian KPK tentang sistem. Bagaimana memperbaiki sistem pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa, dari Kemenkeu kan mengalokasikan dana desa 40 persen, " katanya.

Mardiasmo menuturkan, pencairan dana desa terbagi dalam tiga tahap sepanjang 2015 ini. Tahap pertama sebesar 40 persen paling lambat minggu kedua April, tahap kedua 40 persen paling lambat minggu kedua Agustus, dan tahap tiga 20 persen paling lambat minggu kedua Oktober 2015.

 Dikatakan, kajian yang dilakukan KPK untuk mencegah adanya potensi korupsi dalam penggunaan dan pengelolaan dana desa.

"KPK memberikan upaya pencegahannya seperti apa," katanya.

Diberitakan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan telah menyalurkan 51,25 persen dari total dana desa tahap I kepada 228 kabupaten/kota per 21 Mei 2015.

Adapun dana desa yang akan dikucurkan pada tahap I sekitar Rp 8,28 triliun atau sekitar 40 persen dari total dana desa 2015 sebesar Rp 20,7 triliun dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.

Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro menjelaskan, pengalokasian dana desa terendah untuk tahun ini sebesar Rp252 juta per desa.

Jumlah dana desa tertinggi bervariasi mengikuti syarat jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah dan kondisi geografis. Sebanyak 90 persen dari total dana desa sekitar Rp18,7 triliun dibagi dengan 74.093 desa di Indonesia sehingga keluar angka 252 juta rupiah per desa.

Kemudian di luar dari dana itu ada tambahan 10 persen atau sekitar Rp2,7 triliun dibagi berdasarkan kriteria jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah dan kondisi geografis.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menjelaskan, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas penggunaan yang ditetapkan oleh Kementerian Desa.

Namun penggunaan dana desa untuk kegiatan yang tidak termasuk prioritas dapat dilakukan sepanjang kebutuhan untuk pemenuhan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
Untuk kegiatan yang tidak prioritas harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota saat evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.

Karena itulah, Marwan mengingatkan desa yang belum menyiapkan RPJMDes, RKPDes, dan APBDes agar segera mempercepat penyelesaiannya.(sp/mk03)
Saturday, June 13, 2015 | 0 komentar | Read More

Wacana Rp. 20 Miliar/ Tahun Tiap Anggota DPR Menyalahi Aturan

KRH Henry Yosodingrat (ant)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Anggota Badan Legislatif DPR RI, KRH Henry Yosodingrat, menegaskan bahwa wacana mengenai setiap anggota DPR mendapat jatah Rp20 miliar per tahun untuk mengusulkan program menyalahi aturan.

"Kita memang perlu 'warning' terlebih dahulu, karena kekhawatiran saya akan ada tumpang tindih anggaran.

Kalau setiap anggota misalnya mendapat jatah Rp20 miloiar untuk usulkan program, itu sudah menyimpang," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (12/6).

Anggota DPR RI, menurut dia, kewenangannya bukan mengurus program, melainkan memiliki wewenang pengawasan, anggaran (budgeting) dan legislasi.

"Karena kita bicara program, maka ujung-ujungnya proyek. Nah, itu yang saya 'gak' suka," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut.

Selain itu, Henry mengemukakan, wacana program bagi anggota DPR itu akan membuat ketimpangan dalam pembangunan, misalnya pembangunan di Papua akan berbeda dan masih jauh tertinggal dibanding Jawa.

"Seharusnya, di Papua yang banyak desa tertinggal yang butuh pembangunan fisik. Sementara untuk daerah Jawa, irigasi 'gak' ada lagi perlu irigasi baru," katanya.

Ia pun menambahkan, "Dalam teknisnya, saya khawatir bila ada kesalahan dalam pelaksanaan, nanti banyak anggota DPR RI yang masuk penjara. Ini perlu kajian yang mendalam.(ant/sp/mk03)
Saturday, June 13, 2015 | 0 komentar | Read More

ATM Terdakwa Dikuras Anak Buah, Kajari Tanjung Perak Siap Menerima Sanksi

Written By Unknown on Sunday, June 7, 2015 | Sunday, June 07, 2015

Kejari Tanjung Perak (net)
Surabaya (Metro Kalimantan) - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjung Perak Surabaya, Bambang Permadi, menyatakan siap menerima sanksi atas pelanggaran yang dilakukan anak buahnya, yakni oknum Jaksa Rahmat Wirawan yang mengakui telah melakukan pengurasan ATM terdakwa penipuan Dermawan, warga Bekasi sebesar Rp 450 juta dari Rp 1,5 miliar dan Rp 180 juta yang tersimpan di tabungan simpanan di salah satu bank.

“Dia (Rahmat Wirawan) dalam pemeriksaan Tim dari Asisten Pengawasan (Aswas) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim maupun Kejaksaan Agung (Kejagung), mengakui telah terjadi pelanggaran standar operasi prosedur (SOP). Sebagai pimpinan, saya terikat dengan pengawasan melekat terhadap anak buah saya. Karena terbukti terjadi pelanggaran SOP, saya siap menerima sanksi,” jawab Bambang Permadi saat ditemui di Gedung Kejati Jatim, Surabaya, Jumat (5/6).

Ia tidak menampik, bahwa selain dirinya, ikut menjadi terperiksa dalam kasus pengurasan ATM terdakwa oleh JPU Rahmat Wirawan itu, antara lain Kasi Pidum Ahmad Fathoni, Kasi Pidsus Bayu Setyo, Kasi Intelijen Siju, dan Kasi Datun Dodik Mahendra. Mereka diperiksa Tim Pengawas (Timwas) Kejagung yang berjumlah lima orang.

Bambang mengakui sudah diperiksa oleh Timwas dari Kejagung pada Rabu-Kamis (4-5/6) yang datang ke Surabaya. Sebelumnya, dia juga sudah diperiksa oleh Aswas Kejati Jatim.

“Apa yang saya ketahui sudah saya sampaikan semua. Keputusannya nanti seperti apa, semua merupakan wewenang Kejagung," kata Bambang Permadi, yang menyesalkan ulah anak buahnya itu kendati sudah berulangkali diberikan peringatan agar tidak menabrak rambu-rambu internal Kejaksaan.

Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Elvis Johnny secara terpisah mengatakan, bahwa lima orang timwas dari Kejagung, yang dipimpin Inspektur V Jaksa Muda Pengawas Kejagung Resi Anna Napitupulu, sudah kembali ke Jakarta, usai memeriksa oknum Jaksa Rahmat Wirawan, Kajari Tanjung Perak dan para pejabat di Kejari Tanjung Perak lainnya.

Mereka juga belum menyampaikan hasil pemeriksaan ke Kejati Jatim. “Sekarang kita tinggal menunggu hasilnya. Nanti, keputusannya seperti apa, kita akan diberi tembusan,” ujar Kajati Elvis Johnny.

Kajati berharap, keputusan atas perkara pengurasan isi ATM milik terdakwa oleh Jaksa Rahmat Wirawan bisa segera turun.

“Kami sudah melakukan pemeriksaan, dan hasilnya sudah kami serahkan ke Kejagung. Kemudian, Kejagung juga melakukan pemeriksaan. Kita berharap prosesnya cepat, karena ini menyangkut nasib orang,” ujar Elvis.

JPU Rahmat Wirawan dalam perkara penggelapan dengan terdakwa Dermawan asal Bekasi itu didakwa menggelapkan 180.000 lembar asbes senilai Rp 4 miliar.

Uang itu sudah dibelikan rumah, beberapa mobil, truk dan tabungan rekening berisi Rp 1,5 miliar dan Rp 180 juta. Semuanya sudah disita sebagai barang bukti. Barang bukti uang di dua ATM itu yang dikuras JPU Rahmat Darmawan.

Dari rekaman CCTV diketahui bahwa pengurasan uang milik terdakwa itu dilakukan pada 19 Februari 2015, lima hari setelah proses penyerahan tahap dua perkara tersebut dari Kepolisian ke Kejaksaan. Dari isi rekening itu ada sekitar Rp 450 juta uang yang dikuras.

Jaksa Nakal Lain

Pada kesempatan yang sama, Kajati juga menyampaikan bahwa pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap perkara dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Jaksa Suwaskito Wibowo dari Kejari Surabaya terhadap terdakwa kasus kepemilikan narkoba, Stanly, warga Surabaya.

Timwas Kejati Jatim sudah menemui dan memeriksa Stanly yang berada di Rutan Medaeng, guna memastikan terjadinya pemerasan tersebut.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwaskito Wibowo diungkapkan Lenny, istri Stanly selaku terdakwa narkoba yang di depan sidang di PN Surabaya, meminta keringanan hukuman (rehabilitasi) karena sudah memenuhi sebagian permintaan JPU berupa uang muka pembebasan dirinya dari jeratan hukuman penjara ke hukuman rehabilitasi.

Ia mengatakan baru menyerahkan uang tunai Rp 80 juta dari Rp 150 juta yang diminta JPU Kito, panggilan akrab Suwaskito Wibowo.(sp/b1/mk05)
Sunday, June 07, 2015 | 0 komentar | Read More

KPK Tak Mau Panggil Ibas, Ada Apa ?

MUhammad Misbakhun (Antara)
Jakarta (Metro Kalimantan) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sedang berada dalam kondisi yang janggal terkait proses penyelidikan kasus menyangkut mantan Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bathoegana. Kejanggalan itu terkait belum pernahnya KPK memanggil mantan Sekjen Partai Demokrat (PD), Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, walau nama yang bersangkutan berkali-kali disebut di persidangan.

"Justru sebuah tanda tanya besar bagi saya ketika nama Mas Ibas sudah disebut berkali-kali dalam BAP Pak Sutan Bathoegana dan disebutkan dalam kesaksian para saksi di pengadilan Tipikor, tapi nama Mas Ibas tidak pernah sedikitpun memperoleh panggilan dari KPK untuk diperiksa," kata Anggota DPR RI asal Partai Golkar, M Misbakhun, Jumat (5/6).

Padahal, menurut dia, pemanggilan itu penting guna diperoleh penjelasan langsung dari Ibas, semisal apakah benar keterangan dari pihak yang sudah menyebut namanya dalam kaitan kasus mereka.

Menurut dia, KPK harus memanfaatkan momentum disebutkannya nama Ibas itu untuk mengangkat kembali reputasinya yang sudah mulai terpuruk akibat kekalahannya dalam tiga kali sidang praperadilan.

Apalagi, lanjutnya, sudah tidak ada penghalang kekuasaan bagi KPK untuk memeriksa Ibas dalam keterlibatannya dalam kasus yang disebutkan oleh Sutan Bhatoegana.

"Apalagi ini menyangkut isu perminyakan dan gas yang sarat dengan mata rantai mafia yang membelit pusat kekuasaan politik. KPK harus punya keberanian untuk membongkarnya," kata dia.

"Karena KPK tidak bisa memilih dan memilah lagi kasus mana yangnperlu disidik dan kasus mana yang perlu untuk ditutupi karena rintangan kekuasaan. ‎Apalagi uang yang beredar dalam kasus yang melibatkan Pak Sutan tersebut mencapai jumlah yang fantastis yaitu nilainya triliunan," beber Misbakhun.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Sutan yang menjadi terdakwa kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam pembahasan APBN-P 2013 Kementerian ESDM membeberkan peran Ibas dalam proyek ‎pembangunan anjungan lepas pantai (offshore) Chevron di Selat Makassar.

Tender proyek pembangunan offshore Chevron yang diikuti oleh PT Timas Suplindo dan PT Saipem Indonesia itu dimenangkan oleh PT Timas Suplindo.

Namun, surat pemenang tender tak kunjung ditandatangani oleh Rudi Rubiandini sebagai Kepala SKK Migas hingga 20 hari.

Saat Sutan mengkonfirmasi hal ini, Rudi mengaku mendapat tekanan dari pihak lain agar tidak mendatangani surat untuk PT Timas Suplindo yang telah memenangkan tender proyek offshore tersebut.

Meski Rudi tak menyebut pihak yang menekan, Sutan menyatakan bahwa Ibas dan kawan-kawan yang menekan agar Rudi tak menyetujui proses penanganan proyek offshore oleh PT Timas Suplindo tersebut.

"Pak Rudi mengaku ditekan kan? Tidak mau nyebutin nama kan? Saya sebutkan Ibas dan kawan-kawan, dia iya kan?" kata Sutan mengonfirmasi kepada Rudi yang dihadirkan sebagai saksi.‎(Sp/mk03)
Sunday, June 07, 2015 | 0 komentar | Read More